Rabu, 21 Maret 2012

Orang Cerdas, Bijaksana & Muhsin

Kiat Menjadi Orang Cerdas, Bijaksana & Muhsin. Siapa yang mempergunakan hartanya untuk memelihara kehormatan dirinya, maka ia seorang yang cerdas. Siapa yang menjadikan hartanya sebagai sarana untuk memperbanyak saudara, maka ia seorang yang bijaksana. Dan siapa yang memaksimalkan hartanya untuk mentaati Allah, maka ia seorang yang berbuat baik. “Sesungguhnya rahmat Allah itu amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” Al A’raf: 56. (hakadza allamatnil hayat, DR Mustafa Siba’i).

Saudaraku…
Allah Swt berfirman, “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” Al Kahfi: 46.
Artinya orang kaya dalam pandangan Allah adalah orang yang memiliki harta dan anak-anak. Atau salah satu darinya. Terlebih memiliki kedua-duanya. Karena harta dan anak merupakan perhiasan hidup kita. Keduanya bisa menjadi lumbung pahala bagi kita. Harta jika kita mampu memanfaatkannya dengan baik dan selaras dengan aturan main-Nya, maka ia memberikan panen pahala yang berlimpah di akherat sana. Sedangkan anak-anak keturunan kita, bila kita bisa mengarahkan dan mendidik mereka dengan warna pendidikan Islam, maka mereka adalah investasi jangka panjang milik kita. Tapi sebaliknya, ia bisa menjadi fitnah atau bencana bagi kita, jika kita salah guna atau kurang mampu menjadikannya sebagai sarana mengukir amal-amal shalih dalam kehidupan kita. “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan bagimu. Di sisi Allah-lah pahala yang besar.” At Taghabun: 15.

Harta yang kita punya, dapat menjadi proyek investasi menjanjikan di akherat jika kita pergunakan dalam tiga hal. 

Demi memelihara kehormatan diri

Harta milik kita, jika kita nafkahkan untuk mencukupi kebutuhan kita dan keluarga serta orang-orang yang berada dalam tanggung jawab kita. Seperti pengadaan sandang, pangan, lading, pekarangan, kendaraan dan seterusnya. Sehingga orang-orang yang menjadi tanggungan kita merasakan hidupnya nyaman dan tersenyum menatap hari-hari esoknya. Wajah tak tertunduk lesu di hadapan orang lain. Tidak mengharap uluran tangan dan bantuan dari orang lain. Tidak meminta-minta kepada orang lain karena kekurangan dan ketiadaan harta.
Termasuk dalam bab ini; mencukupi biaya pendidikan anak-anak kita. Agar mereka dapat mengecap pendidikan yang lebih tinggi dari kita selaku orang tua. Agar mereka bisa menikmati dunia pendidikan yang lebih luas dari kita. Dan tentunya kita pilihkan sekolah ideal bagi mereka. Yang memadukan ketinggian ilmu-ilmu dien dan kekuatan ilmu pengetahuan umum. Cukup masuk dalam katagori tiada memiliki kecerdasan, bakhil, pelit dan kelewat ngirit, jika kita tidak memperhatikan keperluan asasi keluarga kita dan orang-orang yang berada di bawah tangung jawab kita. Tapi bukan berarti kita harus memaksakan diri memenuhi tuntutan tersebut di atas. Sesuatu yang berada di luar batas kemampuan kita, sehingga mendorong kita selalu berhutang dan mencari pinjaman di sana sini.

