Ahli Ibadah yang Istiqamah
Saudaraku, nikmat terbesar dalam hidup ini adalah ketika kita mengenal
Allah (ma’rifatullah). Sebab puncak akhlak dan kebahagiaan hanya akan
diperoleh oleh orang-orang yang senantiasa berusaha untuk mengenal
Allah. Orang-orang yang selalu yakin terhadap KebesaranNya, Keagungan
serta KekuasaanNya. Sehingga dengan bekal keyakinan itu, dia senantiasa
ikhlas dalam beribadah kepadaNya. Lalu, apa perbedaan antara amal
ibadah yang dilakukan orang yang ikhlas dengan yang sebaliknya?
Beberapa waktu lalu, pada rubrik Manajemen Qolbu di H.U. Pikiran Rakyat
ini, Aa sebenarnya pernah membahas mengenai keikhlasan dalam topik
Menata Keikhlasan Hati. Tetapi baiklah, sebagai pengingat, Insya Allah
kita sedikit uraikan kembali.
Saudaraku, secara sederhana ciri pembeda yang paling khas antara orang yang amalnya ikhlas dengan yang tidak adalah dalam kesinambungan amal. Orang yang ikhlas senantiasa menjaga agar amal-amalnya berkesinambungan, terus menerus. Baginya, manakala kesusahan datang menimpa, ia akan bersimpuh merindukan pertolongan Allah Azza wa Jalla. Demikian pun manakala diberi kelapangan dan kesenangan, ia justru semakin bersujud penuh jeritan rasa syukur atas segala nikmat dariNya. Amaliyah ibadahnya senantiasa tidak terputus, sama sekali tidak berbeda ketika mendapat nikmat duka maupun nikmat suka yang Allah berikan. Namun tidaklah demikian dengan orang yang tidak atau kurang ikhlas.
Amal orang yang tidak ikhlas
biasanya temporal. Kalau sedang membutuhkan pertolongan Allah karena
dilanda suatu musibah, seperti ditimpa ujian penyakit, diberi
kesempitan rezeki, dililit utang, dan sebagainya, maka serta-merta
meningkatlah amal ibadahnya. Sebaliknya, manakala pertolongan Allah
yang dirindukannya itu datang, serta-merta pula dia lupa bersyukur
kepadaNya. Dengan kata lain, bagi orang yang ikhlas kadar kesungguhan
beribadahnya tidak diukur oleh menimpanya suatu masalah, bahkan ada
atau tidak adanya orang lain. Tidak demikian halnya dengan orang-orang
yang kurang ikhlas. Ibadah orang yang kurang ikhlas akan lebih bagus
ketika ada orang disampingnya. Apalagi kalau orang tersebut sangat dia
segani dan dia hormati.
Ketika shalat berjamaah di masjid dan
dipersilakan menjadi imam misalnya, dia akan serta-merta "menata"
gerakan, suara, lama waktu shalat, dan sebagainya. Lain lagi ketika
shalat sendiri. Gerakan shalat pun seperti biasa menjadi gesit, cepat,
dan sangat berkeinginan untuk menyudahinya. Bila ini yang terjadi,
waspadalah! Bisa jadi ada sesuatu di balik ketidakikhlasan amal kita
ini. Orang yang ikhlas tidak mau melakukan sesuatu, kecuali terlebih
dahulu mengemas niatnya. Tujuan hidupnya hanyalah untuk mengabdikan
diri (beribadah) kepada Allah. Dia meyakini bahwa Allah menciptakannya
untuk beribadah, sebagaimana firmanNya dalam Al Qur’an surat Ad
Dzariyat ayat 56:“Tidaklah sekali-kali Kuciptakan jin dan manusia
kecuali untuk mengabdikan hidupnya (beribadah) kepadaKu.”
