Rasulullah sudah yatim sejak dilahirkan, karena ayahnya wafat ketika ia masih
dalam kandungan ibunya. Dalam usia enam tahun, kepedihannya bertambah setelah
ibunya wafat menyusul ayahnya. Muhammad kecil diasuh oleh kakek, kemudian berpindah
lagi kepada pamannya, Abu Thalib.
Meskipun hanya beberapa tahun berada dalam dekapan ibunya, Rasulullah merasakan benar kasih sayangnya. Kenangan manis bersama ibunda sangat membekas, melahirkan sifat kasih dan hormat, terutama kepada kaum ibu. Kepada ibu-ibu yang pernah menyusuinya, beliau memberikan penghormatan dan penghargaan yang setingi-tingginya.
Meskipun hanya beberapa tahun berada dalam dekapan ibunya, Rasulullah merasakan benar kasih sayangnya. Kenangan manis bersama ibunda sangat membekas, melahirkan sifat kasih dan hormat, terutama kepada kaum ibu. Kepada ibu-ibu yang pernah menyusuinya, beliau memberikan penghormatan dan penghargaan yang setingi-tingginya.
Dalam Sunah Abu Daud, diriwayatkan dari Abu Thufail ra, katanya: "Aku
pernah melihat Nabi saw sedang membagikan daging di al-Ji'ranah, tiba-tiba ada
seorang perempuan datang sampai dekat kepada Nabi saw, lalu beliau menghamparkan
mantelnya untuk perempuan itu. Maka ia duduk di atasnya. Lantas aku bertanya,
`siapakah perempuan itu?' Para sahabat menjawab, `ia adalah ibu beliau yang
pernah menyusuinya.'
Islam memberikan perhormatan dan kedudukan yang amat tinggi kepada para ibu,
sampai sampai disebut bahwa "surga berada di telapak kaki ibu". Seseorang
yang menghormati ibunya akan ditempatkan di surga, sementara anak yang mendurhakai
ibunya akan ditempatkan pada posisi yang hina.
Adalah Umar bin Khaththab seorang anak yang sangat hormat kepada ibunya, sampai
dalam masalah yang sekecil-kecilnya. Dalam hal makan, misalnya, ia tidak pernah
makan mendahului ibunya. Ia bahkan tak berani makan bersama-sama dengan ibunya,
sebab ia khawatir akan mengambil dan memakan hidangan yang tersedia di meja,
sementara ibunya menginginkan makanan tersebut. Baginya, seorang ibu telah mendahulukan
anaknya selama bertahun-tahun ketika sang anak masih kecil dan lemah.
Kasih ibu tak pernah terbalas oleh apapun juga. Yang bisa dilakukan anak hanyalah
memberi penghormatan dan pelayanan, terutama ketika mereka sudah tua dan dalam
keadaan lemah. Dalam hal ini Rasulullah mengingatkan kaum muslimin, sebagaimana
yang diriwayatkan oleh Muslim, beliau bersabda:
Dari Abu Hurairah ra, katanya, Rasululah saw bersabda, "Hidungnya harus
direndahkan ke tanah, hidungnya harus direndahkan ke tanah, hidungnya harus
direndahkan ke tanah." Beliau ditanya: "Ya Rasulullah, siapa?"
Jawabnya, "Orang yang mendapatkan kesempatan baik untuk membantu kedua
orang tuanya di masa tuanya, baik salah satunya maupun kedua-duanya, tetapi
ia gagal mendapatkan dirinya masuk surga."
Dengan alasan apapun, orang tua, terutama ibu harus mendapatkan penghormatan
dan pelayanan yang utama. Sesibuk apapun, sesulit apapun, ibu harus tetap dihormati
dan dilayani. Ketika ia memanggil, maka pangilannya harus segera dijawab. Yang
menghalangi panggilan ibu untuk tidak dijawab hanya satu, yaitu ketika seseorang
sedang menjalankan shalat fardhu. Di luar itu, semua panggilan ibu harus dijawab.
Misalnya, seorang yang sedang mengerjakan shalat sunnah, tiba-tiba sang ibu
memanggil, maka panggilan ibu hendaknya dipenuhi terlebih dahulu. Shalat sunnah
untuk sementara dibatalkan, untuk memenuhi panggilan ibu.
Dengan demikian, tidak ada alasan bagi anak mengabaikan panggilan ibunya. Ketika
sang ibu menahan rindu kepada anaknya, sedang ia menelpon agar anaknya pulang,
maka anak yang shalih akan mengusahakan dengan segenap daya untuk memenuhi panggilannya.
Apalagi jika sang ibu sedang sakit atau sedang membutuhkan bantuan.
Dalam satu hadits yang amat panjang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasululah
menceritakan:
"... Juraij adalah seorang ahli ibadah, lalu ia membuat biara agar ia
dapat lebih tenang beribadah. Tiba-tiba datang ibunya sedang ia masih tengah
melakukan shalat, lalu sang ibu memanggil: `hai Juraij!' Kemudian Juraij berkata
(dalam hati), `Wahai Rabbi, kupenuhi panggilan ibuku atau aku tetap melaksanakan
shalat?' Maka ia pun melanjutkan shalatnya, sampai ibunya berpaling. Esok harinya,
sang ibu datang kembali sedang ia masih dalam keadaan shalat, kemudian sang
ibu memanggil, `Hai Juraij!' Maka berkalah ia (dalam hatinya), `Ya Tuhanku,
ibuku atau shalatku?' Maka ia pun melanjutkan shalatnya. Kemudian pada esok
harinya sang ibu datang kembali, sedang ia masih shalat, lalu sang ibu memanggilnya,
`Hai Juraij!' Ia pun berkata (dalam hatinya), `Ya Allah, ibuku atau shalatku?'
Ia pun melanjutkan shalatnya. Maka ibunya berdo'a, `Ya Allah, janganlah Engkau
matikan ia sebelum ia melihat wajah pelacur!" Maka kesohorlah nama Juraij
di kalangan Bani Israil sebagai seorang ahli ibadah."
"Kemudian ada seorang pelacur yang terkenal kecantikannya bersumpah, jika
kalian setujui, aku akan menggodanya. Lalu perempuan itu menampakkan diri di
hadapannya tetapi sama sekali Juraij tidak memperhatikannya. Kemudian pelacur
itu mendatangi seorang pengembala kambing yang tinggal di biara Juraij untuk
digodanya sehingga terjadilan perbuatan mesum sampai ia hamil. Setelah perempuan
itu melahirkan, ia berkata `Anakku ini adalah hasil hubunganku dengan Juraij.'
Maka orang-orang berdatangan ke tempat Juraij, kemudian ia diturunkan dari biaranya,
kemudian biara itu dihancurkan.
Juraij bertanya, "Mengapa kalian berbuat seperti ini?"
Orang-orang itu menjawab, "Sebab engkau telah berbuat mesum dengan pelacur
itu hingga ia melahirkan anak dari hasil hubungan gelapnya denganmu!"
"Mana bayi itu?" tanya Juraij kemudian bertanya kepada si bayi, "Hai
bayi, siapakah ayahmu?" Aneh bin ajaib tiba-tiba bayi itu bisa berkata,
"Si Fulan, seorang pengembala kambing."
Atas kejadian itu masyarakat merangkul Juraij, menciumnya, serta mengelus-elus
badannya seraya mereka berjanji, "Kami akan membangun biaramu dari emas."
Juraij berkata "Tidak, kembalikan saja sebagaimana semula terbuat dari
tanah liat." Maka merekapun kembali membangun biaranya... (HR. Bukhari
dan Muslim)
Nukilan hadits panjang dalam Shahih Bukhari dan Muslim itu merupakan pelajaran
bagi ummat Muhammad agar mereka senantiasa menghormati dan memenuhi panggilan
ibunya. Sekalipun untuk tujuan ibadah, mengabaikan panggilan ibu merupakan kesalahan
yang bisa fatal akibatnya. Jika seorang ibu sampai sakit hati, lalu ia berdo'a,
maka do'a itu langsung menuju ke `Arsy dan diterima Allah. Untung jika do'anya
baik, tapi kalau sang ibu berdo'a untuk kecelakaan anaknya, maka bisa fatal
akibatnya.
Juraij adalah contohnya, sekiranya ia sejenak menemui ibunya, membatalkan shalat
sunnahnya, fitnah itu tak akan pernah sampai dialaminya. Akan tetapi karena
ia mengabaikan panggilan ibunya, maka fitnah sebagaimana yang diharapkan ibunya
akhirnya menimpanya. Untungnya si bayi mendapat mu'jizat berupa kemampuan untuk
berkata sehingga bisa menunjuk seseorang sebagai ayahnya. Jika tidak, bukan
saja biaranya yang dirusak massa, tapi juga dirinya.
Kisah Juraij di atas mengingatkan kita pada seorang sahabat yang bernama al-Qomah.
Ketika sakaratul maut ia menghadapi masalah besar, seolah Malaikat mempermainkan
nyawanya. Merasa iba terhadap nasib al-Qomah, Rasululah kemudian memanggil ibunya
agar ia mau datang menemui anaknya dan memaafkan kesalahan. Setelah sang ibu
memaafkan, maka lancarlah kematiannya.
Dalam ajaran Islam, tidak bersegera memenuhi pangilan ibu sudah tercatat sebagai
dosa, bahkan sekadar berkata "uugh" kepada orang tua, sudah tergolong
perbuatan durhaka. Apalagi membentak, apalagi melakukan kekerasan kepadanya.
Durhaka kepada orang tua, terutama ibu merupakan dosa besar setelah syirik kepada
Allah. Bahkan dosa ini tergolong dosa yang tak terampuni. Dalam Sya'bul Iman
dikisahkan bahwa Abu Bakrah ra, berkata, Rasulullah saw bersabda: "Semua
dosa akan diampuni oleh Allah ta'ala di antaranya yang Dia kehendaki, kecuali
perbuatan durhaka kepada kedua orang tua. Sesunguhnya perbuatan ini dapat mempercepat
kehidupan pelakunya sebelum ia mati.".by. dudung
0 komentar:
Posting Komentar