Harta untuk meraih sahabat dan saudara di jalan Allah Swt

Hidup terasa indah berseri, jika hidup kita dihiasi sahabat dan saudara di jalan Allah swt. Ukhuwah Islamiyah, menjadikan kita kuat dan lebih bersemangat melanjutkan perjalanan hidup kita menuju Allah swt. Bersaudara karena Allah, merupakan sebab mendapat naungan Allah swt di akherat kelak. Di mana pada hari itu tiada naungan kecuali naungan-Nya. Salah satu kiat meraih banyak sahabat di jalan ini adalah menggemakan rasa syukur kepada-Nya dan berbagi karunia harta yang kita punya untuk mereka yang membutuhkan. Harta kita pecahkan untuk membantu melunasi hutang orang lain. Membantu kesulitannya, membiayai pendidikan anak-anak yang kurang mampu. Mendamaikan pihak-pihak yang berseteru. Atau memberi pinjaman bagi orang yang memerlukannya. Menurunkan harga kontrakan bagi orang yang mepet biaya, tentunya bagi yang punya kontrakan. Meringankan biaya haji dan umrah untuk mereka yang ber-income pas-pasan. Dan sudah barang tentu ini dilakukan oleh pemilik travel haji dan umrah dan begitu seterusnya. Dengan demikian, kita akan meraih banyak saudara dan sahabat di jalan Allah swt. Kapan pun dan di manapun kita berada. Di lingkungan tempat tinggal kita, di kantor tempat kerja, di tempat ibadah, tempat-tempat pertemuan dan lain sebagainya. Itulah orang yang bijaksana. Sebaliknya, pengalaman hidup mengingatkan kita; bahwa harta yang berlimpah akan mendatangkan musuh dan seteru serta persaingan negative. Jika kita tidak mampu merasakan kehadiran mereka dalam hidup kita. Tidak mendengar keluh kesah mereka. Tidak mampu meraba kesulitan mereka. Dan tentunya jika kita tak memperdulikan keadaan dan kondisi mereka.

Memaksimalkan harta sebagai sarana mentaati Allah Swt

Saudaraku…
Banyak ladang amal ketaatan yang dapat kita ukir dengan sandaran harta yang Allah swt karuniakan kepada kita. Sedekah yang difardhukan (zakat), sedekah yang disunnahkan (infak), menghadirkan seulas senyum terindah dari kaum fakir dan miskin dengan uluran tangan kita. Masjid, langgar, suro dan mushalla dalam kondisi memprihatinkan di kampung kita, menanti sapaan kita. Anak-anak yatim di panti asuhan, mengharap usapan kasih dari kita. Guru-guru di pesantren dan madrasah diniyah di desa sebelah, juga memerlukan kunjungan dan jabat tangan kita. Para janda di sekitar kita, juga menagih simpati kita. Perjuangan umat Islam pun memerlukan subsidi harta milik kita. Dan begitu seterusnya. Itu merupakan warna ketaatan kita kepada Allah swt dengan sarana harta titipan-Nya kepada kita. Bercermin dari kehidupan sahabat. Mereka berlomba-lomba mengukir ketaatan dengan sarana harta milik mereka. Biaya besar yang dibutuhkan kaum muslimin dalam perang Tabuk tahun 9 H tertutupi dengan kontribusi harta dari beberapa sahabat terkemuka.
Abu Bakar ra menyerahkan seluruh harta yang dimilikinya. Umar bin Khattab ra menginfaqkan separuh hartanya. Utsman bin Affan ra mendermakan 1000 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham. Di mana nilainya sama dengan sepertiga biaya perang tersebut. Abdurrahman bin Auf ra datang dengan membawa dua ratus ‘uqiyah emas, jumlah derma yang membuat kita menggeleng-gelengkan kepala tanda takjub tak terkira. Jika kita mampu melakukan hal tersebut, maka janji-Nya terasa dekat. Limpahan rahmat-Nya akan mengalir deras menggenangi kehidupan kita.

Saudaraku…
Jika kita tidak menggunakan harta kita untuk kepentingan tiga perkara tersebut di atas, itu artinya kita membiarkan harta milik kita menjadi bencana dan fitnah bagi kita. Apakah kita ingin menjadi orang yang cerdas, bijaksana dan selalu berbuat ihsan terhadap sesama? Buktikan keinginan kita ini dengan bersikap cerdas dan bijaksana serta berbuat kebaikan lewat jalur harta milik kita. Walalhu a’lam bishawab.

Sumber:Status Ustadz Abu Ja’far

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution