“Ilmu Mengenal Allah” Oleh KH.Abdullah Gymnastiar
Wahai Allah yang Maha Menatap,Berkahi majelis ini.
Jadikan majelis
ini, menjadi mejelis yang benar-benar Engkau Sukai. Jadikan pertemuan
ini (membuat) kami semakin mengenalMu, semakin yakin padaMu, semakin
bersungguh-sungguh padaMu. Wahai yang Maha Tahu semua ilmu, Karuniakan
kepada kami ilmu yang membuat hidup kami lurus di jalanMu. Ilmu yang
bisa menyampaikan kami (untuk) bisa bertemu denganMu. Kami berlindung
kepadaMu dari ilmu amal yang tiada Engkau Sukai. Engkaulah pemilik
kebenaran, Ya Allah. Engkaulah pemilik hati kami, Engkaulah yang Kuasa
Menghujamkan hati siapapun yang Engkau Kehendaki. Engkaulah yang
Melindungi dari setiap ilmu, amal yang tiada Engkau sukai. Cukuplah
Engkau bagi kami. Hasbunallah wa ni'mal wakil, ni'mal maula wa ni'man
nashir. Amin ya Allah ya Rabbal ‘alamin.
Apakah Allah sedang memperhatikan kita?
Pasti… Apakah Allah
sedang Menyaksikan pertemuan ini? Wallahu kabirun bima ta malun, “Dan
Allah Maha Mengetahui apapun yang kamu lakukan”. Apakah Allah sedang
mendengarkan setiap yang terucap? Pasti. Allah sami’un alim. “Allah Maha
Mendengar dan Maha Tahu”. Apakah Allah jauh atau dekat? Wahuwa ma akum
ainama kuntum. “Dan dia bersamamu di manapun kamu berada”. Laisa
kamislihi syai'un. “Tetapi Allah tidak menyerupai dan tidak diserupai
apapun”. Siapa yang mengurus diri kita setiap saat kalau bukan Allah?
Kita tidak tahu apa-apa tentang tubuh kita ini. Apakah Allah Tahu apapun
yang kita lakukan? Apakah Allah Menyaksikan ketika kita berbuat
maksiat? Jawab… Kenapa belum diazab? Padahal dosa kita banyak… Allah
Maha Pengampun, Maha Sabar, Maha Penyantun. Malah dituntun kita (supaya)
bisa berkumpul di tempat ini. Apakah Allah Tahu setiap ongkos yang
dikeluarkan (untuk) datang ke sini? Kira-kira diganti tidak oleh Allah?
Yang Ngongkosin juga Allah. Ngarep-ngarep ganti (tersenyum). Seperti
umroh, Allah Yang Ngongkosin, malah minta ganti. Diongkosin aja udah
untung.
Sholat Khusyuk? Kenali Allah
Nah saudaraku sekalian, Man yuridillahu bihi khairan yufaqqihu fiddiin. “Barangsiapa yang dikehendaki Allah kebaikan padanya, Allah akan Memberikan kepahaman di hatinya terhadap agama”. Jadi kalau Allah suka kepada seorang hamba, maka Allah akan membuat hamba ini paham terhadap agama. Dan di antara kepahaman terhadap agama, ada kepahaman yang paling besar, ilmu yang paling agung, kepahaman yang paling utama, kepahaman yang paling hebat, kepahaman yang paling besar adalah kepahaman tentang Allah. Itulah yang termahal. Itulah pondasi. Orang yang paling beruntung adalah orang yang oleh Allah dibuat dirinya kenal kepada Allah, Pencipta alam semesta. Semua ilmu yang lain kalau tumbuh di atas pondasi kenal Allah, yakin Allah, sekecil apapun ilmu (jadi) manfaat. Tapi sehebat apapun ilmu (tapi) tidak kenal Allah, itu ilmu bisa merobohkan dirinya.
Amal sesederhana apapun, asal niatnya benar lillahi ta’ala, di jalan Allah, jadi.
Amal sehebat apapun, kalau tidak kenal Allah, tidak jadi. Islam
tegak dalam rukun Islam. Yang pertama Syahadat: Asyhadu anlaa Ilaaha
Illallaah “Saya bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah.” Bagaimana mau
bersaksi bisa bagus kalau (ke) Allahnya tidak kenal? Kita kenal uang,
kita kenal harta, kita kenal gelar, kita kenal pujian, penghormatan.
Bagaimana semua ini tidak jadi Tuhan (uang, pujian, dll)? Kalau tidak
kenal Allah. Jadi walaupun kita syahadat, tapi belum kenal Allah,
(artinya) masih menuhankan. Kita menuhankan uang, menuhankan penampilan,
menuhankan pujian. Di sininya (Aa menunjuk ke hati) Tuhannya masih
belum Allah walaupun di sininya (Aa menunjuk ke mulut), Asyhadu anlaa
Ilaaha Illallaah. (Itu) baru di sini (Aa menunjuk ke mulut), belum di
sini (Aa menunjuk ke hati). Karena ini (Aa menunjuk ke hati) harus kenal
kepada Allah. Sholat khusyuk. Apakah kita sudah pernah khusyuk dalam
hidup? Jawab… seriiing. Kita ini sering khusyuk di hadapan calon mertua,
sampe gini (Aa menyontohkan sikap menunduk sambil angguk-angguk). Di
hadapan atasan, khusyuk… Mau pinjam uang, khusyuk… Khusyuk tuh bukan hal
yang susah. Khsuyuk itu bukan hal yang jauh, khusyuk itu bukan hal yang
rumit. Sodara ini (sambil menunjuk para jamaah) juga sedang khsuyuk.
