Kisah Orang Yang Serakah
Ada seorang pemuda yang terkenal sangat baik dan terpelajar. Nama pemuda
itu adalah Ustman. Ia tidak pernah pelit membagi ilmu. Itu sebabnya,
dia sangat dipuji-puji oleh semua orang. Semua orangtua menginginkan
anaknya bersahabat dengan Ustman. Walaupun Ustman miskin, perilakunya
sangat terpuji.
Ali adalah salah satu pemuda yang ingin bersahabat dengan Ustman. Suatu
hari, mereka bertemu setelah Ustman berbicara di atas mimbar.
"Ustman, aku sudah lama ingin berkenalan denganmu. Alhamdulillah,
sekarang kita bertemu di sini. Aku sangat kagum kepadamu dan ingin
belajar darimu," kata Ali.
"Mari kita sama-sama belajar," jawab Ustman dengan rendah hati.
"Bolehkah aku bersahabat denganmu dan mengikutimu ke mana pun kau pergi?" tanya Ali.
Singkat cerita, Ustman dan Ali bersahabat. Ali selalu mengikuti ke mana
pun Ustman pergi. Suatu hari, Ali berkunjung ke rumah Ustman. Selepas
shalat Zuhur, saatnya untuk makan siang. Ustman yang tidak tahu Ali akan
berkunjung siang itu hanya memiliki sepiring nasi dan sekerat daging.
Karena dia sudah menganggap Ali sebagai sahabat maka dia membagi makanannya menjadi tiga. Sepertiga untuknya, sepertiga untuk Ali, dan sepertiga lagi disisakan untuk makan malam.
Karena dia sudah menganggap Ali sebagai sahabat maka dia membagi makanannya menjadi tiga. Sepertiga untuknya, sepertiga untuk Ali, dan sepertiga lagi disisakan untuk makan malam.
"Makanlah Ali. Aku akan mengambil air dulu di sumur. Aku ddak memiliki air untuk diminum," kata Ust- man seraya beranjak pergi.
Setelah mendapatkan air, Ustman memasaknya dan menyajikan air minum. Dia
bertanya kepada Ali, "Apakah kau melihat sepertiga nasi dan daging yang
tadi kubagi?" tanya Ustman ketika melihat ketiga piring telah kosong.
Ali menggeleng. "Entahlah. Tadi aku keluar sebentar dan ketika kembali, nasi itu sudah lenyap," jawabnya.
Ustman menarik napas, ’Ya sudahlah, mudah-muda- han ada rezeki untuk nanti malam."
Ustman lalu mengajak Ali menghadiri sebuah majelis taklim, di mana dia
menjadi khatibnya. Seturunnya dari mimbar, dia mendapatkan banyak
makanan dari penyelenggara. Ustman bersyukur karena dia mendapat rezeki
untuk makan nanti malam. Tak lupa, dia berbagi dengan Ali. Ali senang
sekali. Malam itu, mereka makan dengan sangat nikmat.
"Sahabatku, aku masih heran dengan nasi tadi siang. Apakah kau tidak tahu siapa yang memakannya?" tanya Ustman.
"Aku tidak tahu." Ali menjawab tak peduli. Ali malah sibuk dengan makanan di tangan dan mulutnya.
Keesokan harinya, Ustman mengajak Ali pergi ke sebuah danau untuk memancing ikan. Dua buah kail sudah disiapkan Ustman.
"Kita akan memancing ikan untuk makan siang nanti."
Kail Ali tidak satu pun menghasilkan ikan, sedangkan kail Ustman telah memperoleh sejumlah ikan yang besar.
Ali menjadi cemburu dengan keberhasilan Ustman.
"Apa rahasianya, Ustman?" tanya Ali.
"Sebelum memasukkan kail, aku membaca bismillah," jawab Ustman tenang.
Ustman lalu berkata lagi, "Wahai Sahabatku, hingga sekarang, aku sungguh
heran dengan nasi yang habis tidakjelas rimbanya. Apakah kau
benar-benar tidak tahu siapa yang melakukannya?"
Ali menggeleng, "Aku benar-benar tidak tahu wahai Ustman."
"Sahabatku, aku kasihan kepada orang itu. Dia mungkin benar-benar lapar
hingga menghabiskan nasi tanpa izin pemiliknya. Sesungguhnya, hal itu
hukumnya haram. Jika aku bertemu dengan orang itu, aku akan memberikan
ikan-ikan ini untuknya agar apa yang dia makan halal dan mengenyangkan
perutnya yang lapar." Mendengar ucapan Ustman, muncullah sikap serakah
Ali yang selama ini ditutupinya.
"Ustman sahabatku, maafkan aku. Sebenarnya yang menghabiskan sisa nasi
itu adalah aku. Aku sangat lapar saat itu dan nasi yang kauberikan
sungguh enak, namun kurang mengenyangkan karena jumlahnya sedikit.
Maafkan aku telah membohongimu."
Ustman menatap Ali, lalu berkata, "Kau sungguh memiliki sifat serakah
dan pembohong. Ambillah semua ikan ini untukmu. Jangan lagi bersahabat
denganku," kata Ustman meninggalkan Ali seorang diri. Ali hanya bisa
menatap kepergian Ustman dengan penuh penyesalan.
"Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu bila ia berbicara berdusta,
bila berjanji tidak ditepati, dan bila diamanati dia berkhianat."
0 komentar:
Posting Komentar