Menikmati Kegagalan
Mengalami kegagalan ibarat
mengunyah brotowali, pahit rasanya dan sangat tidak enak. Ini sekadar
ilustrasi betapa kegagalan sangat tidak diinginkan setiap orang. Apa
lagi jika kita sudah mengerahkan usaha secara maksimal. Faktor
keberhasilan juga telah dipenuhi. Tapi, hasilnya ternyata jauh dari yang
diharapkan. Karena itu, wajar jika orang merasa frustasi bila nasib ini
menimpanya. Kegagalan memang takdir yang tak dapat diubah. Namun,
frustasi bukan jawaban tepat karena tak dapat mengubah keadaan.
Kegagalan adalah keniscayaan tapi bangkit dan berusaha lagi adalah
pilihan. Inilah yang membedakan antara pemenang dan pecundang.
Pada saat kritis seperti itu, optimisme tak boleh mati. Keimanan terhadap takdir tak boleh goyah. Keyakinan ini membawa harapan bahwa Allah selalu memberi kemenangan dan jalan keluar. Faiina maal usri yusra, setiap kesulitan membawa kemudahan. Oleh karena itu doa yang mengalir dari lisan Rasulullah SAW adalah harapan,
“Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku. Sungguh, mereka hanyalah orang-orang yang tidak tahu.”
Kisah ini mengajarkan bahwa, pantang menyerah adalah ciri orang yang sukses. Semangat ini selalu membuka jalan untuk tetap berkarya. Kegagalan dimaknai sebagai waktu untuk rehat dan beristirahat sejenak. Jadi, gagal bukanlah akhir segalanya. Al Haitsam telah membuktikannya, beliau berhasil menyusun 100 penelitian ilmiah dalam berbagai topik di bidang fisika dan matematika.
Tidak banyak orang yang tahu bahwa beliau pernah mengalami masa sulit dan kegagalan. Salah satunya, kegagalan dalam dunia politik praktis. Akhirnya beliau mentalak dunia politik dan kembali ber-tafaqquh fiddin. Dalam masa penyepiannya ini beliau menulis kitab Al Mukaddimah. Sebuah buku yang menjadi dasar ilmu sosiologi. Karya ini membuat namanya tetap dikenang hingga kini.
Kegagalan adalah saat yang tepat untuk muhasabah dan mengevaluasi. Apakah kita memang mengambil jalan yang tepat? Apakah cara tersebut benar dan tepat? Ini juga merupakan saat yang pas untuk mengenali potensi kita yang terpendam. Bisa jadi kelebihan itu tidak terlihat karena kita terlalu fokus pada hal-hal lain. Kenalilah diri sendiri dan fokuslah pada kelebihan itu.
Kegagalan ini mengguyurkan kesedihan bagi shahabat. Namun memberikan pelajaran yang amat berharga bagi kaum muslimin tentang pentingnya taat kepada pemimpin, tentang mengorbankan ego pribadi demi maslahat jama’i. Dan, membuktikan bahwa menuruti kenginan pribadi di atas kepentingan bersama harus ditebus dengan harga mahal. Selain itu, para shahabat belajar untuk tidak melibatkan orang munafik dalam peperangan. Keberadaan orang munafik seperti kata pepatah, ‘duri dalam daging’, gerakannya merusak bagian di sekelilingnya. Karena itulah Rasulullah SAW selalu menahan keinginan orang munafik untuk ikut dalam ekspedisi peperangan, seperti pada perang khaibar. Setelah itu, tidak pernah terdengar bahwa kaum muslimin mengalami kegagalan yang serupa.
