Jumat, 18 Maret 2016

Kalimat Istighfar

Dua Kalimat Sehati

“Maka barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya.” (QS. Al-Maidah: 39).


Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan bahwa sebagian ulama berpendapat jika istighfar disebutkan terpisah dari taubat, maka makna istighfar serupa makna taubat, bahkan merupakan taubat itu sendiri. Dalam istigfar kita diajak meminta ampunan dari Allah sehingga dosa menjadi dihapuskan Allah, hilang segala dampak dosanya dan dijaga Allah dari berbagai keburukan, dosa dan maksiat.

Ini berbeda dengan pandnagan sebagian orang yang menyatakan ampunan adalah tertutupnya dosa kita. Karena Allah menutupi dosa orang yang memohon ampun kepada-Nya dan yang tidak memohon ampun kepada-Nya. Sungguh ditutupinya dosa adalah konsekuensi dari diampuninya dosa atau sebagian dari konsekuensinya. Sekarang tanyakan dalam diri Anda, sudah beristigfar hari ini? Ustadz Saifudin Hakim menambahkan, jika taubat dan istighfar disebutkan secara bersamaan. Ini sesuai firman Allah, “Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubat kepada-Nya.” (QS. Huud: 3).

Sebagian ulama berpendapat istighfar adalah bertaubat dari dosa-dosa yang sudah terjadi pada masa lalu dan masa kini. Sedangkan taubat adalah istighfar dari dosa yang mungkin akan terjadi setelah dosa tersebut benar-benar terjadi. Untuk itu, makna ayat menjadi bertaubatlah kepada Rabb kalian atas dosa-dosa yang telah kalian lakukan dan bertaubatlah kepada-Nya dari dosa-dosa yang akan kalian lakukan. Kata “kemudian” dalam ayat di atas zahirnya menunjukkan waktu yang akan datang. 

Dalam membahas istigfar, kita akan menemukan banyak sekali keutamaan yang luar biasa.

Pertama, Istighfar membuat kita diampuni dan dihapuskan dosanya oleh Allah SWT. “Setiap anak cucu Adam pasti pernah berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah ialah orang yang banyak bertaubat.(HR. At-Tirmidzi) Ketika bermaksiat, manusia sedang menzalimi dirinya sebagaimana dahulu nabiyullah Adam as berbuat zalim dengan melanggar perintah Allah mengenai buah yang diharam untuk dimakannya. Dampaknya, Allah menurunkan Adam dan Hawa ke bumi sebagai ujian agar keduanya bertaubat kepada Allah. 

Tidak sedikit ayat yang berkaitan mengenai istigfar, sehingga menyebabkan seorang Rasulullah SAW yang sudah menyandang predikat terbebas dari dosa tetap istigfar minimal 100 kali setiap harinya. Sang Nabi mulia mencontohkan umatnya untuk memohon ampun kepada Allah sebab potensi dosa dan maksiat tersaji di hadapannya setiap harinya. “Dan, barangsiapa mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian dia memohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An Nisaa: 110) 

Kedua, istighfar dapat melapangkan rizki seorang hamba. Rizki di sini tak hanya dimaknai harta semata, melainkan berbagai kenikmatan Allah lainnya seperti kesehatan, pendidikan dan waktu luang. Pengertian rezeki harus dimaknai secara uas sebagai sesuatu yang diberikan Allah kepada hambanya yang terbaik. “Beristighfarlah kepada Tuhanmu sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun  niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan(pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai”. (QS. Nuh :10-12)

Ketika diejek kaumnya karena membangun kapal besar dalam usaha menghindari adzab Allah, Nuh selalu berusaha istigfar, memohon ampunan Allah atas segala dosa diri dan kaumnya. Nuh mencegah datangnya adzab Allah dan memohon rezeki agar dapat diselamatkan dari adzab banjir besar. Nuh menyadarkan kita, manusia kekinian agar menghindari maksiat yang menghalangi seorang manusia mendapatkan kelancaran rezeki dan nikmat Allah. Serupa itu, Sulaiman memperbanyak istigfar, bertaubat kepada Allah atas kezaliman Ratu Negeri Saba yang syirik kepada Allah. 

Ketiga, istighfar menghindarkan hamba dari siksa Allah dan musibahnya. Istighfar dapat melapangkan dada atau hati seorang hamba sebab mengakui betapa lemah dirinya di hadapan Allah. Jika sudah pasrah kepada Allah, maka hati terasa sesak jika berbuat maksiat dan dosa. Seorang yang mengakui secara lapang dada atas segala dosanya sangat malu jika masih saja bertaubat setengah hati. 

Taubat setengah hati bagaikan sebuah kalimat bijak, “Istigfar di pagi hari, bertaubatan nasuha. Di sore hari sibuk bermaksiat dan melupakan Allah” Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun” (QS Al Anfal: 33)


0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution