Kebahagiaan Hidup Menurut Islam
Kebahagiaan
hidup dalam pandangan Islam tidak berkutat pada sisi materi. Walaupun
Islam mengakui kalau materi menjadi bagian dari unsur kebahagiaan. Islam
pada dasarnya memandang masalah materi sebagai sarana bukan tujuan. Oleh
karenanya, Islam memberikan perhatian sangat besar pada unsur ma'nawi
seperti memiliki budi pekerti yang luhur sebagai cara mendapatkan
kebahagiaan hidup.
Beberapa
nash syar'i telah menunjukkan hal ini:
وَالْأَنْعَامَ
خَلَقَهَا لَكُمْ فِيهَا دِفْءٌ وَمَنَافِعُ وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ
وَلَكُمْ فِيهَا جَمَالٌ حِينَ تُرِيحُونَ وَحِينَ تَسْرَحُونَ
"Dan
Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu)
yang menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebagiannya kamu
makan. Dan kamu memperoleh pandangan yang indah padanya, ketika kamu
membawanya kembali ke kandang dan ketika kamu melepaskannya ke tempat
penggembalaan." (QS. An-Nakhl: 5-6)
قُلْ
مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللَّهِ الَّتِي أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ
وَالطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ
"Katakanlah:
"Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah
dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rezeki yang baik?" (QS. Al-A'raf: 32)
Sabda
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "di antara unsur
kebahagiaan anak Adam adalah istri shalihah, tempat tinggal luas, dan
tunggangan yang nyaman." (HR. Ahmad)
Islam pada dasarnya memandang masalah materi sebagai sarana bukan tujuan.Oleh karenanya, Islam memberikan perhatian sangat besar pada unsur ma'nawi seperti memiliki budi pekerti yang luhur sebagai cara mendapatkan kebahagiaan hidup.
Kebahagiaan
dunia
Islam
telah menetapkan beberapa hukum dan beberapa kriteria yang mengarahkan
manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia. Hanya saja Islam
menekankan bahwa kehidupan dunia, tidak lain, hanyalah jalan menuju
akhirat. Sedangkan kehidupan yang sebenarnya yang harus dia upayakan
adalah kehidupan akhirat. Allah Ta'ala berfirman,
مَنْ
عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ
فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
"Barang
siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik." (QS. An-Nahl: 97)
وَابْتَغِ
فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ
الدُّنْيَا
"Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi." (QS. Al-Qashshash: 77)
فَمَا
مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ
"Padahal
kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di
akhirat hanyalah sedikit." (QS. At-Taubah: 38)
Kebahagiaan
akhirat
Kebahagiaan
akhirat merupakan kebahagiaan abadi yang kekal. Menjadi balasan atas
keshalihan hamba selama hidup di dunia. Allah berfirman,
الَّذِينَ تَتَوَفَّاهُمُ الْمَلَائِكَةُ
طَيِّبِينَ يَقُولُونَ سَلَامٌ عَلَيْكُمُ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا
كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
"(yaitu)
orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat
dengan mengatakan (kepada mereka): "Salaamun`alaikum, masuklah kamu ke
dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan"." (QS. Al
Nahl: 32)
لِلَّذِينَ
أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَلَدَارُ الْآخِرَةِ خَيْرٌ
وَلَنِعْمَ دَارُ الْمُتَّقِينَ
"Orang-orang
yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan
sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik
tempat bagi orang yang bertakwa." (QS. Al Nahl: 30)
Islam
telah menetapkan tugas manusia di bumi sebagai khalifah di dalamnya.
Bertugas memakmurkan bumi dan merealisasikan kebutuhan manusia yang ada
di sana. Hanya saja dalam pelaksanaannya senantiasa ada kesulitan,
sehingga menuntutnya bersungguh-sungguh dan bersabar. Hidup tidak hanya
kemudahan sebagaimana yang diinginkan dan diangankan orang. Bahkan dia
selalu berganti dari mudah ke sulit, dari sehat ke sakit, dari miskin ke
kaya, atau sebaliknya.
Ujian-ujian
ini akan selalu mengisi hidup manusia yang menuntunnya untuk bersabar,
berkeinginan kuat, bertekad tinggi, bertawakkal, berani, berkorban, dan
berakhlak mulia serta lainnya. Semua ini akan mendatangkan ketenangan,
kebahagiaan, dan ridla.