Seperti itulah tipikal orang-orang sukses. Proses menuju keberhasilan begitu beriku dan unik. Mereka memaknai Kegagalan sebagai satu bagian dari rangkaian proses keberhasilan. Kegagalan adalah bahan evalauasi. Hasilnya ialah ilmu dan pengalaman. Seorang muslim boleh gagal karena gagal adalah guru yang paling berharga. Kemenangan memberi kebagiaan sedangkan proses membawa ilmu dan pengalaman yang berguna bagi dirinya dan orang lain. Jangan takut gagal. Temukan faktor dan sebab kegagalan itu lalu perbaikilah. Tetaplah menjadi mukmin yang kuat yang tidak tersandung oleh batu yang sama. Rasulullah saw bersabda,
“Seorang mukmin tidak jatuh dua kali ke satu lubang (yang sama).” (HR. Bukhari)
Barang kali inilah jawaban kenapa ada dua orang yang sama-sama gagal, tapi akhirnya bernasib berbeda. Orang yang sukses belajar dari kegagalannya. Tidak menyalahkan orang lain. Dan mencari faktor kegagalan kemudian memperbaikinya. Mereka tidak mau berlama-lama ‘menikmati’ kekalahan. Mereka berusaha mengambil pelajaran yang kemudian menjadi pengalaman yang berharga.
Semoga kita termasuk kelompok tersebut. Amin. (by. arrisalah)
Tak Ada Kambing Hitam
Semua
orang pernah mengalami kegagalan dengan bentuk dan kadar yang
berbeda-beda. Agar lebih baik, tetaplah berhusnudzan, berfikir positif
bahwa itu hanyalah tapak awal menuju kemenangan. Rasulullah SAW pernah
mengalami saat terberat dalam hidupnya ketika berdakwah kepada orang
Thaif. Beliau sangat berharap mereka memeluk Islam. Namun, tak ada satu
orang pun yang menerima. Ajakan ramah beliau dijawab dengan cercaan dan
siksaan. Bayangkan seorang Rasul yang mulia diusir keluar kampung dengan
dihina. Beliau terus dilempari batu dan kerikil sepanjang perjalanan 3
mil. Kaki beliau berdarah-darah. Tak terhitung pula luka Zaid bin
Haritsah yang pasang badan melindungi beliau. Namun yang paling
menyakitkan bagi Beliau ialah jawaban ketua kaum, “Apakah Allah tidak
menemukan orang lain sehingga terpaksa mengangkatmu sebagai Rasul?”Pada saat kritis seperti itu, optimisme tak boleh mati. Keimanan terhadap takdir tak boleh goyah. Keyakinan ini membawa harapan bahwa Allah selalu memberi kemenangan dan jalan keluar. Faiina maal usri yusra, setiap kesulitan membawa kemudahan. Oleh karena itu doa yang mengalir dari lisan Rasulullah SAW adalah harapan,
“Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku. Sungguh, mereka hanyalah orang-orang yang tidak tahu.”
Celah Itu Tetap Ada
Sejarah
Islam pernah menorehkan prestasi hebat lewat seorang ilmuwan yang
bernama Hassan bin Al Haitsam. Beliau adalah ilmuwan muslim pertama
menggunakan pendekatan modern dalam studinya, yaitu berdasarkan
pengumpulan data melalui pemantauan dan pengukuran, yang diikuti oleh
tahap formulasi dan pengujian hipotesa guna menjelaskan data yang
didapat. Beliau menemukan teori tentang cahaya alami dan refleksi.
Beliau juga mengembangkan teori yang yang disebut sebagai mekanisme
benda angkasa yang menjelaskan orbit planet. Bukti penelitian Al Haitsam
di bidang astronomi masih dapat ditemukan di musium Iskandariyah hingga
saat ini. Di balik semua kisah hebat itu Beliau tetap manusia dan
pernah terpuruk dalam kegagalan. Bahkan beliau sempat dipenjara dan
dikucilkan antara tahun 1011 dan 1021, setelah gagal menyelesaikan tugas
yang diberikan oleh khalifah yang memintanya menyelesaikan masalah
tentang pengaturan banjir sungai Nil. Dia baru dibebaskan karena
khalifah yang menghukumnya meninggal dunia.Kisah ini mengajarkan bahwa, pantang menyerah adalah ciri orang yang sukses. Semangat ini selalu membuka jalan untuk tetap berkarya. Kegagalan dimaknai sebagai waktu untuk rehat dan beristirahat sejenak. Jadi, gagal bukanlah akhir segalanya. Al Haitsam telah membuktikannya, beliau berhasil menyusun 100 penelitian ilmiah dalam berbagai topik di bidang fisika dan matematika.
Anda Luar Biasa!