Beberapa khusyuk sekali, saya lihat. Jadi khusyuk itu sebenarnya bukan
hal yang aneh bagi kita. Tapi kenapa waktu sholat tidak khusyuk? Kenapa?
Karena belum kenal Allah… Kenal dengan manusia (yang) galak saja,
khusyuk. Atasan yang galak saja kita khusyuk, takut berbuat kesalahan,
karena kita tahu sanksi. Mau melamar anaknya, kita khusyuk, saat bertemu
dengan calon mertua karena kita kenal syareatnya (yang) menentukan jadi
tidaknya (lamaran diterima atau ditolak) adalah calon mertua. Waktu
pinjem uang, khusyuk, karena dia (peminjam uang) yang bisa memenuhi
(peminjaman). Bagaimana mungkin tidak khusyuk bagi yang kenal Allah?
Jangankan sedang sholat, sedang tidak sholat juga khusyuk. Tiap saat
merasa dilihat Allah, pasti jaga diri, nih. Tiap saat merasa didengar
Allah, nggak sembarang bicara. Tiap saat merasa tahu Allah Mengetahui
isi hatinya, susah. Allah Tahu rahasia, tidak bisa main-main. Jadi kalau
ada yang bertanya, “Bagaimana supaya sholat saya bisa khusyuk?” Kenali
Allah! Yakin ke Allah! Khusyuk itu akan datang dengan sendirinya.
Walaupun kita tahu teori khsuyuk tapi (ke) Allahnya tidak kenal, tetep…
susah… Paling berusaha khusyuk, harusnya khusyuk tuh datang sendiri.
Iya, kan?! Apakah sodara di depan calon mertua berusaha khusyuk atau
khusyuk sendiri? Jawab… khusyuk dengan sendirinya, kan? Kalau kita di
depan orang yang kita segani, kita hormati, itu tidak diusahakan
penghormatan itu, lahir dari diri. Khusyuk tuh begitu, lahir dengan
sendirinya.
Kenal Allah, Nggak Ngarep sama Orang
Rukun iman, iman yang pertama: beriman kepda Allah. Bagaimana (mau) iman ke Allahnya tidak dikenal. “Kamu percaya sama Cep Iman?” “Percaya. Orangnya susah dibangunkan, pelit.” Dia percaya karena dia kenal. Tapi Allah tidak dikenal oleh dirinya, imannya sampe di mulut, tidak sampai di sini (Aa menunjuk ke hati). Nah… ikhlas. Syarat amal diterima, apa? Ikhlas dan sesuai tuntunan Rosul. Bagaimana bisa ikhlas, Allahnya juga tidak dikenal. Sebetulnya ikhlas tuh jadi dengan sendirinya. Makin kenal ke Allah, makin ikhlas. Orang yang sudah kenal ke Allah, nggak nafsu sama penilaian orang. Karena semangatnya sama penilaian Allah. Mau apa kita centil pengen dinilai orang? Orang yang kenal Allah tahu bahwa kemuliaan itu kalau Allah ridho, bukan orang (yang) ridho. Orang mau lihat, orang nggak lihat, nggak apa-apa, Allah kan Lihat. Orang tahu, orang nggak tahu, nggak ada urusan. Allah kan Tahu. Orang mau muji, mau nggak muji, monggo… itu kan urusan bibir sampeyan. Yang penting Allah suka, beres. Puji, caci, nggak ngefek. Yang ngefek tuh pujian Allah dan cacian Allah. Bagi orang yang kenal bahwa nikmat itu hanya datang dari Allah, mau ngapain ngarep-ngarep sama orang? Benar?
Mau tahu rahasia sabar?
Kenal Allah, Nggak Ngarep sama Orang
Rukun iman, iman yang pertama: beriman kepda Allah. Bagaimana (mau) iman ke Allahnya tidak dikenal. “Kamu percaya sama Cep Iman?” “Percaya. Orangnya susah dibangunkan, pelit.” Dia percaya karena dia kenal. Tapi Allah tidak dikenal oleh dirinya, imannya sampe di mulut, tidak sampai di sini (Aa menunjuk ke hati). Nah… ikhlas. Syarat amal diterima, apa? Ikhlas dan sesuai tuntunan Rosul. Bagaimana bisa ikhlas, Allahnya juga tidak dikenal. Sebetulnya ikhlas tuh jadi dengan sendirinya. Makin kenal ke Allah, makin ikhlas. Orang yang sudah kenal ke Allah, nggak nafsu sama penilaian orang. Karena semangatnya sama penilaian Allah. Mau apa kita centil pengen dinilai orang? Orang yang kenal Allah tahu bahwa kemuliaan itu kalau Allah ridho, bukan orang (yang) ridho. Orang mau lihat, orang nggak lihat, nggak apa-apa, Allah kan Lihat. Orang tahu, orang nggak tahu, nggak ada urusan. Allah kan Tahu. Orang mau muji, mau nggak muji, monggo… itu kan urusan bibir sampeyan. Yang penting Allah suka, beres. Puji, caci, nggak ngefek. Yang ngefek tuh pujian Allah dan cacian Allah. Bagi orang yang kenal bahwa nikmat itu hanya datang dari Allah, mau ngapain ngarep-ngarep sama orang? Benar?
