Rabu, 13 Juni 2012

Apa Sebenernya yang Mau Kita Tuju

Mereka bilang…’Kita harus realistis’. 

Perkataan diatas yaitu ”kita harus realistik”  tentunya sangat sering kita dengar terutama ketika berinteraksi dalam sebuah institusi atau bahkan yang paling sederhana sebuah kelompok kecil.
Namun sering-sering perkataan ’kita harus realistik’ tidak bermakna positif yang didalamnya terkandung semangat introspeksi dan tetap memanfaatkan peluang yang ada untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan. Nuansa yang muncul tidak menghadirkan pertanyaan-pertanyaa berikut 


-         apa sebenernya yang mau kita tuju?
-         Apa yang harusnya kita mampu lakukan untuk itu?
-         Apa yang tidak kita lakukan sehingga kita tidak jadi ’mampu’?
-         Apa yang masih bisa kita lakukan untuk ’mampu’?

Pernyataan diatas lebih sering muncul dengan kerangka negatif, seakan pernyataan itu mengatakan ’sudahlah tidak usah lagi banyak rencana…kita memang tidak mampu’.

Ajakan untuk melihat realita yang ada dalam menggapai tujuan tentunya sangat baik, namun ada satu hal yang mungkin perlu diperhatikan dan menjadi menarik untuk didiskusikan. Hal tersebut adalah bahwa ’realita’ adalah sesuatu yang relatif.

Bagi sebagian orang, tidak terlaksananya tujuan merupakan sebuah realita dan baginya sejauh itulah realitas..bahwa ’memang kita tidak bisa..mau apa lagi’. Namun bagi orang yang lain, ketika tujuan tidak tercapai realita yang dia fahami adalah ’tertutupnya peluang untuk mencapai sesuatu yang lebih besar’. Artinya satu kegagalan tersebut bagi dia memiliki ’porsi yang lebih besar’ dibandingkan dampak kegagalan menurut rekannya tadi. Sehingga orang yang kedua ini memiliki usaha atau optimalisasi peluang yang jauh lebih besar dari orang yang pertama dalam rangka mencegah terjadinya kegagalan..atau kegagalan yang selanjutnya.

Itu dari sisi tujuan, sedangkan dari sisi potensi perlu juga difahami bahwa ‘realita’ yang  berarti potensi/keadaan sekarang juga merupakan suatu yang relatif. Bagi sebagian orang potensi hanyalah apa yang bisa ia lihat didekatnya, dari sisi SDM mungkin yang ia perhitungkan hanya yang satu ruangan dengannya, dari sisi peralatan yang ia perhitungkan hanyalah yang memang ia miliki. Berbeda dengan orang lain yang melihat bahwa potensi SDM tidak hanya yang ada di ruangannya, tapi lebih luas mencakup orang-orang lain yang memang bisa dan siap mendukung, ia juga memperhitungkan peralatan yang ada di tempat lain yang menurutnya tetap dapat dioptimalkan.

Ya, demikianlah ..pandangan terhadap ’realita’ sangatlah dipengaruhi oleh keinginan (baca: visi), wawasan dan juga komunikasi. Sehingga diperlukan komunikasi konstruktif agar diperoleh jalan tengah yang optimal. Tidak diam membeku dan bersifat apatis karena memahami realitas dengan kaca mata negatif, dan juga tidak terlalu mengawang hingga tidak sadar bahwa sebenarnya ia sedang terjatuh.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution