Aku kirim cerita ini lewat lenteradankehidupan yang memang pantas kita redungkan dan banyak manfaat juga hikmah di dalam tulisan ini karena sangat menggelitik hati pastinya, judul cerita itu adalah Dari `Creative Minority` ke ‘Critical Mass’ yang aku dapet dari Blog-nya Tsdipura. Artikel itu Beliau tulis tentang awal dari pertanyaan teman tentang kesemrawutan pasar dan juga lalulintas yang ada dan Lebih jauh beliau menambahkan..” Singapur aja dulunya berantakan, sekarang udah berubah.”
” Mas kapan ya kita bisa teratur, kok serba berantakan begini?”.
Nah..Tsdipura coba tulis apa yang kepikiran sebagai jawaban atau catatan dari pertanyaan rekan tadi.
Pertama, terkait dengan sikap mental. Terkadang
pertanyaan ini diajukan dengan nada pesimis, artinya ketika seseorang
menanyakan ini sebenernya ia sekedar menekankan atau ingin menunjukkan
betapa bobroknya kualitas bangsa ini. Ini yang perlu dirubah..artinya
pertanyaan ini sebaiknya diajukan dengan nada optimis dan berusaha
mencari jawaban dengan keyakinan ‘there must be a solution for it’ ya
pasti ada solusinya..pasti ada jalan untuk keluar menjadi baik bahkan
lebih baik. Tidak hadirnya sikap optimis pada akhirnya akan membuat
diskusi-diskusi yang di trigger oleh pertanyaan diatas atau yang serupa
menjadi kumpulan cerita kebobrokan…dan diskusi itu tanpa disadari
mewariskan sikap ‘memang kami bangsa bobrok’ kepada peserta diskusi
terutama orang-orang yang masih muda.
Kedua, jangan membayangkan semuanya harus berubah
dan jangan bayangkan perubahan akan terjadi dalam waktu singkat.
Perubahan harus selalu dimainkan oleh para pelaku perubahan dan
memerlukan episode-episode tertentu. Kabar gembiranya adalah bahwa
pelaku perubah itu tidak harus semuanya bahkan pada awalnya tidak harus
mayoritas, tapi juga bukan satu orang.. dia adalah kumpulan orang.
Bayangan bahwa usaha perubahan adalah secara langsung melakukan
perubahan radikal terhadap semua orang dalam waktu yang singkat adalah
fikiran yang melelahkan dan membuat kita malas melangkah.
Maka setiap orang yang masih optimis mengajukan pertanyaan diatas
hendaknya melakukan perubahan dari apa yang bisa ia rubah. Menanamkan
pada dirinya sikap yang menjadi modal perubahan..juga pada orang-orang
sekitarnya. Usaha harus difokuskan untuk menanamkan sikap/karakter
tertentu yang diinginkan pada kelompok kecil tersebut. Setelah itu,
barulah diusahakan untuk mewarnai lingkungan yang lebih luar, melakukan
transfer sikap dan karakter..hingga diperoleh suatu kondisi ‘critical
mass’, keadaan dimana komposisi orang dengan karakter yang diinginkan
telah mencukupi untuk terjadinya perubahan secara lebih signifikan
dengan percepatan yang tinggi. Transfer sikap dan karakter ini bisa
dengan cara mengajarkan atau terkadang dengan keteladanan…karena orang
pada prinsipnya mudah berubah dengan adanya contoh lapangan. Kelompok
kecil inilah yang oleh sebagian penulis disebut sebagai creative minority.
Ketiga, lalu sikap dan karakter apa yang ditanamkan?
Apa yang menjadi karakter dasar dari creative minority ini? Hmm..tentu
banyak sekali sifat-sifat unggul yang antri, tp mungkin ada tiga
sikap/karakter utama yang (menurut saya) sebaiknya diprioritaskan.
1. Sikap tanggung jawab.
2. Semangat dan kerja keras untuk membangun kemampuan.
3. Kesiapan untuk berkolaborasi atau bekerja sama.
Tanggung jawab dalam artian ia memahami posisi dan peran yang
diharapkan darinya. Memahami bahwa bersamaan dengan semua yang ia
dapatkan (baik berupa fasilitas, posisi, materi, pendidikan atau
kemampuan secara umum…bahkan hidup itu sendiri) terdapat tanggung jawab
yang harus ia berikan.
Proses pendidikan seringkali tidak dikaitkan dengan tanggung jawab,
proses itu hanya berakhir dengan mengaitkan ‘hak yang didapat’..kalau ia
sarjana maka ia harusnya berhak mendapat gaji sekian, kalau ia alumni
fakultas tertentu maka ia harusnya dihormati dan didengarkan
kata-katanya. Begitupun dengan jabatan-jabatan yang selalu menekankan
hak ..tetapi melupakan tanggung jawab yang dituntut dari jabatan
tersebut. Tentu sulit membayangkan suatu masyarakat yang kuta dan
tersusun rapih kalau tiap ( atau mayoritas) orang tidak memainkan
perannya.
Maka rasa tanggung jawab akan mengarahkan seseorang untu melakukan
apa yang seharusnya ia lakukan. Namun hal ini belum cukup, selanjutnya
ia harus mampu untuk melakukan hal tersebut. Untuk itu ia perlu
mempunyai kekuatan atau kompetensi untuk dapat melakukan tanggung
jawabnya tadi. Kekuatan atau kompetensi inilah yang akan terbangun
dengan semangat dan kerja keras. Jadi ia harus memiliki sikap semangat
dan berkeja keras untuk membangun kemampuannya sehingga ia bisa
menjalankan kewajibannya tadi.
Sebagaian orang tidak menyadari tanggung jawabnya, sebagian lagi
sadar namun ia tidak mampu melaksanakan tanggung jawab tersebut karena
sebelumnya ia enggan untuk membeli kemampuan dengan semangat dan kerja
keras. Yang diinginkan adalah orang yang mau dan mampu untuk melakukan
tanggung jawabnya.
Ketika kita bicara kemampuan pribadi diatas, tentunya dengan penuh
kesadaran bahwa tugas yang ada bukanlah tugas pribadi…tidak mungkin
dikerjakan seorang diri.
Maka sikap yang perlu ditanam selanjutnya adalah kesiapan untuk
bekerja sama. Hal ini tidak mudah karena dalam kesiapan untuk bekerja
sama harus ada kesiapan untuk berada dibawah, tidak hanya siap mengatur
tapi juga siap diatur, tidak hanya pandai memimpin tapi juga sekali
waktu siap untuk dipimpin, siap ketika orang lain yang namanya terangkat
padahal ia menjadi bagian kerja tersebut, siap untuk berada dibalik
panggung dan membiarkan orang yang tepat berada berpenampilan di
panggung, siap untuk memberikan ide terbaik versinya juga siap menerima
ketika ada ide orang lain yang jelas lebih baik. Berlatih untuk
mengakui bahwa orang lain memiliki keahlian atau kelebihan yang tidak
ada pada dirinya.
Tiga sikap inilah yang menjadi pioritas utama untuk ditanamkan pada
creative minority tadi, yang kemudian sikap ini ditularkan kepada
lingkungan yang lebih luas.
Sikap diatas diantaranya dapat kita pelajari dari kisah nabi Musa ketika seorang wanita mensifati Beliau sebagai berikut
“…karena
sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada
kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya” [QS Al Qashash (28):26]
Tanpa rasa tanggun jawab untuk
memberi bantuan tentu nabi Musa akan membiarkan kedua wanita itu
kesulitan mengambil air, dan dengan kekuatan yang dimilikinya kesadaran
untuk membantu itu bisa terlaksana dengan baik. Dan ketika mendapat
tugas berat, Musa pun mengakui kekurangannya dan meminta agar ditemani
atau dibantu oleh saudaranya Harun.
Pada kasus pasar pada awal tulisan misalnya, apabila terdapat
orang-orang yang menyadari tanggung jawabnya (dan tidak sekedar meminta
hak), dan punya kemampuan untuk memberikan ide dan langkah pelaksanaan
untuk memperbaiki ‘kesemrawutan’ tersebut, juga mampu untuk membangun
kesefahaman dan kerjasama dilingkungan tersebut maka insyaAllah masalah
tersebut bisa selesai..minimal pada tempat tersebut.
Pada beberapa tempat dan lingkup kecil hal tersebut dapat kita
lihat…namun sebagaimana yang kita sebut sebelumnya yang kita targetkan
adalah tercapainya critical mass. Untuk itu memang diperlukan nafas yang lebih panjang juga stamina yang lebih kuat.
0 komentar:
Posting Komentar