Allah ta'ala berfirman:
{وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْؤُولاً}
Dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
((إِنَّ
مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ
الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى الْمَرْأَةِ وَتُفْضِي إِلَيْهِ ثُمَّ يَنْشُرُ
سِرَّهَا)) رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
"Termasuk orang yang paling jelek di
sisi Allah kedudukannya pada hari kiamat yaitu lelaki yang menggauli
istrinya dan istrinya menggaulinya, kemudian lelaki itu menyebarkan
rahasianya." (HR. Muslim)[1]
Dan
rahasia adalah apa yang terjadi secara sembunyi-sembunyi antara engkau
dan temanmu, tidak halal bagimu untuk menyebarkan rahasia ini atau
menerangkannya kepada seorangpun, baik dia berkata kepadamu: 'jangan
engkau beritahukan kepada seorangpun', atau diketahui dari qorinah
(indikasi) perbuatan bahwa dia tidak suka untuk diketahui oleh
seorangpun, atau diketahui dengan indikasi keadaan bahwa dia tidak suka
untuk untuk diketahui oleh seorangpun.
Contoh
yang pertama: ucapan, dia berbicara dengan kamu tentang sebuah
pembicaraan, kemudian dia berkata: 'Jangan engkau memberitahu
seorangpun." Rahasia itu bersamamu adalah amanah.
Contoh
yang kedua: qorinah (indikasi) perbuatan, dia berbicara kepadamu. Pada
saat dia berbicara kepadamu, dia menengok, kawatir ada seorang yang
mendengar, karena arti dari dia menoleh bahwa dia tidak suka untuk
diketahui oleh seorang pun.
Contoh yang ketiga: qorinah (indikasi)
keadaan, perkara yang dia bicarakan atau kabarkan kepadamu ini adalah
termasuk perkara yang membuat malu untuk disebutkan atau ditakutkan
untuk disebutkan, atau yang semisalnya, maka tidak boleh bagimu untuk
memberitahukan dan menyebarkan rahasia ini.
Kemudian penulis -rahimahullah- berdistidlal (mengambil dalil) untuk hal itu dengan firman Allah ta'ala:
{وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولاً}
"Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya." (Al-Isra': 34)
Maksudnya:
bila kalian berjanji atas sesuatu dengan lisanul hal (perbuatan yang
menunjukkan kepada hal itu) atau dengan lisanul maqol (perkataan), maka
wajib atas kalian untuk memenuhi perjanjian. Dan termasuk dari
perjanjian syarat-syarat yang terjadi di antara manusia dalam jual beli,
ijarah (pengupahan), isti'jar (penyewaan), rahn (gadai) dan lainnya.
Maka sesungguhnya syarat-syarat ini termasuk perjanjian.
Demikian juga perjanjian yang berlangsung antara kaum muslimin dan orang-orang kafir,
maka wajib atas kaum muslimin untuk memenuhinya. Dan
perjanjian-perjanjian dari orang-orang kafir, telah Allah jelaskan dalam
Surat At-Taubah bahwa mereka terbagi menjadi tiga jenis:
Jenis pertama: terus menerus mereka memenuhi janji, dan mereka ini, wajib kita untuk memenuhi perjanjian dengan mereka.
Jenis
kedua: mereka membatalkan perjanjian. Mereka ini, tidak ada perjanjian
antara kita dan mereka, karena mereka membatalkan perjanjian. Allah
berfirman:
{أَلاَ تُقَاتِلُونَ
قَوْمًا نَكَثُوا أَيْمَانَهُمْ وَهَمُّوا بِإِخْرَاجِ الرَّسُولِ وَهُمْ
بَدَءُوكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ أَتَخْشَوْنَهُمْ فَاللَّهُ أَحَقُّ أَنْ
تَخْشَوْهُ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ}
"Mengapakah
kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya),
padahal mereka telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah
yang pertama mulai memerangi kamu? Mengapakah kamu takut kepada mereka
padahal Allah-lah yang berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar
orang yang beriman." (At-Taubah: 13)
enis ketiga: mereka tidak membatalkan
perjanjian dan tidak jelas bagi kita bahwa mereka terus memenuhi
perjanjian itu, bahkan kita kawatir mereka mengkhianati dan membatalkan
perjanjian. Mereka inilah yang dikatakan Allah tentang mereka:
{وَإِمَّا تَخَافَنَّ مِنْ قَوْمٍ خِيَانَةً فَانْبِذْ إِلَيْهِمْ عَلَى سَوَاءٍ إِنَّ اللَّهَ لاَ يُحِبُّ الْخَائِنِينَ}
"Dan
jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan,
maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat. "
(Al-Anfal: 58)
Maksudnya: katakan kepada mereka: "Tidak ada perjanjian antara kami dan kalian sampai urusannya jelas."
Intinya bahwa seluruh apa yang
disyaratkan antara manusia, maka itu sesungguhnya termasuk perkara yang
diperjanjikan. Di antara hal itu kewajiban para pegawai untuk menunaikan
pekerjaan mereka, karena seorang pegawai harus berpegang dengan
syarat-syarat yang diajukan oleh pemerintah atas para pegawai, berupa
hadir pada awal waktu dan tidak keluar kecuali setelah selesai waktu,
tulus dalam bekerja, dan yang semisal hal itu dari perkara yang dikenal
dalam kantor pelayanan.
Maka yang
wajib adalah untuk memenuhi perjanjian-perjanjian ini, jika tidak maka
tinggalkan tugas dan engkau bebas dalam apa yang kamu lakukan, karena
tugas, engkau tidak terikat dengannya. Bahkan engkaulah yang melakukan
dan menugaskan. Maka wajib engkau untuk memegangi konsekuensi
syarat-syarat tugas pekerjaan ini dari segala sesuatu. Jika tidak maka
tinggalkan tugas pekerjaan itu dan jadilah orang yang bebas sesuai yang
engkau kehendaki, dan tidak ada seorang pun yang akan meminta
pertanggung jawaban kamu kecuali Allah 'azza wa jalla.
Kemudian penulis menyebutkan hadits Abi Sa'id Al-Khudi radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
((إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ)) رَوَاهُ مُسْلِمٌ.
"Termasuk orang yang paling jelek di sisi Allah kedudukannya pada hari kiamat."
(أَشَرّ)
adalah satu lughoh (dialek) yang jarang dipakai, karena lughoh (dialek)
yang banyak dipakai menghapus huruf hamzah. Maka (خَيْر) dan (شَرّ),
kebanyakan lughoh (dialek) menghapus huruf hamzah pada keduanya. Maka
tidak dinyatakan (أَخْيَر), dan tidak juga (أَشَرّ) melainkan sedikit.
Namun hanya dinyatakan (خَيْر) dan (شَرّ).
Allah ta'ala berfirman:
{أَصْحَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَئِذٍ خَيْرٌ مُّسْتَقَرًّا وَأَحْسَنُ مَقِيلاً }
"Penghuni-penghuni surga pada hari itu paling baik tempat tinggalnya dan paling indah tempat istirahatnya. " (Al-Furqan: 24)
Dan Allah ta'ala berfirman:
{فَسَيَعْلَمُونَ مَنْ هُوَ شَرٌّ مَّكَانًا وَأَضْعَفُ جُنْدًا}
"Mereka akan mengetahui siapa yang lebih jelek kedudukannya dan lebih lemah penolong-penolongnya" (Maryam: 75)
dihapus hamzah untuk (خَيْر) dan (شَرّ), namun penyebutannya (dengan hamzah) datang kadang-kadang berlandaskan sesuai asalnya.
Di sini "Termasuk
orang yang paling jelek di sisi Allah kedudukannya pada hari kiamat
yaitu lelaki yang menggauli seorang wanita dan wanita itu menggaulinya,"
maksud dengan hal itu adalah istrinya, kemudian dia menyebarkan rahasia
istrinya itu, atau si istri juga menyebarkan rahasia suaminya. Lelaki
itu berkata: "Aku melakukan dengan istriku malam tadi demikian dan aku
berbuat demikian". Kita berlindung kepada Allah (dari hal itu). Maka
orang yang tidak menyaksikan kejadian itu seakan menyaksikannya,
seakan-akan orang itu berada antara suami istri itu di ranjang. Kita
berlindung kepada Allah (dari hal itu). Si suami memberitahu orang itu
dengan sesuatu rahasia yang istrinya tidak suka untuk diketahui oleh
seorang pun.