Allah
Ta'ala berfirman,
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الأَمْوَالِ
وَالأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَا
أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ
رَاجِعُونَ أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ
وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
"Dan
sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi
raaji`uun" Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan
rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat
petunjuk." (QS. Al Baqarah: 155-157)
Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda :
عَجَبًا
لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ
لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ
خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
"Sungguh
menakjubkan urusan seorang mukmin. Seluruh urusannya bernilai baik.
Jika mendapat kebaikan dia bersyukur, dan itu baik untuknya. Dan jika
tertimpa keburukan dia bersabar, dan itu baik untuknya." (HR.
Muslim)
Cara
meraih kebahagiaan
1.
Beriman dan beramal shalih.
Meraih
kebahagiaan melalui iman ditinjau dari beberapa segi:
a.
Orang yang beriman kepada Allah Yang Mahatinggi dan Yang Esa, tiada
sekutu bagi-Nya, dengan iman yang sempurna, bersih dari kotoran dosa,
maka dia akan merasakan ketenangan hati dan ketentraman jiwa. Dia tidak
akan galau dan bosan dengan kehidupannya, bahkan akan ridla terhadap
takdir Allah pada dirinya, pastinya dia akan bersyukur terhadap kebaikan
dan bersabar atas bala'.
Ketundukan
seorang mukmin kepada Allah membimbing ruhaninya yang menjadi pondasi
awal untuk lebih giat bekerja karena merasa hidupnya memiliki makna dan
tujuan yang berusaha diwujudkannya. Allah berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا
إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
"Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan kedzaliman
(syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka
itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. Al An'aam: 82)
b. Iman menjadikan seseorang memiliki pijakan hidup yang mendorongnya untuk
diwujudkan. Maka hidupnya akan memiliki nilai yang tinggi dan berharga
yang mendorongnya untuk beramal dan berjihad di Jalan-Nya. Dengan itu
pula, dia akan meninggalkan gaya hidup egoistis yang sempit sehingga
hidupnya bermanfaat untuk masyarakat di mana dia tinggal.
Ketika
seseorang bersifat egois maka hari-harinya terasa sempit dan tujuan
hidupnya terbatas. Namun ketika hidupnya dengan memikirkan fungsinya,
maka hidup nampak panjang dan indah, dia akan merasakan hari-harinya
penuh nilai.
c. Peran iman bukan saja untuk mendapatkan kebahagiaan, namun juga sebagai
sarana untuk menghilangkan kesengsaraan. Hal itu karena seorang mukmin
tahu dia akan senantiasa diuji dalam hidupnya. Dan ujian-ujian itu
termasuk untuk menguji keimanan, maka akan tumbuh dalam dirinya kekuatan
sabar, semangat, percaya kepada Allah, bertawakkal kepada-Nya, memohon
perlindungan kepada-Nya, dan takut kepada-Nya. Potensi-potensi ini
termasuk sarana utama untuk merealisasikan tujuan hidup yang mulia dan
siap menghadapi ujian hidup. Allah Ta'ala berfirman:
إِنْ تَكُونُوا تَأْلَمُونَ فَإِنَّهُمْ
يَأْلَمُونَ كَمَا تَأْلَمُونَ وَتَرْجُونَ مِنَ اللَّهِ مَا لَا يَرْجُونَ
"Jika
kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita
kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap
dari Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. Al Nisaa': 104)
Peran iman bukan saja untuk mendapatkan kebahagiaan, namun juga sebagai sarana untuk menghilangkan kesengsaraan.
2.
Memiliki akhlak mulia yang mendorong untuk berbuat baik kepada sesama.
Manusia
adalah makhluk sosial yang harus melakukan interaksi dengan makhluk
sebangsanya. Dia tidak mungkin hidup sendiri tanpa memerlukan orang lain
dalam memenuhi seluruh kebutuhannya. Jika bersosialisasi dengan mereka
merupakan satu keharusan, sedangkan manusia memiliki tabiat dan
pemikiran yang bermacam-macam, maka pasti akan terjadi kesalahpahaman
dan kesalahan yang membuatnya sedih. Jika tidak disikapi dengan sikap
bijak maka interaksinya dengan manusia akan menjadi sebab kesengsaraan
dan membawa kesedihan dan kesusahan. Karena itulah, Islam memberikan
perhatian besar terhadap akhlak dan pembinaannya. Hal ini dapat kita
saksikan dalam beberapa ayat dan hadits berikut ini:
a.
