Abu Nawas Hendak Jadi Kadi
Tawa Sufi:
Ayah Abu Nawas adalah seorang Kadi (hakim). Sebelum meninggal ia
berpesan agar Abu Nawas menjaga telinga. Beban Abu Nawas kian berat
sebab Baginda Sultan Harun al Rasyid berencana mengangkatnya menjadi
Kadi.
Rencana Sultan itu mendadak membuat Abu Nawas menjadi gila. Seusai
tahlilan 40 hari kematian ayahnya, Abu Nawas membuat heran sejumlah
pelayat. Tiba-tiba ia mengambil batang pisang lantas memperlakukannya
seperti kuda. Abu Nawas menungganginya seraya berlari-lari mengelilingi
rumah.
Pada kesempatan lain, Abu Nawas mengajak anak-anak kecil pergi ke
makam ayahnya. Lalu di sana Abu Nawas mengajak mereka bermain rebana dan
bersuka cita. Tetapi niat sultan untuk mengangkat Abu Nawas menjadi
Kadi masih kuat.
Sultan kemudian menyuruh para pengawal untuk memanggil Abu Nawas
menghadap padanya. Tapi dasar Abu Nawa! Ia buka menghadap sultan dan
malah menantangnya. Sultan kemudian meminta para pengawal untuk menyeret
paksa Abu Nawas.
Setelah dihadapkan di depan sultan, anehnya Abu Nawas tetap tidak berubah, bahkan terlihat bodoh.
“Abu Nawas, bersikaplah sopan!” tegur Sultan.
“Ya, Baginda, tahukah Anda… ?”
“Tahu apa.. ?’
“Terasi itu asalnya dari udang Baginda!”
“Kurang ajar, kalau itu aku sudah tahu!”
“Tidak Baginda! Siapa biilang udang berasal dari terasi?”
“Ya, Baginda, tahukah Anda… ?”
“Tahu apa.. ?’
“Terasi itu asalnya dari udang Baginda!”
“Kurang ajar, kalau itu aku sudah tahu!”
“Tidak Baginda! Siapa biilang udang berasal dari terasi?”
Baginda merasa dilecehkan. Ia naik pitam dan memberi perintah, “ Hajar dia! Pukul sebanyak dua puluh lima kali!”
Abu Nawas yang kurus itu pun lemas tak berdaya. Ia pulang ke rumah
dengan sempoyongan. Tapi sampai di gerbang kota ia dicegat oleh penjaga.
“Hai Abu Nawas! Tempo hari sebelum kau masuk ke kota ini kita telah
mengadakan perjanjian. Masak kau lupa? Jika kau diberi hadiah oleh
baginda maka engkau akan membagi dua, satu untukmu dan satu untukku.
Nah, sekarang mana bagianku itu?” tagih si penjaga.
“Hai penjaga, apa kau benar-benar menginginkan hadiah itu?’
“Tentu! ‘kan itu sudah perjanjian kita?”
“Baik aku berikan semuanya bukan hanya sebagian!”
“Ternyata kau baik hati Abu Nawas. Memang sudah seharusnya begitu, lantaran kau sudah sering menerima hadiah dari Baginda,”
“Baik aku berikan semuanya bukan hanya sebagian!”
“Ternyata kau baik hati Abu Nawas. Memang sudah seharusnya begitu, lantaran kau sudah sering menerima hadiah dari Baginda,”
Tanpa banyak kata, Abu Nawas langsung menganmbil sebatang kayu lalu orang itu dipukulnya sebanyak dua puluh lima kali. Tentu orang itu menjerit-jerit kesakitan dan menganggap Abu Nawas sudah gila. Setelah si penjaga kota klenger, Abu Nawas meninggalkannya begitu saja.
Karena Abu Nawas tidak menampakan kesembuhan, akhirnya Sultan
mengangkat orang lain menjadi Kadi. Tapi saat mendengar sultan telah
mengangkat orang lain sebagai Kadi, Abu Nawas seketika sembuh. Abu Nawas
sembuh karena berhasil memegang teguh pesan ayahnya sebelum ajal
datang.
Pada saat ayahnya sakit, Abu Nawas sempat bercengkrama dengan ayahnya.
“Anakku, aku sudah hampir meninggal. Kini ciumlah telinga kanan dan telinga kiriku!” pinta ayah Abu Nawas.
Abu Nawas menurut permintaan terakhir ayahnya. Ia cium telinga kanan sang ayah dan ia menghirup bau harum. Sedangkan telinga yang sebelah kiri berbau busuk.
“Sudahkah kau menciumnya wahai anakku?”
“Sudah, ayah! Tapi… !”
“Tapi, apa? Ceritakanlah sejujurnya bau keua telingaku itu!”
“Sungguh mengherankan bau telinga ayah yang sebelah kanan harum sekali. Tapi yang sebelah kiri baunya sangat busuk!”
“Hai, anakku tahukah kamu apa sebabnya bisa seperti itu?”
“Wahai ayahku, cobalah ceritakan pada anakmu ini!”
Abu Nawas menurut permintaan terakhir ayahnya. Ia cium telinga kanan sang ayah dan ia menghirup bau harum. Sedangkan telinga yang sebelah kiri berbau busuk.
“Sudahkah kau menciumnya wahai anakku?”
“Sudah, ayah! Tapi… !”
“Tapi, apa? Ceritakanlah sejujurnya bau keua telingaku itu!”
“Sungguh mengherankan bau telinga ayah yang sebelah kanan harum sekali. Tapi yang sebelah kiri baunya sangat busuk!”
“Hai, anakku tahukah kamu apa sebabnya bisa seperti itu?”
“Wahai ayahku, cobalah ceritakan pada anakmu ini!”
Lalu ayah Abu Nawas bercerita. “Pada suatu hari, datanglah dua orang kepadaku mengadu masalah. Yang seorang aku dengarkan keluhannya. Tapi yang seorang lagi karena aku tak suka, maka tak kudengarkan.
Inilah
resiko jadi Kadi. Jika kau kelak suka menjadi Kadi maka kau akan
mengalami hal yang sama, namun jika kau tidak suka, maka buatlah alasan
yang masuk akal agar kau tidak dipilih sebagai Kadi oleh Sultan Harun Al
Rasyid. Tapi tak bisa tidak, sultan pasti tetap memilihmu sebagai
Kadi.”
Dari buku Abu Nawas: Cuplikan Kisah 1001 Malam
0 komentar:
Posting Komentar