Kumpulan Kisah Hikmah dan Unik
- Seorang laki-laki datang menghadap al-Hasan al-Bashri radhiyallahu ‘anhu.
Ia bertanya, “Apa rahasia sifat zuhudmu terhadap dunia wahai sang
imam?” Beliau menjawab, “Ada empat hal. Saya tahu bahwa rezeki saya
tidak akan diraih oleh orang lain. Makanya, saya menyibukkan diriku
sendiri untuk rezekiku. Saya tahu bahwa amal perbuatanku tidak akan
dilakukan oleh orang lain. Makanya, saya menyibukkan diriku sendiri
untuk melakukannya. Saya tahu bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu melihatku. Makanya, saya malu bila Allah Subhanahu wa Ta’ala
melihatku sedang berbuat maksiat. Saya tahu bahwa kematian menantiku.
Makanya, saya mempersiapkan bekal untuk menghadap Rabbku.”
- Pada suatu hari Imran bin Haththan menemui
istrinya. Secara fisik, Imran memang buruk, berjerawat dan pendek.
Sedangkan istrinya cantik jelita. Tiap kali dia memandang istrinya, si
istri kelihatan semakin cantik dan jelita. Dia tidak dapat menahan diri
dari memandang istrinya terus-menerus. Lantas istrinya berkata, “Ada apa
dengan dirimu?” Dia menjawab, “Segala puji bagi Allah. Demi Allah, kamu
perempuan yang cantik.” Si istri berkata, “Bergembiralah, karena
sesungguhnya saya dan kamu akan masuk surga.” Dia bertanya, “Dari mana
kamu tahu hal itu?” Istrinya menjawab, “Sebab, kamu telah dianugerahi
istri seperti aku, dan engkau bersyukur. Sedangkan aku diuji dengan
suami seperti kamu, dan aku bersabar. Orang yang bersabar dan bersyukur
ada di dalam surga.”
- Dikatakan kepada As’ab, “Engkau telah tua renta. Sampai seusia ini
apakah engkau belum hafal hadis sedikit pun?” Dia pun berkata, “Demi
Allah, bahkan tidak ada seorang pun yang pernah mendengar (hadis) dari
Ikrimah seperti apa yang saya dengar darinya.” Mereka berkata,
“Sampaikanlah hadis tersebut kepada kami.” Dia berkata, “Saya pernah
mendengar Ikrimah menceritakan sebuah hadis dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang bersabda, ‘Ada dua hal yang tidak akan berkumpul pada diri seorang
muslim.’ Ikrimah lupa satu bagian dan saya lupa bagian satunya lagi.”
- Seorang perempuan mukminah pernah ditanya mengenai kosmetik yang
dipakainya. Dia berkata, “Saya menggunakan kejujuran untuk bibirku,
Alquran untuk suaraku, kasih sayang untuk mataku, kebaikan untuk
tanganku, istiqamah untuk fisikku, dan ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk hatiku.”
- Harun ar-Rasyid pernah
berkata kepada Qadhi Abu Yusuf, seorang qadhi, “Apa pendapatmu mengenai
Faludzat dan Lauzaj (makanan sejenis puding). Manakah di antara
keduanya yang lebih enak dan lebih manis?” Qadhi Abu Yusuf menjawab,
“Wahai Amirul Mukminin, saya tidak akan memutuskan atau menghukumi dua
hal yang tidak hadir di sisiku.” Lantas ar-Rasyid memerintahkan agar
kedua makanan tersebut dihadirkan. Kemudian Qadhi Abu Yusuf menyantap
makanan ini sesuap dan makanan satunya lagi sesuap sehingga beliau
memakan separuh dari keduanya. Selanjutnya dia berkata, “Wahai Amirul
Mukminin! Saya belum pernah melihat dua pihak yang bersengketa berdebat
lebih dahsyat daripada keduanya. Ketika saya hendak memutuskan untuk
memenangkan salah satunya, pihak yang lain mengemukakan hujjahnya.”
- Ada seorang laki-laki tinggal di sebuah rumah sewaan. Kayu atapnya
telah usang dan rusak. Atapnya banyak yang hancur. Ketika pemilik rumah
datang meminta uang sewa, maka si penyewa berkata, “Perbaiki dahulu atap
ini, karena sudah rusak.” Dia menjawab, “Jangan khawatir. Tidak apa-apa
kok. Atap itu sedang bertasbih kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Si penyewa menimpali, “Saya khawatir kalau atapnya punya rasa khasyyah (takut kepada Allah) lantas dia bersujud.”
