Milik Orang Tua
Dalam hadis riwayat Thabrani dari Jarir RA, ada seorang anak muda mengadu kepada Rasulullah SAW.
Mendengar pengaduan anak muda itu, Rasul berkata, “Pergilah kamu dan bawa ayahmu kesini!”
Setelah anak muda itu berlalu, Malaikat Jibril turun menyampaikan
salam dan pesan Allah kepada beliau. Jibril berkata; “Ya, Muhammad,
Allah ‘Azza wa Jalla menyampaikan salam untukmu, dan berpesan, kalau
orang tuanya datang, engkau harus menanyakan apa-apa yang dikatakan
dalam hatinya dan tidak didengarkan oleh telinganya.”
Tak lama, anak muda itu datang bersama ayahnya. Rasulullah kemudian
bertanya orang tua itu. “Mengapa anakmu mengadukanmu? Apakah benar
engkau ingin mengambil uangnya?”
Sang ayah yang sudah tua itu menjawab, “Tanyakan saja kepadanya, ya
Rasulullah. Bukankah saya menafkahkan uang itu untuk beberapa orang ammati(saudara ayahnya) atau khalati (saudara ibu)-nya, dan untuk keperluan saya sendiri?”
Rasulullah bersabda lagi, “Lupakanlah hal itu. Sekarang ceritakanlah
kepadaku apa yang engkau katakan di dalam hatimu dan tak pernah
didengar oleh telingamu.”
Maka wajah keriput lelaki tua itu pun menjadi cerah dan tampak
bahagia. Dia berkata, “Demi Allah, ya Rasulullah, dengan ini Allah SWT
berkenan menambah kuat keimananku dengan kerasulanmu. Memang saya
pernah menangisi nasib malangku dan kedua telingaku tak pernah
mendengarnya.”
Rasulullah mendesak, “Katakanlah, aku ingin mendengarnya.”
Orang tua itu berkata dengan air mata yang berlinang. “Saya
mengatakan kepadanya kata-kata ini, ‘Aku mengasuhmu sejak bayi dan
memeliharamu waktu muda. Semua hasil jerih-payahku kau minum dan kau
reguk puas. Bila kau sakit di malam hari, hatiku gundah dan gelisah.
Lantaran sakit dan deritamu, aku tak bisa tidur dan resah, bagai akulah
yang sakit, bukan kau yang menderita.”
“Lalu air mataku berlinang-linang dan mengucur deras. Hatiku takut
engkau disambar maut, padahal aku tahu ajal pasti datang. Setelah
engkau dewasa, dan mencapai apa yang kau cita-citakan, kau balas aku
dengan kekerasan, kekasaran dan kekejaman, seolah kaulah pemberi
kenikmatan dan keutamaan.”
“Sayang, kau tak mampu penuhi hak ayahmu, kau perlakukan aku seperti
tetangga jauhmu. Engkau selalu menyalahkan dan membentakku, seolah-olah
kebenaran selalu menempel di dirimu. Seakan-akan kesejukan bagi
orang-orang yang benar sudah dipasrahkan.”
Selanjutnya Jabir berkata, “Pada saat itu Nabi langsung memegangi
ujung baju pada leher anak itu, seraya berkata, ‘Engkau dan hartamu
milik ayahmu!”
Dari kisah ini, kita bisa mengambil pelajaran bahwa ketika sudah
besar, sebagai anak kadang kita lupa kepada orang tua yang telah
berjuang mencari nafkah untuk kita. Ayah kita memberikan segala apa
yang dimilikinya tanpa pernah meminta kembali.
Sedangkan kita, ketika akan memberikan sesuatu untuk ayah dan ibu,
begitu banyak pertimbangan. Tak jarang, kita mencari dan membuat
berbagai alasan agar kepunyaan yang dimiliki tidak berpindah kepada
orang tua kita.
Dalam kesempatan ini, marilah kita terus mencintai dan menyayangi
keduanya, sebelum mereka pergi meninggalkan kita untuk selamanya.
0 komentar:
Posting Komentar