ALHAMDULILLAH, tidak beberapa lama lagi kita akan masuk ke dalam
Bulan Ramadhan yang penuh dengan rahmat dan kemuliaan. Berbagai acara
pun digelar untuk menyambut kedatangannya, mulai dari pawai simpatik
anak-anak sekolah, berbagai kajian dan tausiah pembekalan Ramadhan,
bakti sosial dan bazaar murah, sampai dengan tempat pemakaman umum pun
ramai diziarahi masyarakat.
Namun terkadang kita luput memperhatikan, bahwa ada bagian kecil masyarakat kita, yang mungkin tidak begitu ceria sebagaimana gembiranya anak-anak yang bisa tertawa dengan ayah dan bundanya untuk menyambut bulan Ramadhan, bahkan bisa jadi, ketika anak-anak kita bisa berpakaian serba baru nantinya di hari kemenangan, mereka hanya bisa melihat dan berharap adanya kebaikan orang lain yang menghampirinya untuk membelikannya pakaian. Ya, merekalah ANAK-ANAK YATIM yang ditinggalkan oleh ayahnya untuk selama-lamanya.
Namun terkadang kita luput memperhatikan, bahwa ada bagian kecil masyarakat kita, yang mungkin tidak begitu ceria sebagaimana gembiranya anak-anak yang bisa tertawa dengan ayah dan bundanya untuk menyambut bulan Ramadhan, bahkan bisa jadi, ketika anak-anak kita bisa berpakaian serba baru nantinya di hari kemenangan, mereka hanya bisa melihat dan berharap adanya kebaikan orang lain yang menghampirinya untuk membelikannya pakaian. Ya, merekalah ANAK-ANAK YATIM yang ditinggalkan oleh ayahnya untuk selama-lamanya.
Sebagian
masyarakat kita beranggapan bahwa ‘Hari Rayanya’ anak-anak yatim itu
adalah pada Bulan Muharram, tepatnya tanggal 10 Muharram. Kita bisa
lihat pada Bulan Muharram, berbagai kegiatan amal digelar untuk
anak-anak yatim, semua komponen masyarakat baik personal maupun
lembaga, seolah berlomba untuk ambil bagian, mereka (anak-anak yatim)
bagaikan artis dadakan pada hari itu, ya inilah Hari Raya Yatim.
Apabila dikaji lebih mendalam, tentang anggapan bahwa Bulan Muharram
adalah “Lebarannya Yatim” dan seakan-akan menjadi “WAJIB” untuk
merayakannya, ternyata pemahaman itu keliru, karena menyandarkannya
pada sebuah hadits palsu, yang bunyinya seperti ini:
“Siapa
yang mengusapkan tangannya pada kepala anak yatim, di hari Asyuro’
(tanggal 10 Muharram), maka Allah akan mengangkat derajatnya, dengan
setiap helai rambut yang diusap satu derajat”.
Dengan tidak
bermaksud mengatakan bahwa menyantuni yatim di Bulan Muharram sebagai
suatu kesia-siaan, namun sepertinya perlu juga disampaikan, bahwa
anak-anak yatim itu tidak hanya hidup di Bulan Muharram lalu kita
lupakan mereka pada 11 bulan selanjutnya. Begitu mulianya bagi setiap
orang yang mau berbagi dengan anak-anak yang kurang beruntung ini,
dengan tidak hanya melakukan amal kebaikan itu di satu bulan saja. Ada
Bulan Ramadhan sebagai bulan agung yang dimuliakan Allah SWT dan
Rasulullah SAW, sebagai sarana beramal lebih banyak lagi, apatah lagi
membantu menyantuni anak-anak yatim. Adapun tentang keutamaan
menyayangi mereka, banyak ayat Al Qur’an dan Hadits Nabi yang
menjelaskan hal tersebut
Allah SWT berfirman:
‘Tahukah
kamu (orang) yang mendustakan agama? Maka itulah orang yang menghardik
anak yatim, dan tidak mendorong memberi makan orang miskin”. [Al Ma'un : 1-3]
Rasulullah SAW, dalam sebuah hadits shahihnya, bersabda:
“Barang
siapa yang mengikutsertakan seorang anak yatim di antara dua orang tua
yang muslim, dalam makan dan minumnya, sehingga mencukupinya maka ia
pasti masuk surga.” [HR. Abu Ya'la dan Thabrani, Shahih At Targhib, Al-Albaniy: 2543].
Begitu istimewanya anak-anak yatim itu, sehingga Rasulullah SAW mengatakan:
“Aku
dan orang-orang yang mengasuh/menyantuni anak yatim di Surga seperti
ini”, Kemudian beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari
tengah seraya sedikit merenggangkannya. [HR. Bukhari]
SUBHANALLAH,
begitu teramat istimewanya mereka (anak-anak yatim) sehingga, amat
sangat disayangkan sekali sekiranya Ramadhan yang dipahami kemuliaan
dan keutamaannya, berlalu tanpa kebaikan untuk mereka. Anak-anak yatim,
merupakan amanah Allah SWT yang dititipkan kepada kita, mereka adalah
bagian dari potret hidup yang menggambarkan, bahwa sesungguhnya “sangat
tidak nyaman” ketika seorang anak tidak memiliki ayah sebagai
pelindung, memberinya makan dan pakaian, dan hal kebahagiaan yang
lainnya.
Mereka juga bagian dari ujian terhadap keimanan hamba,
mengingatkan akan pentingnya makna UKHUWWAH, TAKAFUL dan BERKASIH
SAYANG. Mereka lah sumber cahaya, yang dapat MELUNAKKAN HATI yang
keras, mengenyahkan sifat SIFAT BAKHIL/KIKIR terhadap harta, serta
menjadi sarana bagi dibukanya pintu-pintu rezeki.
Rasulullah SAW
mengatakan:
“Ada seorang laki-laki yang datang kepada nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam mengeluhkan
kekerasan hatinya. Nabi pun bertanya: sukakah kamu, jika hatimu menjadi
lunak dan kebutuhanmu terpenuhi? Kasihilah anak yatim, usaplah mukanya,
dan berilah makan dari makananmu, niscaya hatimu menjadi lunak dan
kebutuhanmu akan terpenuhi.” [HR Thabrani, Targhib]
Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Tidak
ada suatu hari pun ketika seorang hamba melewati paginya kecuali akan
turun dua malaikat. Lalu salah satunya berkata, “Ya Allah berikanlah
pengganti bagi siapa yang menafkahkan hartanya”, sedangkan yang satunya
lagi berkata, “Ya Allah berikanlah kehancuran (kebinasaan) kepada orang
yang menahan hartanya (bakhil).” [HR. Al-Bukhari no. 1442 & Muslim no.1016]
Sungguh
sangat beruntung, jika Ramadhan kali ini, dipenuhi dengan aktivitas
sosial guna menyayangi mereka dan mengajaknya bergembira di bulan penuh
mulia ini. Menyayangi mereka, bukan sekadar mengajaknya BERBUKA PUASA
namun harus lebih dari itu, memberikan sedekah dengan menyisihkan harta
untuk mereka bersekolah dan menyiapkan mereka bersuka cita di hari
kemenangan (’Idul Fitri) adalah bagian dari akhlak mulia kepadanya.
Kita sangat berharap, bahwasanya Ramadhan kali ini, yang bisa jadi
menjadi Ramadhan terakhir bagi kita, dapat diisi dengan prestasi amal
yang lebih banyak, dapat mensucikan harta yang dimiliki, sehingga
beroleh keberkahan dari apapun yang dimiliki.
Harta dengan
berbagai aksesorisnya adalah milik Allah SWT yang dititipkan sementara
kepada kita, tidak akan pernah kekal, bahkan bisa jadi akan habis dan
lenyap sama sekali. Harta yang bersih akan mendatangkan ketenangan,
keberkahan dalam hidup sekaligus menjadi penolak bala dan penyakit.
Namun sebaliknya, harta yang kotor, yang hanya ditumpuk karena takut
berkurang atau hilang, yang dibelanjakan hanya untuk diri dan
keluarganya, yang dipertontonkan kepada orang – hanya untuk mendapatkan
pujian, acapkali menjadi “sandungan” dan mengundang FITNAH dalam
hidup. Oleh karena seorang hamba akan mencapai hakikat KEBAIKAN dengan
SEDEKAH sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu
nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.” [Ali Imran: 92]
Dari Abu Hurairah RA, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda:
“Sedekah
itu tak akan mengurangi harta. Tidak ada orang yang memberi maaf kepada
orang lain, melainkan Allah akan menambah kemuliaannya. Dan tak ada
orang yang merendahkan diri karena Allah, melainkan Allah akan
mengangkat derajatnya.” [HR. Muslim no. 2588]
Mari kita
optimalkan Ramadhan dengan mengasihi dan menyayangi anak-anak yatim,
karena efek kebaikan dari optimalisasi amal di Bulan Ramadhan akan
terus dapat dilanjutkan pada bulan-bulan selanjutnya. Setelah Ramadhan
pun kita akan terus menerus ingat dengan anak-anak yatim, karena
sesungguhnya mereka pun memiliki hak untuk diperhatikan, bukan hanya di
bulan Muharram atau bulan Ramadhan saja.
Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar