1. Keikhlasan hadir bila Anda takut akan popularitas
Imam Ibnu Syihab Az-Zuhri berkata, “Sedikit sekali kita melihat orang yang tidak menyukai kedudukan dan jabatan. Seseorang bisa menahan diri dari makanan, minuman, dan harta, namun ia tidak sanggup menahan diri dari iming-iming kedudukan. Bahkan, ia tidak segan-segan merebutnya meskipun harus menjegal kawan atau lawan.” Karena itu tak heran jika para ulama salaf banyak menulis buku tentang larangan mencintai popularitas, jabatan, dan riya.
Fudhail
bin Iyadh berkata, “Jika Anda mampu untuk tidak dikenal oleh orang lain,
maka laksanakanlah. Anda tidak merugi sekiranya Anda tidak terkenal.
Anda juga tidak merugi sekiranya Anda tidak disanjung orang lain.
Demikian pula, janganlah gusar jika Anda menjadi orang yang tercela di
mata manusia, tetapi menjadi manusia terpuji dan terhormat di sisi
Allah.”
Meski demikian, ucapan para ulama tersebut bukan menyeru agar kita mengasingkan diri dari khalayak ramai (uzlah). Ucapan itu adalah peringatan agar dalam mengarungi kehidupan kita tidak terjebak pada jerat hawa nafsu ingin mendapat pujian manusia. Apalagi, para nabi dan orang-orang saleh adalah orang-orang yang popular. Yang dilarang adalah meminta nama kita dipopulerkan, meminta jabatan, dan sikap rakus pada kedudukan. Jika tanpa ambisi dan tanpa meminta kita menjadi dikenal orang, itu tidak mengapa. Meskipun itu bisa menjadi malapetaka bagi orang yang lemah dan tidak siap menghadapinya.
Meski demikian, ucapan para ulama tersebut bukan menyeru agar kita mengasingkan diri dari khalayak ramai (uzlah). Ucapan itu adalah peringatan agar dalam mengarungi kehidupan kita tidak terjebak pada jerat hawa nafsu ingin mendapat pujian manusia. Apalagi, para nabi dan orang-orang saleh adalah orang-orang yang popular. Yang dilarang adalah meminta nama kita dipopulerkan, meminta jabatan, dan sikap rakus pada kedudukan. Jika tanpa ambisi dan tanpa meminta kita menjadi dikenal orang, itu tidak mengapa. Meskipun itu bisa menjadi malapetaka bagi orang yang lemah dan tidak siap menghadapinya.
2. Ikhlas ada saat Anda mengakui bahwa diri Anda punya banyak kekurangan
Orang yang
ikhlas selalu merasa dirinya memiliki banyak kekurangan. Ia merasa
belum maksimal dalam menjalankan segala kewajiban yang dibebankan Allah
swt. Karena itu ia tidak pernah merasa ujub dengan setiap kebaikan yang
dikerjakannya. Sebaliknya, ia cemasi apa-apa yang dilakukannya tidak
diterima Allah swt. karena itu ia kerap menangis.
Aisyah r.a. pernah bertanya kepada Rasulullah saw. tentang maksud firman Allah:
“Dan orang-ornag yang mengeluarkan rezeki yang dikaruniai kepada mereka, sedang hati mereka takut bahwa mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.
” Apakah mereka itu orang-orang yang mencuri, orang-orang yang berzina, dan para peminum minuman keras, sedang mereka takut akan siksa dan murka Allah ‘Azza wa jalla?
Rasulullah saw. menjawab,
“Dan orang-ornag yang mengeluarkan rezeki yang dikaruniai kepada mereka, sedang hati mereka takut bahwa mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.
” Apakah mereka itu orang-orang yang mencuri, orang-orang yang berzina, dan para peminum minuman keras, sedang mereka takut akan siksa dan murka Allah ‘Azza wa jalla?
Rasulullah saw. menjawab,
“Bukan,
wahai Putri Abu Bakar. Mereka itu adalah orang-orang yang rajin shalat,
berpuasa, dan sering bersedekah, sementera mereka khawatir amal mereka
tidak diterima. Mereka bergegas dalam menjalankan kebaikan dan mereka
orang-orang yang berlomba.” (Ahmad).
3. Keikhlasan hadir ketika Anda lebih cenderung untuk menyembunyikan amal kebajikan
Orang yang
tulus adalah orang yang tidak ingin amal perbuatannya diketahui orang
lain. Ibarat pohon, mereka lebih senang menjadi akar yang tertutup tanah
tapi menghidupi keseluruhan pohon. Ibarat rumah, mereka pondasi yang
berkalang tanah namun menopang keseluruhan bangunan.
Suatu hari Umar bin Khaththab pergi ke Masjid Nabawi. Ia mendapati Mu’adz sedang menangis di dekat makam Rasulullah saw. Umar menegurnya,
“Mengapa kau menangis?”
Mu’adz menjawab,
Suatu hari Umar bin Khaththab pergi ke Masjid Nabawi. Ia mendapati Mu’adz sedang menangis di dekat makam Rasulullah saw. Umar menegurnya,
“Mengapa kau menangis?”
