Kenapa Harus Sabar?
Banyak orang mengatakan: “sabar itu ada batasnya” apa benar? menurutku
sih tidak! sabar kok pakai batas segala! Mungkin orang yang katakan itu
telah lupa sebuah cerita tentang kesabaran Nabi ketika terus-menerus
tiap hari diludahi oleh kafir Quraisy.
Nabi adalah tokoh sentral sekaligus teladan bagi umat Islam, kenapa umatnya lupa untuk meneladaninya? menurutku sih bukan soal meneladani atau tidak! tapi lebih pada faktor psikologi. Maklumlah, kalau ngomong soal yang berhubungan dengan agama terlalu dalam masih kurang pengetahuan, alias gak begitu hafal dan memahami Al Qur’an dan Hadits.
Kenapa faktor psikologi? Ya! Karena psikologi selalu berhubungan dengan hati dan akal manusia.
Coba rasakan bagaimana perasaan hati dan akal ketika kita berlaku sabar terhadap sesuatu? Binggung, gundah, resah, galau atau tenang! Tentu jawabnya tenang.
Kesabaran seseorang akan berpengaruh terhadap segala tindakan yang dikerjakan. Dengan sabar otak kita menjadi jernih sehingga memudahkan otak kita dalam berfikir termasuk menerima sesuatu dengan jernih pula. Kalau otak kita sudah jernih tentunya berdampak pada fikiran yang jernih. Inilah yang apabila diaktualisasikan dalam tindakan akan menjadi tindakan yang benar dan bijak. Perlu digaris bawahi bahwa benar belum tentu bijak.
Hati tenang tentu dimulai dari tindakan sabar. Lebih-lebih di saat sedang berpuasa. Ini menjadi ajang pergulatan kesabaran kita. Kesabaran kita di uji. Hati kita di uji. Akal dan fikiran kita di uji. Tinggal bagaimana menyikapinya. Mampukah menghadapi ujian ini? Sabar dalam menjalani puasa tentunya bukan sekedar tidak makan dan minum. Namun puasa lebih pada menahan sesuatu yang bersifat duniawi.
Banyak ulama mengatakan kalau puasa itu tidak sekedar menjalankan kewajiban dhohir seperti, menahan makan dan minum, tidak melakukan hubungan suami istri dan sebagainya.
Namun puasa itu juga memiliki kewajiban batin yang tak kalah pentingnya seperti, menjaga telinga untuk tidak mendengar sesuatu yang berbau maksiat dan kejelekan, menjaga mulut dari ucapan kotor, menjaga hati dari sifat iri, dengki, dan lain sebagainya.
Dalam konteks ini tentu kuncinya adalah sabar. Jadi, sabar memiliki makna yang sangat luas dan seakan-akan sabar menjadi muara dari segala tindakan kita.
Menjalani sabar itu memang sulit, apalagi di saat pikiran kita sedang dalam keadaan kacau. Seakan tak ingat apa-apa, yang teringat adalah emosi tinggi yang meledak-ledak. Mata kita seakan buta, telinga seakan tuli, dan hidung tak bisa mencium bau apa-apa selain rasa emosi.
0 komentar:
Posting Komentar