Tahun Baru dan Jatah Usia
Begitulah waktu, Ia berjalan sesuai dengan
karakteristiknya, Berlalu sesuai dengan tabiatnya, Yakni cepat terlewat
tanpa terasa dan tidak pernah dapat kembali. TAHUN baru, sebagai
mana tradisi ulang tahun, bagi mereka mungkin dianggap sebagai wujud
panjang usia yang berarti pula bertambahnya kesempatan hidup. Karenanya,
mereka merasa harus merayakannya semeriah dan seheboh mungkin. Padahal,
pada hakikatnya pertambahan tahun bukan berarti bertambahnya kesempatan
hidup. Tapi sebaliknya, merupakan pengurangan jatah usia. Itu berarti,
bertambah waktu sebetulnya, hanya mendekatkan kita pada titik takdir
kematian.
Waktu Adalah Kehidupan
Imam
Hasan al-Bashri pernah berkata, ’’Tidaklah sebuah hari itu berlalu
kecuali setiap terbit matahari ada seruan: Hai anak cucu Adam, Aku
adalah ciptaan yang baru, aku menjadi saksi atas perbuatanmu, maka
berbekallah dariku, karena sesungguhnya aku, jika telah berlalu, tidak
akan kembali sampai datang hari kiamat nanti’’. Imam Asy-Syahid
Hasan Al Banna juga mengungkapkan, ’’Waktu adalah kehidupan. Kehidupan
manusia adalah waktu yang dilaluinya dari mulai ia lahir sampai ia
meninggal dunia’’. Karena itu, menurut Yusuf Qaradhawi, menyia-nyiakan
waktu, walau hanya seperseribu detik sekalipun, sama halnya dengan
menyia-nyiakan kehidupan. Bagi seorang Muslim, sedetik saja ia tidak
dapat memanfaatkan waktunya, akan kehilangan sebagian dari kehidupannya.
Ungkapan bijak itu masih senada dengan hikmah yang dilontarkan
Imam Hasan al-Bashri ketika mengatakan, ’’Hai anak cucu adam,
sesungguhnya engkau adalah kumpulan dari hari-harimu. Maka setiap kali
hari itu berlalu maka berlalu juga sebagianmu’’.
Allah SWT dalam
Alquran banyak bersumpah dengan waktu atau masa. Seperti, Demi masa
dalam surat Al 'Ashr, Demi waktu fajar, Demi waktu Dhuha, dan Demi waktu
malam. Sebuah sumpah yang dinisbatkan dengan sesuatu menunjukkan bahwa
sesuatu itu sangat penting. Tentunya sumpah-sumpah Allah dalam al-Quran
di atas menunjukkan betapa pentingnya masalah waktu.
Dengan cara
itu, Allah secara implisit memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk
memperhatikan dan menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya. Sebagaimana
yang dikatakan oleh para ahli tafsir (mufasirin), bahwa tujuan Allah
bersumpah dengan makhluk-Nya adalah agar mendapatkan perhatian tentang
masalah tersebut dan manfaat apa yang akan dihasilkan.
Rasulullah
SAW pun menguatkan dengan bersabda: ’’Tidak akan lewat tapak kaki
seorang hamba pada hari kiamat, kecuali setelah ditanya empat perkara
yakni tentang jatah umurnya yang ia habiskan di dunia, masa mudanya yang
telah ia lewatkan, hartanya dari mana didapatkan dan bagaimana
dikeluarkan, tentang ilmunya sejauhmana ia amalkan’’. (HR. al Bazzar dan
at Thabrani)
Dalam riwayat lain, Nabi SAW bersabda: ’’Seorang
yang memiliki akal sehat akan membagi waktunya menjadi empat bagian
yakni waktu ketika ia bermunajat kepada Rabbnya, waktu ia
berintrospeksi, waktu mentafakkuri ciptaan Allah Swt, dan waktu ia makan
dan minum’’.
