Adalah seorang pengembara yang melakukan perjalanan yang sangat
jauh. Semua perbekalan sudah disiapkan : makanan, uang, pakaian, dan lain-lain.
Menurut perhitungan pengembara itu, semua perbekalan yang dibawa lebih
dari cukup hingga ia sampai ke tempat yang dituju.
Di tengah perjalanan, Sang Pengembara bertemu dengan seorang kakek
yang perpenampilan seperti pengemis. Lusuh, tua dan terlihat kurus.
Tiba-tiba kakek itu berkata, “Hai pemuda, nanti kau akan melewati
sebuah gua yang sangat gelap, hingga kau tak bisa melihat apapun.
Ambillah batu dari gua itu sebanyak-banyaknya”. Setelah itu kakek tua
langsung pergi, sedang Si Pengembara melanjutkan perjalanan dengan
kebingungan memikirkan perkataan Si Kakek.
“Siapa kakek itu tadi? Aneh. Untuk apa aku harus mengambil batu?
Menambahi beban perjalananku saja. Ah, mungkin kakek tadi kurang waras.
Sudahlah, lebih baik tidak usah terlalu kupikirkan“ begitu pikiran Si
Pengembara.
Ternyata benar, setelah beberapa lama berjalan, pengembara itu
menemukan sebuah gua yang harus ia lalui, tidak ada jalan lain.
Pengembara tadi mulai berjalan menyusuri gua yang sangat gelap itu
dengan meraba dinding gua. Di tengah gua, ia memikirkan omongan Si
Kakek tua yang ia temui beberapa waktu lalu.
“Ternyata benar kakek tadi, guanya gelap sekali. Dan di sini juga
banyak batu besar. Jangan-jangan omongan kakek tadi ada benarnya. Tapi
bawa batu sebesar ini untuk apa? Di perjalanan juga banyak. Jika ambil
batu ini, pasti semakin memberatkanku di perjalanan menyusuri gua. Ah,
untuk apa aku bingung memikirkan omongan yang belum tentu berguna,
bodohnya aku. Tapi, tidak ada salahnya juga aku cari batu kerikil yang
kecil, kan tidak memberatkan”
Tidak berapa lama ia meraba, akhirnya ia menemukan sebuah batu
kecil, kerikil. Dia langsung mengambil dan memasukkan ke dalam saku
bajunya. Perjalanan pun berlanjut hingga sang pengembara tadi berhasil
melewati gua. Langkah demi langkah terus dijalani untuk menempuh jarak
yang sangat jauh, dan bekal yang dibawa pun sedikit demi sedikit
berkurang. Hingga saat semua bekal yang dibawa sudah habis, ternyata
sang pengembara belum sampai juga ke tempat yang dituju.
Dengan sisa tenaga, pengembara itu terus berjalan. Namun apa boleh
buat, tenaganya terbatas. Akhirnya pengembara tadi tidak kuat dan
merebahkan tubuhnya di bawah sebuah pohon, lemas sekali rasanya. Dan
saat tidak sengaja ia membalikkan tubuhnya ke samping, ia merasa ada
yang mengganjal, sakit mengena tulang. Ia baru teringat dengan kerikil
yang dia ambil ketika di gua.
“Aduh, sakit sekali. Pasti kerikil yang aku ambil itu penyebabnya.
Benar kan, ternyata kerikil ini tidak berguna. Benar-benar bodoh aku
ini. Lebih baik aku buang saja.”
Kemudian pengembara tadi mengeluarkan kerikil yang ada di dalam
sakunya untuk di buang. Dan betapa terkejutnya ia, saat melihat cahaya
mengkilap terpancar dari batu itu ketika terkena pantulan sinar
matahari. Ternyata, kerikil itu adalah emas. Dan itu berarti, semua
batu yang ada di dalam gua yang dilewatinya tadi adalah emas.
“Ya Tuhan,,andaikan aku tadi mengambil batu yang banyak…” begitu batin Sang pengembara penuh penyesalan.
Cerita selesai, Apa ibrah atau hikmah dari cerita ini?
Terkadang manusia suka sekali meremehkan nasihat dari orang lain,
tidak menganggapnya penting atau berguna bagi kehidupannya saat ini.
Padahal, bisa jadi Allah ingin mengingatkan atau memberi kita petunjuk
melalui orang-orang yang kita kenal atau temui. Melalui nasihat-nasihat
kebaikan dari mereka, kita mungkin akan terhindar dari penyesalan di
masa yang akan datang.
Seperti kisah pengembara tadi, jika ia mendengarkan dan mengikuti
nasihat dari Si Kakek tua, ia seharusnya menyiapkan api atau sumber
cahaya ketika akan masuk ke dalam gua sehingga ia tidak perlu kesulitan
meraba menyusuri gua, dan ia pun bisa melihat bahwa di dalam gua itu
ada emas. Tapi si pengembara tidak percaya. Alhasil, dia menyesal, jika
saja waktu itu ia mempedulikan perkataan sang kakek.
Nah, tentu kita tidak ingin bukan masuk ke dalam barisan orang-orang
yang merugi, penuh penyesalan di masa yang akan datang? Maka dari itu,
Allah memerintahkan kita dalam Al Qur’an Surat Al Ashr untuk saling
menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.
Adakalanya nasihat-nasihat kebaikan itu tidak langsung terasa
manfaatnya saat ini. Tapi esok, kita pasti akan memahami. Teruslah
mencari dan memberi nasihat. Karena bisa jadi, nasihat itu yang akan
membimbing kita menuju kebahagiaan yang sejati.
“Agama adalah nasihat bagi Allah, bagi Rasul-Nya, untuk para pemimpin umat Islam dan untuk para orang awamnya.” ( H.R Bukhari)
0 komentar:
Posting Komentar