Mau tahu rahasia sabar?
Sabar tuh tergantung kenal ke Allah. Kalau orang kenal ke Allah, Allah
itu Maha Baik, Allah memberikan ujian itu udah dihitung, udah sempurna,
enggak mungkin kita ngadat. Contohnya, pas ruangan gelap, ada yang
mukul. “Heh, siapa, nih?” Pas lampu dinyalakan, yang mukul itu ternyata
ulama yang baik, yang sayang, yang ngedidik, yang ngajar, yang ngasih
rejeki ke dia. “Wah, Kiyai! Masya Allah, nggak papa, Kiayi.” Ketika kita
tahu ternyata yang mukul itu adalah orang yang sangat sayang ke kita,
yang baik, yang terbukti pengorbanannya, marah tidak? Tidaaak… Sekarang
kita tahu (kalau) ujian yang menimpa itu dengan ijin Allah, Yang Maha
Baik. Yang tiap saat berbuat baik kepada kita. Gimana kita bisa
mengeluh, hah? Gimana kita bisa cerita penderitaan ke orang lain. Mau
apa? Kan tidak sopan sekali. “Saya menderita…”
Jadi sabar tuh langsung jadi, tuh.
Jadi sabar tuh langsung jadi, tuh.
Makin kenal ke Allah, ini tahu nih bahwa cobaan yang
menimpa, ijin dari Allah, bukan?? Ma ashoba mim musibatin ila bi
iznillah. Ijin Allah, nih. Sudah dikukur belum yang menimpa kita?
Sudaaah… sudah pasti. Allah Maha Adil, selalu menempatkan sesuatu sesuai
pada tempatnya. Allah Maha Baik. Dari dulu juga kita ngoco tetep
dibaikin, masa’ kita mau ngaduin penderitaan kita ke orang? Cari apa?
Nggak puas ya dengan perbuatan Allah? Kurang mantep, apa? Nggak mungkin
orang yang kenal Allah, ngadu-ngadu ke orang. Telepon-telepon sana-sini.
“Tolonglah saya, saya menderita. Saya sendiri.” Kata malaikat, “Gimana
sendiri? Kurang iman.” Tiap hari ditemenin malaikat, tiap hari Wahuwa
Ma'akum Ainama kuntum, “Dan Allah bersamamu di manapun kamu berada.”
Kapan kita sendiri? Nggak pernah sendiri! Nggak mungkin (ada) keluh
kesah. Orang keluh kesah, ngobral penderitaan, pasti belum serius ke
Allah. Orang (yang) kenal Allah, pasti nerima. Ridho. Nggak akan jelek
perbuatan Allah. Sesakit apapun, seperih apapun, udah dihitung (oleh
Allah). Benar nggak? Kita kan sudah sering mengalami kepahitan, ya?
Wajah-wajah yang hadir ini kan wajah-wajah penuh masalah. Iya kan?
(Jamaah tertawa). “Iyah, A’, makanya kami ke sini juga.” Kalo
(masalahnya) udah selesai mah biasanya nggak ngaji (ke Masjid Istiqlal)
lagi. Makanya masalah (ada) terus. Allah juga Tahu, kalau kita dikasih
kelapangan, banyak lupanya. Benar? Hutang lunas, tahajjud lunas. Makanya
hutang terus. Yang nagihnya baik, (kita) kurang doanya. Yang nagihnya
serem, baru ngedoa. Makanya, preman-preman tuh serem-serem. Supaya kuat
kita wiridnya, berlindung ke Allahnya. Masya Allah…
Jadi semua akhlak yang baik itu akan keluar dengan sendirinya, berbarengan dengan tingkat yakin ke Allah. Orang nahan mulut, susah, kecuali Tahu bahwa Allah Mendengarkan setiap perkataan dan tiap kata bakal kembali ke kita. Udah, cuma itu yang membuat kita bisa bungkem, ya? “Kenapa kamu kok jarang ngomong?” “Ini, ini dicatet terus nih oleh malaikat. Udah lama saya hidup, ngomong terus. Udah, mulai sekarang saya tidak akan banyak ngomong. Buat apa banyak ngomong. Cari penyakit, tahu.” Stop, ya.