Firman Allah dalam menyifati Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam,
وَإِنَّكَ
لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
"Dan
sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung." (QS. Al
Qalam: 4)
فَبِمَا
رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ
الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ
لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ
"Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam
urusan itu." (QS. Ali Imran: 159)
b. Perintah Allah kepada kaum mukminin agar tolong menolong dalam kebaikan,
وَتَعَاوَنُوا
عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ
وَالْعُدْوَانِ
"Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran." (QS. Al
Maidah: 2)
c. Perintah Allah agar membalas keburukan orang dengan kebaikan,
وَلَا
تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ
حَمِيمٌ وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا
إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ
"Dan
tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan
cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia
ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.
Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada
orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada
orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar." (QSl
Fushshilat: 34-35)
d. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "sesungguhnya
aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia."
e. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Perumpamaan
orang-orang yang beriman dalam hal kasih sayang, kecintaan dan
kelemah-lembutan diantara mereka adalah bagaikan satu tubuh, apabila ada
satu anggotanya yang sakit maka seluruh tubuh juga merasakan sakit dan
tidak bisa tidur." (Muttafaqun ‘Alaihi)
3.
Memperbanyak dzikir dan merasa selalu disertai Allah.
Sesungguhnya
keridlaan hamba tergantung pada dzat tempat bergantung. Dan Allah Dzat
yang paling membuat hati hamba tentram dan dada menjadi lapang dengan
mengingat-Nya. Karena kepadaNya seorang mukmin meminta bantuan untuk
mendapatkan kebutuhan dan menghindarkan dari mara bahaya. Karena itulah,
syariat mengajarkan beberapa dzikir yang mengikat antara seorang mukmin
dengan Allah Ta'ala sesuai tempat dan waktu, yaitu ketika ada sesuatu
yang diharapkan atau ada sesuatu yang menghawatirkannya. Dzikir-dzikir
tadi mengikat seorang hamba dengan penciptanya sehingga dia akan
mengembalikan semua akibat kepada yang mentakdirkannya.
Berikut
ini beberapa nash yang menunjukkan hubungan dzikir dengan kebahagiaan
seorang hamba.
a. Firman Allah Ta'ala:
الَّذِينَ
آَمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ
اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
"(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi
tenteram." (QS. Al Ra'du: 28)
b. Perintah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada seorang
muslim ketika menikah.
اللَّهُمَّ
إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوذُ
بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَمِنْ شَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
"Ya
Allah, aku memohon kebaikannya dan kebaikan tabi'at yang dia bawa, dan
aku berlindung dari keburukannya dan keburukan tabi'at yang dia bawa."
(HR. Abu Daud no 2160, Ibnu Majah no1918 dan al Hakim).
c. Doa ketika terjadi angin ribut:
اَللَّهُمَّ
إِنِّيْ أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ مَا فِيْهَا وَخَيْرَ مَا
أُرْسِلْتَ بِهِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا فِيْهَا
وَشَرِّ مَا أُرْسِلْتَ بِهِ
"Ya
Allah! Sesungguhnya aku mohon kepadaMu kebaikan angin (ribut ini),
kebaikan apa yang di dalamnya dan kebaikan tujuan angin dihembuskan. Aku
berlindung kepadaMu dari kejahatan angin ini, kejahatan apa yang di
dalamnya dan kejahatan tujuan angin dihembuskan." (Muttafaq 'Alaih)
d. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mewajibkan untuk
melakukan sebab (usaha), minta tolong kepada Allah, dan tidak sedih jika
hasil yang diharapkan tidak terwujud. "Bersemangatlah mencari yang
bermanfaat bagimu, minta pertolongan kepada Allah, dan jangan lemah.
Jika engkau tertimpa musibah janganlah berkata: ‘Seandainya saya berbuat
begini maka tentu tidak terjadi begitu.’ Namun katakanlah: ‘Allah telah
menakdirkan musibah ini. Apa yang Allah kehendaki pasti terjadi’.
Karena perkataan ‘Seandainya’ dapat membuka perbuatan syetan." (HR.
Muslim)
"Bersemangatlah mencari yang bermanfaat bagimu, minta pertolongan kepada Allah, dan jangan lemah. . . " al hadits
0 komentar:
Posting Komentar