Orang Tuamu
Berapa lama kau tak bertanya apa kabar pada orangtuamu?
Malam
ini kau pulang sama larutnya seperti malam-malam kemarin. Terlalu larut
untuk bertanya kabar orangtuamu lewat telpon, terlalu larut untuk tak
merindukan mereka. Lalu kau hanya menghela nafas dan berjanji esok hari
akan bertanya apa kabar pada mereka.
Ah kau ini, berapa kali kau
berjanji untuk menjadi anak yang patuh pada orangtuamu? yang bahkan
bertanya kabar mereka saja kau tak sempat. Kau mungkin berpikir
mengurusi kegiatan dan amanahmu lebih penting dari bertanya basa-basi
pada orangtua. Lalu, taukah kau seberapa pentingnya kau bagi mereka?
Malam yang sunyi lalu mengantarkan kau pada lamunan tentang senyum orang tuamu. Bayangkanlah wajahnya yang teduh, ibu dan ayah. Bukankah semakin hari semakin banyak rambut yang memutih, semakin hari semakin banyak garis umur pada wajahnya.
Kau anaknya yang paling berharga, untukmulah semua apa yang ayah dan ibumu usahakan, segala usaha melebihi yang kau tau, segala doa yang terpanjat hanya untukmu anaknya yang paling berharga.
Malam yang sunyi lalu mengantarkan kau pada lamunan tentang senyum orang tuamu. Bayangkanlah wajahnya yang teduh, ibu dan ayah. Bukankah semakin hari semakin banyak rambut yang memutih, semakin hari semakin banyak garis umur pada wajahnya.
Kau anaknya yang paling berharga, untukmulah semua apa yang ayah dan ibumu usahakan, segala usaha melebihi yang kau tau, segala doa yang terpanjat hanya untukmu anaknya yang paling berharga.
Pada setiap cita-citamu teriring doa ayah dan ibu. Maka mulailah mengiringi mereka dengan bercerita pada mereka tentang cita-citamu. Toh ketika cita-citamu belum tercapai, setidaknya mereka akan tetap bangga memiliki kau yang berjuang.
Malam yang dingin ini, semoga menjadi saksi atas janjimu yang akan kau tunaikan esok hari.
0 komentar:
Posting Komentar