Bukti Iman sama Allah
Kalo orang sudah yakin rejeki datang dari Allah, perlu licik, tidak? Jawab… Perlu korupsi? Kenapa orang korupsi? Pasti kurang iman! Ya? “Tapi dia haji terus”. Iya tapi haji hasil korupsi. Dia umroh, dia sedekah, nggak ada apa-apanya. Bukti iman mah bukan haji umrohnya saja. Bukti iman, cari rejekinya halal! “Tapi gimana, A’, nyari yang haram aja susah, apalagi yang halal…” (Aa menggeleng-gelengkan kepalanya). Berguru dong sama binatang. Binatang tidak ada yang korupsi, lempeng-lempeng aja (hidupnya) iya, kan? Berguru dengan bayi. Bayi tidak punya ilmu, tidak punya pengalaman, nggak korupsi. Masa’ nambah, ilmu, nambah pinter, nambah korupsi? Kurang iman. Kalo sebuah negara banyak korupsinya, jangan lihat dari sholatnya, shaumnya, hajinya. Lihat dari kejujurannya. Kalau banyak korupsinya, berarti kurang benar tauhiid-nya.
Orang yang yakin rejeki dari Allah, ngapain licik?
Jadi semua akhlak yang baik itu akan keluar dengan sendirinya, berbarengan dengan tingkat yakin ke Allah. Orang nahan mulut, susah, kecuali Tahu bahwa Allah Mendengarkan setiap perkataan dan tiap kata bakal kembali ke kita. Udah, cuma itu yang membuat kita bisa bungkem, ya? “Kenapa kamu kok jarang ngomong?” “Ini, ini dicatet terus nih oleh malaikat. Udah lama saya hidup, ngomong terus. Udah, mulai sekarang saya tidak akan banyak ngomong. Buat apa banyak ngomong. Cari penyakit, tahu.” Stop, ya.
Bukti Iman sama Allah
Kalo orang sudah yakin rejeki datang dari Allah, perlu licik, tidak? Jawab… Perlu korupsi? Kenapa orang korupsi? Pasti kurang iman! Ya? “Tapi dia haji terus”. Iya tapi haji hasil korupsi. Dia umroh, dia sedekah, nggak ada apa-apanya. Bukti iman mah bukan haji umrohnya saja. Bukti iman, cari rejekinya halal! “Tapi gimana, A’, nyari yang haram aja susah, apalagi yang halal…” (Aa menggeleng-gelengkan kepalanya). Berguru dong sama binatang. Binatang tidak ada yang korupsi, lempeng-lempeng aja (hidupnya) iya, kan? Berguru dengan bayi. Bayi tidak punya ilmu, tidak punya pengalaman, nggak korupsi. Masa’ nambah, ilmu, nambah pinter, nambah korupsi? Kurang iman. Kalo sebuah negara banyak korupsinya, jangan lihat dari sholatnya, shaumnya, hajinya. Lihat dari kejujurannya. Kalau banyak korupsinya, berarti kurang benar tauhiid-nya.
Orang yang yakin rejeki dari Allah, ngapain licik?
Allah (yang) Nyuruh jujur,
Allah yang Ngebagi rejeki. Ya, sekali-sekali (rejekinya) ditahan
gapapa. Ya? Jangan meng-aduh-aduh. Nggak akan menghasilkan uang dengan
aduh-aduhan. “Wah, berat, A’”. “Umur berapa?” “53 tahun”. 53 tahun makan
terus, minum terus, berpakaian terus, masih berat juga? Kurang apa?
Kurang ajar kita ini… Kurang syukur… “Tapi sekarang banyak saingan, A’?”
Memang kenapa (dengan) saingan? Saingan kita kan ciptaan Allah.
Makhluk-makhluk Allah. Persaingan itu nggak mempengaruhi ketentuan Allah
buat kita. Yang sebelah dagang, lihat, manusia bukan? Kalo manusia mah,
sama-sama bikinan Allah, tuh. “Tapi saingan saya, di sebelah saya nih,
monyet” (Jamaah tertawa) Sama! Bikinan Allah. Udah, nggak papa. Allah
Maha Kaya. Tidak habis rejekinya gara-gara saingan. Iya kan? Benar?
Perlu kita dengki sama saingan kita? Nggak ada kerjaan! Biarin Allah
Ngasih sama dia. Ngapain kita yang jengkel? Coba, kalau kita jengkel,
Allah Ngasih rejeki sama yang di sebelah kita, hari ini dia lebih banyak
(keuntungannya) dan kita jengkel. Jadi rejeki tidak? (Malah) jadi dosa.
Allah Tahu kita jengkel, jadi ditambahin lagi dua kali lipat
(keuntungan saingan kita). Langsung stroke kita, ya? (Jamaah tertawa).
Nih, untuk yang nyari jodoh.
Nih, untuk yang nyari jodoh.
Walaupun persaingan ketat. Misalkan satu akhwat
disukai oleh lima ikhwan. Tenaaang… Yang Ngatur jodoh itu? Allah… “Tapi
saya kurang keren, A’”. Justru itu makanya Allah enggak dipilih sodara.
Ya? (Jamaah tertawa). Tenanglah… “Hidung saya pesek, A’.” yang empat
mancung-mancung, saya yang paling pesek. Memangnya Allah terikat panjang
pendek hidung sodara? Kalau Allah mau kasih jodoh, siapa tahu hidung
pesek itu yang paling seksi. Ya? Itu duniawi lah. “Tapi saya di-PHK”.
Trus gimana? Emang kalau sodara di-PHK, Allah jadi pelit? Sodara pernah
mendengar, “Sebuah perusahaan mem-PHK 10 ribu karyawannya. Dan seminggu
kemudian, 10 ribu orang meninggal dunia berikut keluarga dan
anak-anaknya.” Pernah denger kayak gitu? Pernah denger gara-gara di-PHK,
pada meninggal gitu sekampung. Pernah? Enggak… Coba pikir. PHK itu kan
cuma jadi salah satu episode aja. Berapa banyak yang di-PHK sekarang
(hidupnya) bahagia? Karena bisa jadi pengusaha. Jadi direktur utama,
yang asalnya karyawan, langsung jadi direktur merangkap karyawan inti.
Ya? Karena dia satu-satunya yang jualan ketroprak. Nggak apa-apa. Rejeki
dari Allah mah dari mana saja. Benar? “Iya, saya sudah tiga tahun
di-PHK, sampai sekarang masih hidup juga, ya?” Tahu kenapa sodara hidup?
Karena belum waktunya mati! (Jamaah tertawa). “Tapi (rejeki) saya
seret, A’”. seret-seret juga (tetep) makan. Deketin Allah, nanti
dikasih. Ya?
Jadi, ilmu yang paling utama, paling agung, paling penting adalah, ilmu mengenal Allah. Repotnya, kita tuh nggak ada waktu (untuk) kenal sama Allah. Kita ke Allah itu sisa. Nyebut nama Allah, sisa ngobrol. Wirid tuh kan sisa ngobrol. Ada nyebut nama Allah, istighfar, kombinasi dengan marah. Ada nyebut nama Allah, akting. Termasuk muadzin, belum tentu inget ke Allah. Mulut sih nyebut ke Allah, tapi hati belum tentu ke Allah. Hati ke calon mertua, bisa… Apalagi yang calon isterinya mendengar (suara adzannya), tergetar pasti dia hatinya. Kalo saingannya mendengar, “Rasain lo, pasti beda kan kelembutan (suara adzannya).” (Jamaah tertawa). Tidak mudah… Kalau belum mengenal ke Allah, walaupun mulut nyebut ke Allah, hati mah ngelantur saja. Benar? Harus asli. Kita kurang mengeluarkan waktu, tenaga, pikiran, biaya, untuk dekat dengan Allah. Baru dekat dengan itu saja, tetek bengek manusia yang pasti mati, abis-abisan (pengorbanannya). Iya? Untuk mendekati manusia aja, kita… waduh! Padahal yang didekati pasti mati. Kenapa kita tidak mau mendekati Allah. Saya denger kalau orang sedang cinta, “Walau gunung kan ku daki. Lautan ku sebrangi. Kalau kuburan tetap dijauhi. Ya?” (Jamaah tertawa). Kenapa orang abis-abisan ngedeketin orang? Tapi nggak abis-abisan ngedeketin Allah yang Maha Dekat? Padahal mendekati Allah jauh lebih mudah daripada mendekati orang. Kenapa kita mendekati Allah lebih mudah? Karena Allahnya sendiri sudah dekat. Wanahnu akrobu Ilaihi min hablil warid. “Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” Allah yang Menciptakan kita, Allah yang Ngurus kita, Allah yang Tahu keadaan kita, Allah yang Memiliki kita, siapa yang lebih serius mengurus kita? Allah. Kenapa kita ingin lebih dekat dengan manusia daripada dekat dengan yang menciptakan kita? “Ya, Allah Maha Dekat, tapi kenapa nggak berasa?” Ya itu masalahnya!
Satu, kalo ingin dekat dengan Allah, harus ada di hati ini.
Jadi, ilmu yang paling utama, paling agung, paling penting adalah, ilmu mengenal Allah. Repotnya, kita tuh nggak ada waktu (untuk) kenal sama Allah. Kita ke Allah itu sisa. Nyebut nama Allah, sisa ngobrol. Wirid tuh kan sisa ngobrol. Ada nyebut nama Allah, istighfar, kombinasi dengan marah. Ada nyebut nama Allah, akting. Termasuk muadzin, belum tentu inget ke Allah. Mulut sih nyebut ke Allah, tapi hati belum tentu ke Allah. Hati ke calon mertua, bisa… Apalagi yang calon isterinya mendengar (suara adzannya), tergetar pasti dia hatinya. Kalo saingannya mendengar, “Rasain lo, pasti beda kan kelembutan (suara adzannya).” (Jamaah tertawa). Tidak mudah… Kalau belum mengenal ke Allah, walaupun mulut nyebut ke Allah, hati mah ngelantur saja. Benar? Harus asli. Kita kurang mengeluarkan waktu, tenaga, pikiran, biaya, untuk dekat dengan Allah. Baru dekat dengan itu saja, tetek bengek manusia yang pasti mati, abis-abisan (pengorbanannya). Iya? Untuk mendekati manusia aja, kita… waduh! Padahal yang didekati pasti mati. Kenapa kita tidak mau mendekati Allah. Saya denger kalau orang sedang cinta, “Walau gunung kan ku daki. Lautan ku sebrangi. Kalau kuburan tetap dijauhi. Ya?” (Jamaah tertawa). Kenapa orang abis-abisan ngedeketin orang? Tapi nggak abis-abisan ngedeketin Allah yang Maha Dekat? Padahal mendekati Allah jauh lebih mudah daripada mendekati orang. Kenapa kita mendekati Allah lebih mudah? Karena Allahnya sendiri sudah dekat. Wanahnu akrobu Ilaihi min hablil warid. “Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” Allah yang Menciptakan kita, Allah yang Ngurus kita, Allah yang Tahu keadaan kita, Allah yang Memiliki kita, siapa yang lebih serius mengurus kita? Allah. Kenapa kita ingin lebih dekat dengan manusia daripada dekat dengan yang menciptakan kita? “Ya, Allah Maha Dekat, tapi kenapa nggak berasa?” Ya itu masalahnya!
Satu, kalo ingin dekat dengan Allah, harus ada di hati ini.
“Ya Allah… saya ngaku selama ini saya belum kenal padaMu. Hah…
baru denger-denger aja tentang Engkau, tapi hati sering ragu, seakan
Engkau ini enggak ada. Engkau Tahulah kelakuan saya, ya Allah… Lebih
banyak lupanya daripada ingatnya. Bahkan sholat juga tidak inget padaMu.
Ya Allah… saya ingin kenal padaMu.” Bicara aja kayak gitu, pake bahasa
Indonesia, Allah Ngerti, tidak? Yang nyiptakan bahasa Indonesia juga
Allah. Nah, orang Indonesia aja nggak tahu kenapa dirinya ada di
Indonesia, iya kan? Pake bahasa Indonesia juga nggak papa. Tapi yang
penting asli dari sini (Aa menunjuk ke hati). Nggak usah diberi tahu
siapa-siapa. “Keluargaku, mulai hari ini papa ingin dekat dengan Allah.”
Nggak usah. Di kantor juga, “Saya mohon maaf kepada karyawan lainnya,
saya bertekad menjadi orang yang dekat dengan Allah. Ini bukan
main-main, nih.” (Aa dengan mimik muka serius yang membuat jamaah
tertawa). Kenapa harus pengumuman? Di mobil juga ditulis, “Jauhi saya,
saya sedang mendekat kepada Allah.” (Jamaah tertawa). Nggak guna. Urusan
pribadi, urusan rahasia, urusan lubuk hati yang paling dalam, bicara
saja ke Allah. Ampuni saya, belum kenal padaMu.
Dua: Cari ilmunya.
Dua: Cari ilmunya.
Kalo mau cari ilmunya, minta ke Allah. Ya Allah… beri saya
guru, beri saya ilmu, orang-orang yang mengenalMu, orang-orang yang
yakin padaMu, yang cinta padaMu. Minta… karena ada di antara hamba-hamba
Allah yang memang oleh Allah Diberikan ilmu tentang mengenal Allah. Dan
dia kenal. Tingkatannya macem-macem. Tapi ketemu dengan yang tingkatan
rendah juga udah enak bagi kita. Karena ilmu ini ilmu keyakinan.
Keyakinan itu tidak bisa disampaikan kecuali oleh yang yakin. Iya kan?
Masih inget teori supir? Lagi nyetir, “Tunggu dulu, tunggu dulu. Saya
kayaknya pernah ke sini. Belok kiri atau kanan, ya? Kayaknya ke kanan,
tapi ada kemungkinan ke kiri, nih.” Sodara bahagia tidak (kalau jadi
salah satu penumpangnya)? Tegang? Dan jurang ternyata di depannya, tuh.
(Jamaah tertawa). “Bang, kenapa ini kok jalannya ke jalan sempit?”
“Nggak papa, saya tahu ini.” “Tapi ini kan dua arah. Gimana?” “Insya
Allah searah. Nggak ada yang dari depan.” “Kok yakin banget, sih?” “Saya
sehari tiga kali lewat jalan ini. Tenang aja, Pak” “Ini agak cepat
begini jalannya, nggak papa?” “Nggak papa, Pak, jalan ini nggak ada
gangnya. Sepi.” Mantep aja jawabannya juga, karena udah yakin.