Atau si istri
demikian juga, dia memberitahukan kepada para wanita bahwa suaminya
melakukan demikian demikian dengan dia. Semua ini haram tidak boleh. Dan
dia termasuk orang yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada
hari kiamat.
Yang wajib urusan-urusan rahasia di
dalam rumah tangga dan di ranjang dan di selainnya agar dijaga, agar
tidak diketahui seorang pun selamanya. Sesungguhnya barangsiapa yang
menjaga rahasia saudaranya, Allah akan menjaga rahasianya. Dan balasan
itu sesuai dengan perbuatannya.
Dari
Anas pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam melewatinya saat Anas bermain dengan
anak-anak kecil. Kemudian beliau memberi salam kepada mereka, maksudnya
memberi salam kepada anak-anak pada saat mereka bermain-main, karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling baik
akhlaknya. Sehingga biasa beliau melewati anak-anak kemudian beliau
memberi salam kepada mereka. Kemudian beliau memanggil Anas dan
mengutusnya dalam sebuah kebutuhan.
Sampai
Anas pulang terlambat ke ibunya. Ibunya adalah Ummu Sulaim, istri Abu
Thalhah. Ketika Anas datang kepada ibunya, ibunya bertanya: "Apa yang
membuatmu terlambat?" Dia menjawab: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
mengirimku dalam sebuah kebutuhan". Maksudnya: beliau mengutusku dengan
sebuah kebutuhan. Ibunya pun bertanya: "Apa kebutuhan beliau?" Anas
menjawab: "Aku tidak akan memberitahukan rahasia Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam." Maka ibunya berkata: "Engkau janganlah
memberitahukan rahasia Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada
seorangpun."
Kemudian Anas
berkata kepada Tsabit -Tsabit ini selalu menyertai Anas-: "Kalau aku
memberitahukan kepada seseorang tentang rahasia itu, sungguh aku akan
mengabarimu."[2] Yaitu tentang kebutuhan yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengutus Anas dengannya.
Dalam hadits ini ada banyak faedah:
Pertama:
Baiknya akhlak Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan ketawadhuannya
yang sangat. Beliau dengan kemuliaan dan kedudukan serta martabat beliau
di sisi Allah dan di sisi makhluk, beliau tawadhu' sampai memberi salam
kepada anak-anak pada saat mereka bermain-main di pasar. Siapakah di
antara kita yang melakukan demikian selain orang yang dikehendaki Allah.
Kedua:
termasuk faedah hadits ini bahwa disunnahkan seseorang agar dia memberi
salam pada orang yang dia lewati, meskipun anak-anak. Karena salam
adalah sebuah doa yang engkau mendoakan kebaikan kepada saudaramu
dengannya. Engkau berkata: "Assalamu 'alaika (Semoga keselamatan
atasmu)." Dan balasan dia adalah doa kepada Allah, dia berkata:
"'alaikas salam (semoga atasmu keselamatan)." Dan karena kamu jika
memberi salam kepada anak-anak, engkau membiasakan mereka dengan
tarbiyah (pengajaran) yang baik, hingga mereka tumbuh dan hidup di
atasnya, dan engkau mendapat pahala dalam setiap perkara yang mereka
mendapat petunjuk, bahkan dalam salam itu, maka setiap perkara kebaikan
yang manusia mendapatkan petunjuk dalam masalah itu denganmu, engkau
akan mendapatkan pahala di dalamnya.
Ketiga: bolehnya mengirim anak
kecil dengan sebuah kebutuhan dengan syarat anak kecil itu bisa
dipercaya. Sedangkan jika dia tidak bisa dipercaya dan anak kecil itu
banyak bermain dan tidak peduli dengan kebutuhan-kebutuhan, maka engkau
tidak bisa mempercayainya.