Mu’adz menjawab,
“Aku telah mendengar hadits dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda,
"Riya sekalipun hanya sedikit, ia termasuk syirik. Dan barang siapa memusuhi kekasih-kekasih Allah maka ia telah menyatakan perang terhadap Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang baik, takwa, serta tidak dikenal. Sekalipun mereka tidak ada, mereka tidak hilang dan sekalipun mereka ada, mereka tidak dikenal. Hati mereka bagaikan pelita yang menerangi petunjuk. Mereka keluar dari segala tempat yang gelap gulita.”" (Ibnu Majah dan Baihaqi)
"Riya sekalipun hanya sedikit, ia termasuk syirik. Dan barang siapa memusuhi kekasih-kekasih Allah maka ia telah menyatakan perang terhadap Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang baik, takwa, serta tidak dikenal. Sekalipun mereka tidak ada, mereka tidak hilang dan sekalipun mereka ada, mereka tidak dikenal. Hati mereka bagaikan pelita yang menerangi petunjuk. Mereka keluar dari segala tempat yang gelap gulita.”" (Ibnu Majah dan Baihaqi)
4. Ikhlas ada saat Anda tak masalah ditempatkan sebagai pemimpin atau prajurit
Rasulullah saw. melukiskan tipe orang seperti ini dengan berkataan,
“Beruntunglah seorang hamba yang memegang tali kendali kudanya di jalan Allah sementara kepala dan tumitnya berdebu. Apabila ia bertugas menjaga benteng pertahanan, ia benar-benar menjaganya. Dan jika ia bertugas sebagai pemberi minuman, ia benar-benar melaksanakannya.”
Itulah yang terjadi pada diri Khalid bin Walid saat Khalifah Umar bin Khaththab memberhentikannya dari jabatan panglima perang. Khalid tidak kecewa apalagi sakit hati. Sebab, ia berjuang bukan untuk Umar, bukan pula untuk komandan barunya Abu Ubaidah. Khalid berjuang untuk mendapat ridha Allah swt.
“Beruntunglah seorang hamba yang memegang tali kendali kudanya di jalan Allah sementara kepala dan tumitnya berdebu. Apabila ia bertugas menjaga benteng pertahanan, ia benar-benar menjaganya. Dan jika ia bertugas sebagai pemberi minuman, ia benar-benar melaksanakannya.”
Itulah yang terjadi pada diri Khalid bin Walid saat Khalifah Umar bin Khaththab memberhentikannya dari jabatan panglima perang. Khalid tidak kecewa apalagi sakit hati. Sebab, ia berjuang bukan untuk Umar, bukan pula untuk komandan barunya Abu Ubaidah. Khalid berjuang untuk mendapat ridha Allah swt.
5. Keikhalasan ada ketika Anda mengutamakan keridhaan Allah daripada keridhaan manusia
Tidak
sedikit manusia hidup di bawah bayang-bayang orang lain. Bila orang itu
menuntun pada keridhaan Allah, sungguh kita sangat beruntung. Tapi tak
jarang orang itu memakai kekuasaannya untuk memaksa kita bermaksiat
kepada Allah swt. Di sinilah keikhlasan kita diuji. Memilih keridhaan
Allah swt. atau keridhaan manusia yang mendominasi diri kita? Pilihan
kita seharusnya seperti pilihan Masyithoh si tukang sisir anak Fir’aun.
Ia lebih memilih keridhaan Allah daripada harus menyembah Fir’aun.
6. Ikhlas ada saat Anda cinta dan marah karena Allah
Adalah
ikhlas saat Anda menyatakan cinta dan benci, memberi atau menolak,
ridha dan marah kepada seseorang atau sesuatu karena kecintaan Anda
kepada Allah dan keinginan membela agamaNya, bukan untuk kepentingan
pribadi Anda. Sebaliknya, Allah swt. mencela orang yang berbuat
kebalikan dari itu. “Dan di antara mereka ada orang yang mencela tentang
(pembagian) zakat. Jika mereka diberi sebagian daripadanya, mereka
bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi sebagian daripadanya,
dengan serta merta mereka menjadi marah.” (At-Taubah: 58)
7. Keikhlasan hadir saat Anda sabar terhadap panjangnya jalan
Keikhlasan
Anda akan diuji oleh waktu. Sepanjang hidup Anda adalah ujian.
Ketegaran Anda untuk menegakkan kalimatNya di muka bumi meski tahu
jalannya sangat jauh, sementara hasilnya belum pasti dan kesulitan sudah
di depan mata, amat sangat diuji. Hanya orang-orang yang mengharap
keridhaan Allah yang bisa tegar menempuh jalan panjang itu. Seperti Nabi
Nuh a.s. yang giat tanpa lelah selama 950 tahun berdakwah. Seperti Umar
bin Khaththab yang berkata, “Jika ada seribu mujahid berjuang di medan
juang, aku satu di antaranya. Jika ada seratus mujahid berjuang di medan
juang, aku satu di antaranya. Jika ada sepuluh mujahid berjuang di
medan juang, aku satu di antaranya. Jika ada satu mujahid berjuang di
medan juang, itulah aku!”
8. Ikhlas ada saat Anda merasa gembira jika kawan Anda memiliki kelebihan
Yang
paling sulit adalah menerima orang lain memiliki kelebihan yang tidak
kita miliki. Apalagi orang itu junior kita. Hasad. Itulah sifat yang
menutup keikhlasan hadir di relung hati kita. Hanya orang yang ada sifat
ikhlas dalam dirinya yang mau memberi kesempatan kepada orang yang
mempunyai kemampuan yang memadai untuk mengambil bagian dari tanggung
jawab yang dipikulnya. Tanpa beban ia mempersilakan orang yang lebih
baik dari dirinya untuk tampil menggantikan dirinya. Tak ada rasa iri.
Tak ada rasa dendam. Jika seorang leader, orang seperti ini tidak
segan-segan membagi tugas kepada siapapun yang dianggap punya kemampuan.
SUDAHKAH KITA IKHLAS..., HANYA ALLAH SAJA YANG TAHU
0 komentar:
Posting Komentar