Rajin Shaum dan Ngaji, Belum Tentu Dekat Allah
Demikian pula orang yang kenal ke Allah. Kalo kenal, itu bicaranya bukan dari mulut saja. Raut muka, wajah, jadi sekujur tubuhnya, tuh. Dan ini menular. Tadi ada seorang guru nanya, “A’, gimana nih. Murid-murid suka nanya: Pak guru, Allah tuh siapa? Allah tuh di mana? Allah tuh gimana? Gimana A’ cara menjelaskannya?” Nggak bisa dijelaskan, Pak! Bapak belajar tentang Allah, Bapak pahami, nanti keluar sendiri kata-kata (jawabannya). Gimana kita bisa menjelaskan sesuatu yang kita sendiri tidak jelas? Kan ada anak yang suka nanya, “Mak, Mak, Allah di mana?” Dasar ibu sok tahu, “Allah di mana-mana.” Kata siapa? “Ya Allah… saya belum kenal padamu. Ditanya gitu aja, bingung. Bagaimana saya bisa meyakinkan anak sedangkan saya saja bingung?” Jadi kalo ada anak yang nanya kayak gitu, Allah tuh nyindir. Bahwa ibunya, gurunya, kurang ilmu. Allah kan tahu, kita nggak kenal sama dia. Digerakkan saja oleh Allah cucunya, “Nenek… Nenek kan seragam pengajiannya banyak, Allah di mana, Nek?” “Ssst… diam kamu. Rahasia” Nenek bingung. Allah tahu si nenek bingung. (Jamaah tertawa)
Hayo! Kalau ditanya gitu, (jawabannya) “Sebentar ya, nak, cucu.
Rajin Shaum dan Ngaji, Belum Tentu Dekat Allah
Demikian pula orang yang kenal ke Allah. Kalo kenal, itu bicaranya bukan dari mulut saja. Raut muka, wajah, jadi sekujur tubuhnya, tuh. Dan ini menular. Tadi ada seorang guru nanya, “A’, gimana nih. Murid-murid suka nanya: Pak guru, Allah tuh siapa? Allah tuh di mana? Allah tuh gimana? Gimana A’ cara menjelaskannya?” Nggak bisa dijelaskan, Pak! Bapak belajar tentang Allah, Bapak pahami, nanti keluar sendiri kata-kata (jawabannya). Gimana kita bisa menjelaskan sesuatu yang kita sendiri tidak jelas? Kan ada anak yang suka nanya, “Mak, Mak, Allah di mana?” Dasar ibu sok tahu, “Allah di mana-mana.” Kata siapa? “Ya Allah… saya belum kenal padamu. Ditanya gitu aja, bingung. Bagaimana saya bisa meyakinkan anak sedangkan saya saja bingung?” Jadi kalo ada anak yang nanya kayak gitu, Allah tuh nyindir. Bahwa ibunya, gurunya, kurang ilmu. Allah kan tahu, kita nggak kenal sama dia. Digerakkan saja oleh Allah cucunya, “Nenek… Nenek kan seragam pengajiannya banyak, Allah di mana, Nek?” “Ssst… diam kamu. Rahasia” Nenek bingung. Allah tahu si nenek bingung. (Jamaah tertawa)
Hayo! Kalau ditanya gitu, (jawabannya) “Sebentar ya, nak, cucu.
Ambil air wudhu dulu.” Tobat. Ampuuun ya
Allah, jangan disindir begini. Sejujurnya saya belum kenal pada Allah.
Walaupun saya ngaji seminggu tiga kali atau sehari tiga kali,” Nggak
bisa nyari Allah karena hatinya tidak dekat dengan Allah. Apa sodara
pikir Allah bisa dibohongi dengan kita rajin pengajian. Enggak! Walaupun
rajin baca Al Qur’an, belum tentu dekat dengan Allah. Karena Allah Tahu
niat dia baca Qur’an ini apa. Mungkin karena malu karena sudah tua tapi
masih Iqro 2. Ini namanya Qur’an malu. (Jamaah tertawa). Ada yang
pengen jadi hafiz, ada yang karena nggak enak, ada yang karena
iming-iming hadiah dari orang tuanya kalau khatam. Tapi kalo yang
ikhlas, “Dek, kenapa Ade menghapal Al Qur’an?” “Saya sih niatnya semoga
tiap huruf yang saya baca, saya bisa makin dekat dengan Allah. Jadi
saya baca yang banyak, supaya saya makin dekat dengan Allah.” “Pengen
hafal, nggak?” “Ah… itu mah belakangan lah. Yang paling penting saya
makin sering baca Qur’an, makin dekat dengan Allah. Asal Allah ridho ke
saya, itu udah cukup. Kalo nanti pantes saya dijadikan penghapal Qur’an,
Alhamdulillah. Tapi yang penting mah Allah ridho, dan Allah pasti
dengar omongan ini.” Gitu…
Apa sodara pikir, yang shaum Senin-Kamis bisa dekat dengan Allah?
Apa sodara pikir, yang shaum Senin-Kamis bisa dekat dengan Allah?