Keempat:
apa yang disebutkan oleh para ahli fikih -rahimahumullah- bahwa anak
kecil jika datang kepadamu dengan sebuah kebutuhan, dan dia berkata:
"Ini dari bapakku, ini dari ibuku", dan yang semisalnya, maka engkau
berhak menerimanya, meskipun anak ini sendiri tidak kuasa untuk
bersedekah dari hartanya sedikitpun. Namun jika dia sebagai orang yang
diutus, dan dia berkata: "Ini dari bapakku", misalnya dia membawa kurma,
dia membawa semangka, atau membawa sebuah pakaian, dengan apapun. Jika
dia datang kepadamu maka terimalah hal itu, dan janganlah engkau
berkata: "Ini anak kecil, mungkin dia mencurinya, kadang demikian,
kadang demikian", dengan menilai secara zhahir.
Kelima: memelihara ibu dan
keluarga, bahwa seseorang jika ingin memenuhi kebutuhan dan kawatir dia
terlambat, hendaknya dia mengabarkan keluarga jika kebutuhan itu tidak
terluputkan dengan hal itu. Maksudnya: jika engkau keluar dari
keluargamu, sepantasnya engkau berkata: "Aku keluar ke arah ini", hingga
mereka merasa tenang dan hati mereka tidak tersibukkan. Dan seseorang
itu tidak mengetahui, kadang dia pergi ke arah ini dan dia ditimpa
dengan sebuah kejadian atau sakit atau yang lainnya. Jika hal itu tidak
diketahui, maka perkaranya akan menjadi tidak jelas di sisi keluarganya.
Maka sepantasnya jika engkau ingin pergi ke suatu tempat yang tidak
biasa, hendaklah engkau memberitahu mereka dengan arah pergimu. Adapun
tempat yang biasanya seperti keluar ke masjid dan yang semisalnya, maka
tidak apa-apa.
Misalnya: Jika
engkau ingin pergi ke suatu negeri yang dekat dengan negerimu, engkau
mengatakan kepada mereka: "Hari ini aku akan pergi ke tempat ini", atau
engkau ingin pergi rekreasi, maka katakan: "Aku akan pergi rekreasi hari
ini." Maka engkau mengabari mereka agar mereka merasa tenang.
Keenam: tidak boleh seseorang untuk menampakkan rahasia seseorang walaupun kepada ibu dan bapaknya.
Kalau seseorang mengutusmu dalam
sebuah kebutuhan, kemudian bapakmu bertanya kepadamu: "Dengan perkara
apa dia mengutusmu?" Janganlah engkau memberitahu dia, meskipun dia
adalah bapakmu. Atau ibumu bertanya: "Dengan perkara apa dia
mengutusmu?" Janganlah engkau memberitahukan kepadanya, meskipun dia
ibumu, karena ini termasuk rahasia manusia, dan tidak boleh untuk
menampakkannya kepada seorang pun.
Ketujuh:
baiknya pengajaran Ummu Sulaim kepada anaknya, ketika dia berkata:
"Engkau janganlah memberitahukan rahasia Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam." Dia mengatakan demikian kepada Anas padahal dia Anas tidak
memberitahukan kepada ibunya dan tidak mengabarkan kepada selain ibunya-
sebagai penguatan dan pengokohan untuk Anas dan memberikan udzur untuk
Anas, karena Anas tidak mau memberitahu ibunya tentang rahasia
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ibunya berkata: "Engkau
janganlah memberitahukannya kepada seorangpun." Seakan dia berkata: "Aku
menyepakatimu atas hal ini, maka pegangilah ia!"
Kedelapan: Menampakkan
kecintaan Anas kepada Tsabit, karena Tsabit selalu menyertainya. Oleh
karena itu engkau dapati Tsabit banyak meriwayatkan dari Anas. Oleh
karena ini, Anas berkata kepadanya: "Kalau aku memberitahukan kepada
seseorang tentang rahasia itu, sungguh aku akan mengabarimu." Ini
menunjukkan kecintaan antara Anas dan muridnya Tsabit.
Demikian
juga sepantasnya kecintaan itu ada antara para murid dengan pengajar
mereka secara timbal balik. Karena jika tidak ada kecintaan antara murid
dan guru, maka murid tidak akan menerima apa yang dikatakan
pengajarnya.
Demikian juga pengajar tidak semangat mengajari muridnya
dan tidak banyak perhatian dengannya. Jika ada kecintaan antara mereka
secara timbal balik, maka akan diperoleh dengan hal ini kebaikan yang
banyak.
***
0 komentar:
Posting Komentar