- Seorang penduduk pedalaman berhenti di suatu kaum, lalu dia
menanyakan nama-nama mereka. Salah seorang dari mereka berkata, “Nama
saya Watsiq.” Lainnya mengatakan, “Nama saya Mani’.” Lainnya lagi
berkata, “Nama saya Tsabit.” Orang keempat berkata, “Nama saya Syadid.”
Lantas orang pedalaman tersebut berkata, “Saya menduga bahwa kunci-kunci
dibuat hanya dengan nama-nama kalian.”
- Al-Ashmu’i mengisahkan, “Saya pernah masuk ke daerah pedalaman.
Ternyata ada seorang perempuan cantik yang mempunyai suami jelek. Lalu
saya bertahan kepadanya, “Bagaimana kamu bisa merelakan dirimu dimiliki
oleh orang seperti ini?” Dia menjawab, “Coba dengarkan! Barangkali dia
berbuat baik dalam hubungan antara dirinya dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, sang Penciptanya. Sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan diriku sebagai pahalanya. Dan barangkali aku berbuat tidak baik, sehingga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikannya sebagai siksa bagiku.”
- Ibnu as-Sammak az-Zahid berkata kepada Harun ar-Rasyid –sebelumnya
dia meminta segelas air untuk diminum, “Wahai Amirul Mukminin!
Seandainya Anda dihalangi untuk meneguk minuman ini. Berapa Anda berani
membelinya?” Beliau menjawab, “Dengan semua kepemilikanku.” Ibnu
as-Sammak melanjutkan, “Seandainya Anda dihalangi mengeluarkan minuman
tersebut dari diri Anda (maksudnya tidak bisa kencing). Dengan berapa
banyak Anda rela menebus diri Anda?” Beliau menjawab, “Dengan semua
kepemilikanku.” Ibnu as-Sammak berkata, “Wahai Amirul Mukminin! Tidak
ada sisi kebaikan harta yang tidak sebanding dengan minuman dan air
kencing.”
- Seorang penduduk pedalaman datang ke sebuah daerah. Ada anak-anak
yang sedang bermain. Mereka melemparinya dengan beberapa batu. Ternyata
ada sebauh batu yang tepat mengenai kepalanya, sehingga kepalanya bocor
dan terluka. Lantas dia menghadap kepada penguasa daerah tersebut untuk
mengadukan kejadian tersebut. Sang penguasa bertanya kepadanya, “Pada
hari apa engkau datang?” Dia menjawab, “Pada saat kesulitan.” Sang
penguasa melanjutkan, “Di daerah mana engkau singgah?” Dia menjawab, “Di
lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman.” Lantas sang penguasa
tertawa dan memberi bantuan kepadanya.
- Seorang laki-laki meminta izin kepada Amirul Mukminin. Abu Ja’far
al-Manshur untuk memperlihatkan kelihaiannya dalam ber-atraksi. Beliau
pun memberinya izin. Lantas lelaki tersebut mengambil banyak piring
besar. Lalu dia mengombang-ambingkannya ke udara dengan kelihaian yang
luar biasa tanpa ada satu pun yang jatuh ke tanah. Abu Ja’far berkata,
“Lalu apa lagi?” Kemudian dia mengeluarkan banyak tongkat. Pada
tiap-tiap ujung tongkat terdapat tempat untuk menyusun tongkat lainnya.
Selanjutnya dia melempar tongkat pertama dan langsung menancap di
dinding. Lantas dia melempar tongkat kedua dan masuk ke lubang tongkat
pertama, dan demikian seterusnya sampai seratus tongkat. Tidak ada satu
pun yang jatuh ke tanah. Setelah aksinya selesai dia berharap agar
Amirul Mukminin dapat menghargai kelihaiannya. Akan tetapi, al-Manshur
justru memanggil para algojonya seraya berkata, “Tangkap lelaki ini dan
berilah dia seratus cambukan.” Lelaki itupun berteriak, “Mengapa engkau
melakukan ini, Amirul Mukminin?” Beliau menjawab, “Karena kamu telah
menyia-nyiakan waktu kaum muslimin untuk hal-hal yang tidak bermanfaat
bagi mereka.”
- Ditanyakan kepada Hakim, “Apa sesuatu yang paling baik untuk
seseorang?” Dia menjawab, “Diam yang membuatnya selamat.” Dilanjutkan
lagi, “Jika masih tidak ada juga?” Dia menjawab, “Kematian yang
menjadikan para hamba dan negara-negara beristirahat.”
- Suatu ketika al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi sedang mandi di Teluk
Persia dan dia hampir tenggelam, lalu ada seseorang yang
menyelamatkannya. Ketika orang tersebut telah berhasil membawanya ke
darat, al-Hajjaj berkata kepadanya, “Mintalah apa saja yang kamu
inginkan, niscaya permintaanmu akan dipenuhi.” Orang tersebut bertanya,
“Kamu ini siapa? Kok akan memenuhi apa saja yang aku minta?” Al-Hajjaj
menjawab, “Aku adalah al-Hajjaj ats-Tsaqafi?” Dia pun lalu berkata,
“Permintaanku hanya satu. Demi Allah, saya minta kepadamu agar kamu
tidak menceritakan kepada seorang pun bahwa aku telah menolongmu.”
- Diceritakan bahwa seorang pedalaman bertanya kepada penduduk
Bashrah, “Siapa pemimpin kalian?” Mereka menajwab, “al-Hasan.” “Kenapa
dia dapat menjadi pemimpin kalian?” Mereka menjawab, “Karena orang-orang
membutuhkan ilmunya, sedangkan beliau tidak membutuhkan dunia mereka.”
- Dikatakan kepada seseorang yang salih, “Sungguh, saya mengeluhkan penyakit jauh dari Allah Subhanahu wa Ta’ala,
lantas apa obatnya?” kemudian hamba yang shalih tersebut menjawab,
“Wahai saudara! Tetaplah kamu dengan akar-akar keikhlasan, daun
kesabaran, dan perasaan buah tawadhu. Letakkanlah itu semua di dalam
wadah takwa, tuangkanlah air khasyyah (takut kepada Allah),
nyalakan padanya api kesedihan, letakkan dengan saringan muraqabah,
raihlah dengan telapak tangan kejujuran, minumlah dengan gelas
istighfar, berkumurlah dengan wara (menjauhi perbuatan maksiat), dan
jauhkanlah dirimu dari loba tamak, niscaya penyakitmu akan sembuh dengan
izin Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
- Ibrahim bin Adham melihat seorang pemuda sedang bersedih, lalu dia
berkata kepadanya, “Wahai anak muda! Saya akan menanyakan kepadamu tiga
hal. Tolong dijawab!” “Baiklah,” ujar pemuda tersebut. Ibrahim bertanya
kepadanya, “Apakah ada sesuatu di muka bumi ini yang dapat berjalan
tanpa kehendak Allah Subhanahu wa Ta’ala?” Dia menjawab, “Tidak sama sekali.” Ibrahim berkata, “Apakah rezeki yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
kepadamu dapat berkurang sedikit pun?” Dia menjawab, “Tidak akan sama
sekali.” Ibrahim bertanya lagi, “Apakah ajal yang telah ditetapkan oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadamu dapat berkurang meskipun
hanya sekejap saja?” Dia menjawab, “Tidak akan sama sekali.” Lantas
Ibrahim berkata, “Kalau demikian, apa yang kamu susahkan?”
- Mu’awiyah berkata kepada seorang lelaki dari daerah Yaman,
“Alangkah bodohnya kaummu yang mengangkat seorang perempuan sebagai
pemimpin mereka.” Lelaki tersebut membalas perkataan Mu’awiyah, “Kaummu
yang lebih bodoh daripada kaumku, yaitu orang-orang yang ketika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak mereka untuk beribadah kepada Allah Yang Maha Pengasih, mereka berkata, “Ya Allah, jika (Alquran) ini benar (wahyu) dari Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami adzab yang pedih.” (QS. Al-Anfal: 32) Mereka tidak mengucapkan, “Ya Allah, jika (Alquran) ini benar (wahyu) dari Engkau, berilah kami petunjuk.”
- Seorang ulama diberi pertanyaan pada saat berdiri di atas mimbar,
tetapi beliau menjawab, “Saya tidak tahu.” Lantas ada yang berkata
kepadanya, “Mimbar bukanlah tempat kebodohan.” Si ulama menjawab, “Saya
naik ke mimbar ini sesuai dengan batas ilmuku. Seandainya saya naik
sesuai dengan ukuran kebodohanku, pastilah saya sampai ke langit.”
0 komentar:
Posting Komentar