Menyikapi Kejadian
Suatu hari, ada dua anak bermain di tepi pantai. Tiba-tiba datanglah
gelombang ombak di hadapan mereka. Menyapu dan hampir saja menyeret
keduanya.
Namun, saat ombak berlalu, terlihat dua reaksi yang sama sekali
berbeda dari kedua anak tersebut. Anak pertama tertawa penuh suka cita.
Sebaliknya, anak kedua terlihat menangis penuh duka cita.
Kisah di atas menggambarkan bahwa kejadian yang sama pada tempat dan
waktu yang sama dapat disikapi secara berbeda. Kejadian adalah apa yang
menimpa kita. Sering kali kejadian berlangsung di luar rencana dan
kekuasaan kita, walaupun pasti berada dalam rencana dan kuasa Allah.
Segala kejadian, termasuk musibah atau bencana, pastilah terjadi atas
izin dan kehendak Allah SWT.
“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu
sendiri, semuanya telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuz) sebelum kami
mewjudukannya. Sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah. Agar kamu
tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan tidak pula
terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu …” (QS
al-Hadid [57]: 22-23).
Umumnya manusia bersikap reaktif saat mengalami kejadian-kejadian
dalam hidupnya. Artinya, mencipta pengalaman negatif atas kejadian yang
dianggap negatif dan sebaliknya.
Aksioma bahwa kejadian negatif pasti menghasilkan sesuatu yang
negatif dan kejadian positif pasti menghasilkan sesuatu yang positif,
terpatahkan dalam kisah di pantai tadi. Perbedaan reaksi dua anak
tersebut mengindikasikan terbukanya pilihan manusia untuk mencipta
pengalamannya sendiri dan memilih untuk selalu bereaksi positif
terhadap segala kejadian yang menimpanya.
Reaksi positif yang didasari prasangka baik kepada Allah SWT niscaya
membawa pada kehidupan yang tenteram, sebagaimana dinyatakan dalam
Hadis Qudsi; “Aku sebagaimana prasangka hamba-Ku. Jika baik
prasangkanya, kebaikanlah baginya. Jika buruk prasangkanya,
keburukanlah baginya.”
Dalam Hadis Qudsi yang lain dikatakan, “Aku bergantung pada sangkaan
hamba-Ku terhadap-Ku. Aku bersamanya jika ia mengingat-Ku …” (HR
Bukhari).
Karena terbukanya pilihan bagi manusia untuk mencipta pengalamannya
sendiri dan memilih untuk selalu bereaksi positif terhadap segala
kejadian yang menimpanya, mengapa kita tidak memilih reaksi positif
atas setiap kejadian dalam hidup kita? Menyikapi setiap kejadian dengan
tenang, penuh persangkaan baik kepada Allah, dan selalu bertawakal
kepada Allah.
Suasana jiwa yang mewarnai pengalaman-pengalaman kita dapat secara
jelas terpisahkan serta independen dari suasana dan kejadian-kejadian
pada lingkungan di sekeliling. Orang yang ikhlas dan tenteram jiwanya,
sabar, tersenyum walaupun berat cobaan hidup yang dialaminya.
Jiwanya selalu tenteram dan ikhlas dalam mengingat Allah. Jiwanya
tak lagi terombang ambing oleh susah-senang nyaman-tak nyaman yang
datang bersama setiap kejadian.
Setiap kejadian yang dialami dan
diambil dari sisi positif, penuh hikmah sebagai jalan agar semakin
dekat kepada Allah SWT, itulah yang disebut nafsul muthmainnah.
0 komentar:
Posting Komentar