Belum tentu! Karena Allah Tahu dia
hampir ba’da Maghrib naik timbangan. “Halah! Nggak turun-turun! (berat
badannya).” (Jamaah tertawa). Jadi Allah tahu persis memang Senin-Kamis
tuh lebih kuat ke timbangan badan daripada timbangan amal. Hayo,
periksa! Cari ilmu, minta guru ke Allah. Mau beli buku, doa! “Wahai
Allah yang Maha Tahu penulis setiap buku, Engkau Tahu setiap buku,
setiap penulisnya, Engkau Tahu niatnya menulis, Engkau Tahu apa yang
ditulisnya benar atau tidak, Engkau Tahu isi hatinya, Engkau Tahu yang
menulisnya mengamalkan atau tidak. Ya Allah… berikan saya bacaan yang
bisa membuat saya kenal padaMu. Wahai yang Maha Tahu segala rahasia.”
Jangan dulu beli buku sebelum tahu siapa Pemiliknya. Apalagi kalau masuk
(mendatangi) ke pameran buku kan banyak. Tidak semua buku harus kita
baca karena kita punya prioritas. Allah tahu apa yang paling kita
perlukan. Ya kan? Benar? Juga kalau lagi ngaji gini jangan diem aja.
Sodara tolong nih yang ceramah, “Ya Allah… kasihanilah orang yang
bersorban itu. Dari tadi ngomong terus.” Terserah sodara ya redaksinya
(omongan dalam doa), tapi jangan main-main. (jamaah tertawa). “Tolonglah
Ya Allah, supaya perkataannya benar-benar aman, benar. Tolonglah ya
Allah jauhkan dari perkataan yang sesat dan menyesatkan.” Itu kan
didengar (sama Allah). Mungkin dalam bicara ini ada timbul niat yang
salah, kena doa sodara, jadi tobat. Mau berbicara yang tidak perlu, ada
yang doa di pojok sana diem-diem, jadi pertolongan Allah. Kan cepat doa
didengar oleh Allah. Benar?
Asal Allah Suka, Segalanya akan Dicukupi
Cari temen-temen orang yang kenal ke Allah. Mau tahu ciri orang yang kenal ke Allah? Mau tahu, tidak? (Yaitu) Sedikit bicaranya. Kalo yang tukang ngobrol dan banyak komentar, banyak celetak-celetuk, ketawanya terbahak-bahak, tukang ngomongin orang (Aa langsung menggelengkan kepalanya sambil menggerakkan tangannya tanda tidak). Orang yang kenal ke Allah, bicaranya terjaga, jauh dari sia-sia, dan auranya enak. Ketemunya tuh enak karena hatinya tuh selalu sibuk dengan kekurangan dirinya. Kalo orang yang disukai Allah, dibuka hatinya tuh tahu dengan kekurangan dirinya. “Saya ini kotor, saya ini bodoh, saya ini lemah, saya ini banyak dosa, saya nggak punya apa-apa.” Ke dalem ini (Aa menunjuk ke hatinya) oleh Allah Dibuka, jadi susah sombongnya. Tapi ke orang lain, dibuka kebaikannya. Jadinya merunduk, cari yang seperti itu.
Ibu-ibu, kalo ada calon menantu yang kenal kepada Allah,
Asal Allah Suka, Segalanya akan Dicukupi
Cari temen-temen orang yang kenal ke Allah. Mau tahu ciri orang yang kenal ke Allah? Mau tahu, tidak? (Yaitu) Sedikit bicaranya. Kalo yang tukang ngobrol dan banyak komentar, banyak celetak-celetuk, ketawanya terbahak-bahak, tukang ngomongin orang (Aa langsung menggelengkan kepalanya sambil menggerakkan tangannya tanda tidak). Orang yang kenal ke Allah, bicaranya terjaga, jauh dari sia-sia, dan auranya enak. Ketemunya tuh enak karena hatinya tuh selalu sibuk dengan kekurangan dirinya. Kalo orang yang disukai Allah, dibuka hatinya tuh tahu dengan kekurangan dirinya. “Saya ini kotor, saya ini bodoh, saya ini lemah, saya ini banyak dosa, saya nggak punya apa-apa.” Ke dalem ini (Aa menunjuk ke hatinya) oleh Allah Dibuka, jadi susah sombongnya. Tapi ke orang lain, dibuka kebaikannya. Jadinya merunduk, cari yang seperti itu.
Ibu-ibu, kalo ada calon menantu yang kenal kepada Allah,
Kelihatan dari akhlaknya, dari auranya juga udah enak… bicara dan
sikapnya terjaga. Walaupun belum punya mobil, belum punya kendaraan atau
belum punya kedudukan, jabatan, terima aja, Bu. Karena kalo orang
disukai Allah, nanti pada waktunya nanti akan dicukupi. Karyawan, bos,
persoanalia, jangan ngukur (calon karyawan) dari pinternya aja.
Pinter-pinter, nanti Bapak ditipu. Ya? (Jamaah tertawa). Kalo orang
takut ke Allah, nanti dia akan jadi pinter. Insya Allah. Cari
temen-temen yang selalu mengutamakan Allah. Punya temen kaya, punya
sodara kaya, itu jadi rajin silaturahmi. Apalagi denger-denger, dia baru
pulang dari Makkah. Benerkah ingin lihat dia atau lihat korma? Atau
lihat sajadah? Intinya (Aa menunjuk ke hati) harus diperiksa.
0 komentar:
Posting Komentar