Saudaraku, ibadah adalah pondasi. Tanpa ibadah, hidup bagaikan bangunan tanpa pondasi, pasti akan roboh. Tanpa ibadah yang tanggguh, sukses dunia akhirat hanyalah mimpi. Beribadah dengan benar artinya membangun pondasi yang semakin memperjelas visi hidup ini mau dibawa kemana. Karena dengan beribadah maka akan semakin memperjelas bahwa Allah adalah Khalik (Yang Menciptakan), sedangkan kita adalah mahluk (yang diciptakan). Allah yang disembah, sedangkan kita yang menyembahNya. Allah yang memerintah (berkuasa), sedangkan kita yang diperintahNya. Allah menciptakan dunia kemudian menciptakan mahluk. Mahluk diciptakan untuk mengabdi kepada Allah, sedangkan dunia berikut isinya diciptakan hanyalah sebagai sarana agar kita bisa berkarya dan berbekal pulang untuk menghadap Allah.
Artinya dunia berikut isinya diciptakan hanyalah untuk melayani kita supaya kita bisa mengabdikan diri kepada Allah. Orang yang tidak mengerti bahwa dunia ini hanyalah sebagai pelayan baginya, maka posisinya akan menjadi terbalik, justru dia yang akan diperbudak oleh dunia yaitu harta, pangkat, gelar, jabatan, dan syahwat. Bayangkan, pelayannya menjadi majikannya. Dia dihinakan oleh hambanya sendiri. Itulah yang menyebabkan kerusakan dan keterpurukan manusia. Kemudian Allah menciptakan Nabi Muhammad Saw agar kita bisa meneladani bagaimana cara beribadah dengan benar. Oleh karena itu, siapapun yang ingin sukses, belajarlah lebih banyak tentang bagaimana beribadah dengan benar. Cari ilmunya, segera praktikkan, dan istiqomahkan. Kemudian ajaklah istri dan anak beribadah dengan tangguh karena tidak akan ada yang menolong selain Allah. Shalat, dzikir, shaum, dan ibadah lainnya itu adalah perangkat yang membuat pondasi kesuksesan. Tetapi ibadah tidak hanya itu saja, melainkan segala aktifitas yang dijalankan dengan niat yang lurus karena Allah dan ikhtiar di jalan yang disukai Allah itu adalah ibadah.
Misalnya dalam bekerja, orang-orang yang bekerjanya tidak diniatkan untuk beribadah tidak akan tahu orientasi hidup ini akan dibawa kemana, sehingga kesibukannya hanya mencari uang. Karenanya kalau bekerja, niatkan untuk mengabdikan diri kepada Allah dengan cara yang disukai Allah. Tugas kita adalah bagaimana kita sibuk bekerja sehingga menjadi amal kebajikan, bukan karena harta, tetapi karena kerja adalah ladang amal. Harta sudah dibagikan sebelum kita tiba didunia ini. Ciri orang yang beribadah dengan benar di antaranya adalah akhlaqnya akan lebih terjaga, perbuatannya akan terpelihara dari kezhaliman terhadap orang lain, dan emosinya akan lebih stabil. Kemudian ciri lainnya adalah qolbunya akan tentram, pikirannya akan jernih, prestasinya mudah diraih, ide dan gagasannya akan ditolong oleh Allah. Misalnya, jika sedang rapat datang waktu shalat, maka utamakanlah shalat karena yang paling penting dari rapat itu justru bagaimana agar bisa ditolong oleh Allah. Kalau kita melalaikan shalat, maka keputusan yang diambil belum tentu tepat karena benar menurut kita belum tentu benar menurut Allah.
Tetapi dengan mengutamakan ibadah, mudah-mudahan Allah menuntun kita menemukan jalan keluar walaupun berhadapan dengan banyak masalah. Hanya Allahlah satu-satunya yang menguasai langit dan bumi, kita semua dalam genggaman Allah. Terlalu sombong bagi kita hidup tidak mengenal ibadah. Ciri kesombongan dan ketakaburan seseorang dilihat dari keengganannya beribadah. Maka, selamat berjuang saudaraku. Jadilah ahli ibadah yang istiqomah, berkesinambungan, dan ikhlas.
Wallahua’lam.
0 komentar:
Posting Komentar