Antara Petunjuk (Kebenaran dan Tawakkal)
Allaah berfirman:
فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّكَ عَلَى الْحَقِّ الْمُبِينِ
Sebab itu bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya kamu berada di atas kebenaran yang nyata. (An Naml: 79)
Berkata Imam ibnul Qayyim tentang QS an Naml 79 diatas (secara makna) :
“Ini dalil yang menunjukkan petunjuk dan tawakkal memiliki keterkaitan yang sangat erat.
Maka seorang yang berada dalam kebenaran KARENA PENGETAHUANNYA akan
kebenaran itu dan KEYAKINANNYA bagwa Allaah adalah pemilik kebenaran,
dan penolongnya.
Maka ia, mau tidak mau, pasti akan berujung kepada bertawakkal kepada
Allaah, karena ia tidak akan menemukan jalan lain untuk tidak
mentawakkali sesuatu, melainkan hanya kepadaNya”
Beliau juga berkata:
“Maksudnya, ketika hati berada diatas kebenaran, maka ia akan
thuma’niinah; karena keyakinannya yang paling agung bahwa Allaah ta’aala
adalah penolong dan pendukung (kebenaran tersebut); sehingga ia merasa
tenang denganNya…
Akan tetapi seorang yang berada diatas kebathilan; baik bersifat
pengetahuan, amalan, atau salah satu dari keduanya, maka ia tidak
memiliki thuma’niinah dan keyakinan pada Rabbnya (meski ia mengaku-ngaku
memilikinya, ed). Ia tidak mengharuskan adanya tanggung jawab Allaah
atas dirinya, tdak ada pula ada janji Allaah atasnya; karena Allaah
tidak akan pernah menerima kebathilan, tidak akan pernah menolongnya dan
tidak akan oernah ada keterkaitan terhadap hal tersbut jika ditunjau
dari aspek manapun! Dia mutlak terputus darinya!
Allaah subhaanahu wa ta’aala adalah Dzat yang memberikan taufiq,
firmanNya, agamaNya, janjiNya, perjumpaan denganNya, dan semua
perbuatanNya adlaah haq. Tidak ada barang satupun kebathilan dalam semua
perbuatanNya. Bahkan semua perbuatanNya terbebas dari kebathilan.
Demikian pula semua perkataanNya.
Ketika kebathilan tidak pernah dekat dengan Allaah, bahkan terputus
dariNya. Maka Allaah sama sekali bukan penolongnya, bukan pula
pendukungnya, bukan pula walinya”
Beliau berkata:
“Hayatilah rahasia agung ini, yakni berkenaan dengan kaitan
keberadaan yang selalu berdampingan antara tawakkal dan kecukupan dengan
kebenaran dan petunjuk; dan keterkaitan keduanya terhadap yang lain. Jika dalam risalah ini tiada lain selain faidah rahasia ini, tentu
sangat sesuai disimpan didalam hati karena sedemikian mendesak kebutuhan
kepadanya, Hanya Allaahlah tempat memohon pertolongan, dan hanya kepadaNyalah kita bersandar/menyandarkan diri kita” [thariq hijratain, 233-240; melalui perantara at tawakkal 'alaLLaah (edisi indonesia, terbitan darul falah)]
Pelajaran lain:
1. Seseorang yang telah menempuh jalan petunjuk, maka janganlah
ragu-ragu dengan petunjuk tersebut; bahkan hendaknya tenteramkanlah hati
kita diatasnya dan bertawakkallah kepadaNya. Karena Dialah sang pemberi
petunjuk, pemilik kebenaran, dan Dialah penolong dan pembela ahlinya.
Hanya dengan mengikutiNya hati akan memiliki ketentraman hakiki, dan
hana dengan mengikuti petunjuknya, seseorang dapat merealisasikan
tawakkal yang hakiki.
2. Sebaliknya, janganlah seorang yang berada diatas kebathilan itu
menyangka bahwa ia “tentram” dengan kebathilan tersebut! Bahkan itulah
tipu daya syaithan sebenar-benarnya! Bahkan jika ia jujur melihat lubuk hatinya yang paling dalam, maka
pastilah ia akan mendapati ketidaktentraman, kegundahgulanahan,
kegalauan terhadap apa yang dibawanya; karena kebathilan itu tidak akan
pernah sejalan dengan fithrah, yang mana pasti sejalan dengan ketentuan
Allaah.
Dan janganlah orang yang berada diatas kebathilan itu menyangka bahwa
dia “bertawakkal kepada Allaah”, bahkan hakekatnya ia justru
bertawakkal kepada dirinya sendiri dan syaithaan. Karena kebathilan itu
tidaklah disandarkan kepada Allaah, yang mana dia terputus dari hal
tersebut.
Semoga bermanfa’at
0 komentar:
Posting Komentar