Siapa
yang tidak mengenal Ibnu Khaldun? Dunia mendaulatnya sebagai Bapak
Sosiologi Islam. Sebagai salah seorang ilmuwan hebat yang buah pikirnya
amat berpengaruh. Tidak hanya dikagumi di kalangan ulama muslim tapi
sederet ilmuwan barat kagum kepadanya. Buah karyanya, Kitab Al
Mukaddimah, hingga kini dijadikan referensi oleh para sarjana ilmu
sosial di seluruh dunia.Tidak banyak orang yang tahu bahwa beliau pernah mengalami masa sulit dan kegagalan. Salah satunya, kegagalan dalam dunia politik praktis. Akhirnya beliau mentalak dunia politik dan kembali ber-tafaqquh fiddin. Dalam masa penyepiannya ini beliau menulis kitab Al Mukaddimah. Sebuah buku yang menjadi dasar ilmu sosiologi. Karya ini membuat namanya tetap dikenang hingga kini.
Kegagalan adalah saat yang tepat untuk muhasabah dan mengevaluasi. Apakah kita memang mengambil jalan yang tepat? Apakah cara tersebut benar dan tepat? Ini juga merupakan saat yang pas untuk mengenali potensi kita yang terpendam. Bisa jadi kelebihan itu tidak terlihat karena kita terlalu fokus pada hal-hal lain. Kenalilah diri sendiri dan fokuslah pada kelebihan itu.
Guru paling ampuh
Satu kisah
kegagalan yang sangat telak terjadi pada perang Uhud. Tujuh puluh
shahabat tewas dalam peperangan ini dan ratusan lainnnya terluka. Bahkan
Pipi Rasulullah SAW tertembus besi hingga melukai gerahamnya. Kegagalan
ini diakibatkan karena pasukan pemanah meninggalkan posnya di atas
bukit. Selain itu, 300 tentara meninggalkan medan perang akibat
provokasi orang munafik.Kegagalan ini mengguyurkan kesedihan bagi shahabat. Namun memberikan pelajaran yang amat berharga bagi kaum muslimin tentang pentingnya taat kepada pemimpin, tentang mengorbankan ego pribadi demi maslahat jama’i. Dan, membuktikan bahwa menuruti kenginan pribadi di atas kepentingan bersama harus ditebus dengan harga mahal. Selain itu, para shahabat belajar untuk tidak melibatkan orang munafik dalam peperangan. Keberadaan orang munafik seperti kata pepatah, ‘duri dalam daging’, gerakannya merusak bagian di sekelilingnya. Karena itulah Rasulullah SAW selalu menahan keinginan orang munafik untuk ikut dalam ekspedisi peperangan, seperti pada perang khaibar. Setelah itu, tidak pernah terdengar bahwa kaum muslimin mengalami kegagalan yang serupa.
Seperti itulah tipikal orang-orang sukses. Proses menuju keberhasilan begitu beriku dan unik. Mereka memaknai Kegagalan sebagai satu bagian dari rangkaian proses keberhasilan. Kegagalan adalah bahan evalauasi. Hasilnya ialah ilmu dan pengalaman. Seorang muslim boleh gagal karena gagal adalah guru yang paling berharga. Kemenangan memberi kebagiaan sedangkan proses membawa ilmu dan pengalaman yang berguna bagi dirinya dan orang lain. Jangan takut gagal. Temukan faktor dan sebab kegagalan itu lalu perbaikilah. Tetaplah menjadi mukmin yang kuat yang tidak tersandung oleh batu yang sama. Rasulullah saw bersabda,
“Seorang mukmin tidak jatuh dua kali ke satu lubang (yang sama).” (HR. Bukhari)
Barang kali inilah jawaban kenapa ada dua orang yang sama-sama gagal, tapi akhirnya bernasib berbeda. Orang yang sukses belajar dari kegagalannya. Tidak menyalahkan orang lain. Dan mencari faktor kegagalan kemudian memperbaikinya. Mereka tidak mau berlama-lama ‘menikmati’ kekalahan. Mereka berusaha mengambil pelajaran yang kemudian menjadi pengalaman yang berharga.
Semoga kita termasuk kelompok tersebut. Amin. (by. arrisalah)
0 komentar:
Posting Komentar