Rasulullah SAW, Teladan Jiwa Yang Cerdas
Sebagai khalifah-Nya di bumi, Allah telah melengkapi manusia dengan
tujuh potensi: Jisim atau tubuh [QS Al Baqarah (2):247], aqal atau
pikiran [QS Al An'am (6):32], lubb atau mental [QS Ali 'Imran (3):190],
qolb atau emosi [QS Al Qashash (10);28], fu’ad atau ruhani [QS As
Sajdah (32):9], nafs atau jiwa [QS Al Baqarah (2):48], dan Ruh [QS As
Sajdah (32):9].
Interaksi antarketujuh potensi manusia inilah yang melahirkan
(emerge) kecerdasan jiwa. Apakah jiwa itu? Kamus Encarta
mendifinisikannya secara sempit. Yaitu “studi ilmiah tentang keadaan
(state) pikiran (mind) dan perilaku manusia (human).
Sedangkan Alquran menjelaskan makna jiwa dengan substansi yang luas
dan strategis. Yaitu sosok non fisik dalam diri manusia, yang memutuskan
dan bertanggung jawab terhadap semua yang dilakukannya di dunia.
Seperti penjelasan Alquran tentang fungsi-fungsi jiwa manusia berikut ini:
“Tiap-tiap Jiwa bertanggung jawab terhadap apa yang telah diperbuatnya” [QS AlMudatsir (74):38].
“Maka tiap-tiap Jiwa akan mengetahui apa yang telah dikerjakan dan diabaikannya” [QS Al Infithar (82):5].
“Pada hari ini tiap-tiap Jiwa diberi balasan dengan apa diusahakannya...” [QS Al Mu’min (40):17].
Alquran selanjutnya menjelaskan adanya tujuh tingkat kualitas jiwa.
Maka seseorang yang memilki jiwa yang cerdas adalah orang yang mampu
meningkatkan kualitas jiwanya, mulai dari kualitas jiwa terendah, hingga
mencapai kualitas jiwa tertinggi, dengan tahapan-tahapan sebagai
berikut.
Pertama, jiwa yang selalu mengajak pada kemungkaran (Al-nafs
al-ammarah). Yaitu jiwa yang membuat manusia terjerumus dalam
kemungkaran. Allah berfirman: “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari
kesalahan), karena sesungguhnya jiwa (yang sudah dikuasai oleh nafsu)
selalu menyuruh kepada kejahatan...” [QS Yusuf (12):53].
Hawa nafsu adalah pintu masuk godaan syaitan, lalu keduanya menyatu
menjadi kesombongan diri. Karena itu mengalahkan hawa nafsu, godaan
syaitan dan kesombongan diri adalah langkah cerdas jiwa, dalam menjauhi
kualitas jiwa pertama untuk mencapai kualitas jiwa kedua.
Kedua, jiwa yang banyak menyesal (Al-nafs al-lawwamah). Yaitu jiwa
yang selalu menyesali perbuatannya. Baik takala lupa sehingga ia berbuat
kemungkaran, maupun saat terlambat mengerjakan kebajikan. Allah
berfirman: “Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali dirinya...
Bahkan manusia itu hendak membuat maksiat terus menerus” [QS Al
Qiyamah (75):2 dan 5].
Jiwa yang banyak menyesal adalah jiwa orang yang hidup dalam
kontradiksi: melakukan kemungkaran dan kebajikan. Maka meninggalkan
semua kemungkaran dan mengerjakan sebanyak-banyak kebajikan adalah
langkah cerdas jiwa, untuk mencapai kualitas jiwa ketiga.
Ketiga, jiwa yang suci (A-nafs al-muzkiyah). Yaitu jiwa yang sudah
membersihkan diri dari hawa nafsu, godaan syaitan dan arogansi diri.
Sehingga ia terhindar dari semua perbuatan mungkar hingga ia tidak
menyesal lagi. Allah berfirman: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwanya, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”
[QS Asy Syams (91):9-10].
Jiwa yang suci adalah jiwa yang sudah meninggalkan semua kemungkaran
dan mengerjakan sebanyak-banyak kebajikan dengan keikhlasan. Karena itu
mensucikan jiwa karena Allah adalah langkah cerdas jiwa untuk mencapai
kualitas jiwa keempat.
Keempat, jiwa yang tenang (Al-nafs al-mutmainnah). Yaitu jiwa yang
sudah tenteram. Karena ia sudah meninggalkan semua kemungkaran dan
menjalani hidup sesuai petunjuk Allah. Allah berfirman: ”Hai jiwa yang
tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang redha lagi
diredhai-Nya [QS Al Fajr (89):27-28].
Jiwa yang tenang adalah jiwa yang sudah mendapat nikmat Allah. Berupa
hidayah jalan yang lurus. Maka menjaga diri hingga selalu berada pada
jalan lurus adalah langkah cerdas jiwa menuju kualitas jiwa kelima.
Kelima, jiwa yang redha (Al-nafs radhiyah). Yaitu jiwa yang tenang karena selalu mencari dan berpegang pada Kebenaran.
"Allah berfirman: "Ini adalah hari di mana orang-orang yang selalu
berpegang pada Kebenaran itu diberikan manfaat oleh Kebenaran mereka.
Bagi mereka adalah surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka
kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah meredhai dan merekapun redha
kepada-Nya. Itulah keberuntungan yang paling besar". QS Al Maidah
(5):119.
Maka mencapai jiwa yang tenang, berpegang pada Kebenaran, dan redha
kepada Allah adalah langkah cerdas jiwa untuk mencapai kualitas jiwa
keenam.
Keenam, jiwa yang diredhai (al-nafs al-mardhiyah). Yaitu jiwa yang
tenang, berpegang pada Kebenaran, redha dan diredhai Allah, dan hidup
penuh ketaqwaan, yang surga balasannya sudah dipastikan: Adn.
Allah berfirman: “Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga
'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya
selama-lamanya. Allah redha terhadap mereka dan merekapun redha kepada
Allah. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut
(bertaqwa) kepada Tuhannya” [QS Al Bayyinah (98):8].
Maka upaya mencapai jiwa yang selalu diredhai Allah adalah langkah cerdas jiwa untuk mencapai kualitas jiwa sempurna.
Ketujuh, jiwa yang sempurna (Al-nafs al-kamilah). Yaitu jiwa yang
telah menempati posisi tertinggi dalam ketaqwaan. Ketaqwaan untuk diri,
dan teladan bagi orang lain. Karena itu, dikatakan bahwa Al-nafs
al-kamilah adalah tingkat jiwa yang hanya mampu dicapai oleh Insan
Kamil, yaitu Rasulullah SAW.
Maka, marilah kita meneladani Rasulullah dalam pendakian jiwa yang
cerdas. Allah berfirman: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu. Yaitu bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat serta berdzikir yang banyak”
[QS Al Ahzab (33):21].
Allahu a’lamu bishshawab.
0 komentar:
Posting Komentar