Seorang muslim sejati ketika ia memulai harinya
akan membukanya dengan salat. Lalu ketika ia mengakhirinya, akan ditutup
dengan salat pula. Ia membukanya dengan salat subuh dan menutupnya
salat Isya. Tidak ada sedikitpun waktunya terbuang untuk hal-hal yang
tidak bermanfaat. Sebab, ia sadar waktu yang dilaluinya kelak akan
dipertanggungjawabkan di akhirat.
Dengan bertambahnya tahun,
secara angka usia seorang manusia memang bertambah. Tapi secara jatah
umur, sebetulnya kesempatan hidupnya makin berkurang. Kalau jatah
usianya 60 tahun dan pada 2010 usianya mencapai 55 tahun, ia hanya
mempunyai sisa hidup di dunia tinggal 5 tahun.
Sebegitulah sisa
kesempatan yang dia miliki untuk mempersiapkan diri menghadap Allah
kelak. Apakah akan dia gunakan untuk beribadah kepada Allah atau justru
bermaksiat kepada-Nya. (QS. Al-Insyiqaq, 84:6). Dengan demikian,
pergantian tahun bagi seorang Muslim merupakan momentum untuk
ber-muhasabah (introspeksi) dan merencanakan masa depan selanjutnya.
Layaknya seorang akuntan dalam sebuah perusahaan yang menghitung
untung-rugi perusahaannya selama satu tahun.
Namun demikian, bagi
seorang muslim ber-muhasabah tidak harus menunggu selama satu tahun.
Karena sesuai dengan substansi akidahnya, ia akan berusaha untuk
ber-muhasabah setiap hari dan setiap saat. Umar bin Khattab berkata,
’’Hisablah diri-diri kalian sebelum kalian dihisab’’.
Bila telah
datang waktu malam, Umar RA selalu bertanya, ’’Apa yang telah aku
kerjakan pada hari ini’’. Dan ia menjadikan kebiasaan itu sebagai
muhasabah hariannya. Tidak hanya memuhasabahi amalannya, tapi juga
merencanakan masa depan.
Masa depan ini pun, bagi seorang Muslim
yang paling hakiki adalah kehidupan di akhirat. Masa depan duniawi yang
juga harus menjadi cita-citanya hanyalah perantara yang harus
dimanfaatkan untuk kepentingan akhirat.
Dalam menyikapi waktu,
Yusuf Qaradhawi menasehatkan tiga hal.
Pertama, memandang masa lalu
sebagai bahan introspeksi sebagaimana firman Allah SWT, ’’Sesungguhnya
telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah Allah, karena itu berjalanlah
di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang
mendustakan (rasul-rasul)’’. (QS. Ali Imran: 137)
Kedua,
merencanakan masa depan. Di antara karakteristik masa depan adalah gaib
dan terjadi dengan tiba-tiba, walau orang-orang mengira kejadiannya akan
terjadi beberapa tahun lagi. Firman Allah ’’Hai orang-orang yang
beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan
apa yag telah diperbuatnya untuk hari esok’’. (QS. Al Hasyr:18).
Ketiga,
lebih memaksimalkan diri pada masa sekarang atau yang sedang terjadi.
Rasulullah bersabda: ’’Seandainya akan tiba hari kiamat dan di tangan
kalian terdapat bibit korma, maka bila kamu sanggup sebelum datangnya
kiamat untuk menanamnya maka tanamlah’’.
Artinya dalam beramal
saleh, setiap Muslim harus maksimal dalam menuntaskan pekerjaannya. Ia
juga harus senantiasa optimistis karena setiap amalnya itu akan
mendapatkan balasan kebaikan dari Allah. Sekalipun menurut hitungan
manusiawi, hasil pekerjaannya akan hancur lantaran sebentar lagi akan
datang kiamat. Minimal, ia sudah mendapatkan kebaikan lantaran telah
memanfaatkan waktu untuk berbuat baik. Wallahu a'lam.
(Ketua Fraksi PKS DPRD Bandarlampung)
0 komentar:
Posting Komentar