Kamis, 13 Agustus 2015

Tiap Umat Mempunyai Ajal

Kematian yang Indah 

Tiap-tiap umat mempunyai ajal. Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak pula mendahulukan (nya)” (QS Yunus:49)


Sungguh tak ada yang abadi di dunia ini kecuali sang pencipta. Semua makhluk pasti binasa. Kapan pun waktunya. Kekayaan, ketenaran dan jabatan tak akan membuat orang kekal, semua mengalami kepunahan.

Akhir kehidupan merupakan awal kehidupan akherat. Semua yang ingin mendapat surga harus punya tiket, seperti yang diketahui untuk mendapatkan tiket menuju surga tidaklah mudah. Sahabat Rasulullah sampai harus berjibaku untuk memperbagus amalannya, pegang senjata di garda terdepan hanya ingin ridha Allah, mati sebagai Syuhada yang berarti tiket menuju surga menjadi permudah. Sakit, derita intimidasi, perlakuan yang bengis dari pihak yang tak menyukai Islam, diterima dengan lapang dada dan hati Ikhlas. Semua menuju ke satu titik Surga yang dijanjikan Allah.

Jika kematian itu dapat diprediksi, maka yang terjadi banyak orang berlomba-lomba memperbagus amalan diakhir hidupnya. Dan hampir dipastikan dunia ini benar-benar rusak. Walaupun kemajuan jaman sudah pada titik yang gilang gemilang, canggih, namun yang namanya kematian tak dapat diprediksi.

Karena kematian tidak dapat diprediksi setiap saat, maka kita harus selalu berada dijalan kesuksesan; berguna bagi orang lain, bersyukur dengan menerima setiap pemberian Allah dan berusaha untuk hidup selalu dijalannya. Tak lupa seimbangkan kehidupan dunia dan akherat.

Mereka yang bisa hidup dalam kesuksesan dalam tataran seperti itu, mempunyai peluang besar untuk mendapatkan akhir yang baik (khusnul khatimah). Sebaliknya mereka yang hilang kendali,  jauh dari dien Allah dan selalu melanggar semua perintahNya, dan sangat sedikit pahalanya, maka hampir dipastikan ia akan Shu’ul khatimah, bila sebelum ajal tak tobat, apalagi menyebut Asma Allah.

Khusnul khatimah tidak selalu ditandai dengan bentuk fisik yang baik. Posisi saat meregang nyawa seperti tanda-tanda orang beriman, misalnya saat bersujud, memegang Al qur’an, atau ditandai dengan penampilan “baik”, tersenyum atau berpakaian indah atau dapat diperjelas, sebentuk lahiriyah saja yang nampak.

Bahkan tak jarang orang yang sudah dinyatakan khusnul khatimah karena berjihad dijalan Allah dan telah dijanjikan masuk surga, mati dalam keadaan mengenaskan. Beberapa sahabat Rasulullah, bahkan meninggal dalam keadaan hancur, seperti Hamzah bin Abdul Muthalib, wafat dalam keadaan usus terburai dan jantung terkoyak. Mush’ab bin Umair gugur di medan jihad dengan pakaian yang terkoyak-koyak seakan tak bisa menutupi tubuhnya lagi. 

Padahal mereka itu, adalah orang-orang yang sukses dan bahagia dengan jaminan surga Allah.
Khusnul khatimah, juga tak bisa ditandai dengan jumlah pelayat yang melimpah, beribu-ribu orang menshalatkannya, atau karangan bunga yang berjejer memenuhi rumah daan kuburannya. Sama sekali itu bukan ukuran orang yang akan sukses diakherat kelak. Tak sedikit orang yang mempunyai tiket di surga meninggal dalam keadaan terkucil, sendirian, dan dalam keadaan yang teramat menyedihkan.

Abu Dar al-Ghifari, salah seorang sahabat Rasulullah, meninggal dunia tanpa diketahui banyak orang. Ia meninggal dipadang sahara yang panas dan dimakamkan oleh Abdullah bin Mas’ud serta rombongan kecilnya yang kebetulan lewat di tempat itu. Meski terlihat sunyi, sesungguhnya ia merasakan gemerlap hatinya yang sudah mendapat cinta dari Illahi.

Untuk itu diharapkan setiap muslim  memiliki warisan agar sukses menuju khusnul khatimah, surgaNya. Warisan itu bukan berupa harta, kedudukan atau ketenaran. Tapi seperti sabda Rasulullah ada tiga hal yang merupakan warisan, yang dapat memberikan manfaat bagi orang lain, yakni, amal jariyah, ilmu bermanfaat dan anak sholeh yang mendoakan orang tuanya. Warisan itu mengiringi walau orangnya telah meninggal.

Kata kuncinya,  bagi seseorang yang tak dapat menabung amal jariyah dengan kekayaan, ia bisa melahirkan generasi shalih. Bagi yang tak bisa melahirkan generasi shalih ia bisa berbagi ilmunya. Islam tidaklah sulit bagi orang yang mau berusaha untuk sukses diakherat. Menjadi khusnul khatimah adalah pilihan, bukan pemberian. Pilihan yang bisa dicapai dengan usaha keras. Hidup yang berakhir baik, adalah suatu kematian yang indah.



-------------
Referensi:
- Candra Nila Murti Dewojati, Masuk Surga Walau Belum Pernah Shalat, Penerbit Khalil, Jakarta, 2012

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution