Rabu, 13 Juni 2012

Lentera dan Kehidupan

Aku kirim cerita ini lewat lenteradankehidupan yang memang pantas kita redungkan dan banyak manfaat juga hikmah di dalam tulisan ini karena sangat menggelitik hati pastinya, judul cerita itu adalah Dari `Creative Minority` ke ‘Critical Mass’ yang aku dapet dari Blog-nya Tsdipura. Artikel itu Beliau tulis tentang awal dari pertanyaan teman tentang kesemrawutan pasar dan juga lalulintas yang ada dan Lebih jauh beliau menambahkan..” Singapur aja dulunya berantakan, sekarang udah berubah.”


” Mas kapan ya kita bisa teratur, kok serba berantakan begini?”.

Nah..Tsdipura coba tulis apa yang kepikiran sebagai jawaban atau catatan dari pertanyaan rekan tadi. 

Pertama, terkait dengan sikap mental. Terkadang pertanyaan ini diajukan dengan nada pesimis, artinya ketika seseorang menanyakan ini sebenernya ia sekedar menekankan atau ingin menunjukkan betapa bobroknya kualitas bangsa ini. Ini yang perlu dirubah..artinya pertanyaan ini sebaiknya diajukan dengan nada optimis dan berusaha mencari jawaban dengan keyakinan ‘there must be a solution for it’ ya pasti ada solusinya..pasti ada jalan untuk keluar menjadi baik bahkan lebih baik. Tidak hadirnya sikap optimis pada akhirnya akan membuat diskusi-diskusi yang di trigger oleh pertanyaan diatas atau yang serupa menjadi kumpulan cerita kebobrokan…dan diskusi itu tanpa disadari mewariskan sikap ‘memang kami bangsa bobrok’ kepada peserta diskusi terutama orang-orang yang masih muda.

Kedua, jangan membayangkan semuanya harus berubah dan jangan bayangkan perubahan akan terjadi dalam waktu singkat. Perubahan harus selalu dimainkan oleh para pelaku perubahan dan memerlukan episode-episode tertentu.  Kabar gembiranya adalah bahwa pelaku perubah itu tidak harus semuanya bahkan pada awalnya tidak harus mayoritas, tapi juga bukan satu orang.. dia adalah kumpulan orang. Bayangan bahwa usaha perubahan adalah  secara langsung melakukan perubahan radikal terhadap semua orang dalam waktu yang singkat adalah fikiran yang melelahkan dan membuat kita malas melangkah.

Maka setiap orang yang masih optimis mengajukan pertanyaan diatas hendaknya melakukan perubahan dari apa yang bisa ia rubah. Menanamkan pada dirinya sikap yang menjadi modal perubahan..juga pada orang-orang sekitarnya. Usaha harus difokuskan untuk menanamkan sikap/karakter tertentu yang diinginkan pada kelompok kecil tersebut. Setelah itu, barulah diusahakan untuk mewarnai lingkungan yang lebih luar, melakukan transfer sikap dan karakter..hingga diperoleh suatu kondisi ‘critical mass’, keadaan dimana komposisi orang dengan karakter yang diinginkan telah mencukupi untuk terjadinya perubahan secara lebih signifikan dengan percepatan yang tinggi. Transfer sikap dan karakter ini bisa dengan cara mengajarkan atau terkadang dengan keteladanan…karena orang pada prinsipnya mudah berubah dengan adanya contoh lapangan. Kelompok kecil inilah yang oleh sebagian penulis disebut sebagai creative minority.

Ketiga, lalu sikap dan karakter apa yang ditanamkan? Apa yang menjadi karakter dasar dari creative minority ini? Hmm..tentu banyak sekali sifat-sifat unggul yang antri, tp mungkin ada tiga sikap/karakter utama yang (menurut saya) sebaiknya diprioritaskan.

1. Sikap tanggung jawab.
2. Semangat dan kerja keras untuk membangun kemampuan.
3. Kesiapan untuk berkolaborasi atau bekerja sama.

Tanggung jawab dalam artian ia memahami posisi dan peran yang diharapkan darinya. Memahami bahwa bersamaan dengan semua yang ia dapatkan (baik berupa fasilitas, posisi, materi, pendidikan atau kemampuan secara umum…bahkan hidup itu sendiri) terdapat tanggung jawab yang harus ia berikan.
Proses pendidikan seringkali tidak dikaitkan dengan tanggung jawab, proses itu hanya berakhir dengan mengaitkan ‘hak yang didapat’..kalau ia sarjana maka ia harusnya berhak mendapat gaji sekian, kalau ia alumni fakultas tertentu maka ia harusnya dihormati dan didengarkan kata-katanya. Begitupun dengan jabatan-jabatan yang selalu menekankan hak ..tetapi melupakan tanggung jawab yang dituntut dari jabatan tersebut. Tentu sulit membayangkan suatu masyarakat yang kuta dan tersusun rapih kalau tiap ( atau mayoritas) orang tidak memainkan perannya.

Maka rasa tanggung jawab akan mengarahkan seseorang untu melakukan apa yang seharusnya ia lakukan. Namun hal ini belum cukup, selanjutnya ia harus mampu untuk melakukan hal tersebut. Untuk itu ia perlu mempunyai kekuatan atau kompetensi untuk dapat melakukan tanggung jawabnya tadi. Kekuatan atau kompetensi inilah yang akan terbangun dengan semangat dan kerja keras. Jadi ia harus memiliki sikap semangat dan berkeja keras untuk membangun kemampuannya sehingga ia bisa menjalankan kewajibannya tadi.

Sebagaian orang tidak menyadari tanggung jawabnya, sebagian lagi sadar namun ia tidak mampu melaksanakan tanggung jawab tersebut karena sebelumnya ia enggan untuk membeli kemampuan dengan semangat dan kerja keras. Yang diinginkan adalah orang yang mau dan mampu untuk melakukan tanggung jawabnya.

Ketika kita bicara kemampuan pribadi diatas, tentunya dengan penuh kesadaran bahwa tugas yang ada bukanlah tugas pribadi…tidak mungkin dikerjakan seorang diri.

Maka sikap yang perlu ditanam selanjutnya adalah kesiapan untuk bekerja sama. Hal ini tidak mudah karena dalam kesiapan untuk bekerja sama harus ada kesiapan untuk berada dibawah, tidak hanya siap mengatur tapi juga siap diatur, tidak hanya pandai memimpin tapi juga sekali waktu siap untuk dipimpin, siap ketika orang lain yang namanya terangkat padahal ia menjadi bagian kerja tersebut, siap untuk berada dibalik panggung dan membiarkan orang yang tepat berada berpenampilan di panggung, siap untuk memberikan ide terbaik versinya juga siap menerima ketika ada ide orang lain yang jelas lebih baik. Berlatih untuk mengakui bahwa orang lain memiliki keahlian atau kelebihan yang tidak ada pada dirinya.
Tiga sikap inilah yang menjadi pioritas utama untuk ditanamkan pada creative minority tadi, yang kemudian sikap ini ditularkan kepada lingkungan yang lebih luas.

Sikap diatas diantaranya dapat kita pelajari dari kisah nabi Musa ketika seorang wanita mensifati Beliau sebagai berikut

 “…karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya” [QS Al Qashash (28):26]

Tanpa rasa tanggun jawab untuk memberi bantuan tentu nabi Musa akan membiarkan kedua wanita itu kesulitan mengambil air, dan dengan kekuatan yang dimilikinya  kesadaran untuk membantu itu bisa terlaksana dengan baik. Dan ketika mendapat tugas berat, Musa pun mengakui kekurangannya dan meminta agar ditemani atau dibantu oleh saudaranya Harun.

Pada kasus pasar pada awal tulisan misalnya, apabila terdapat orang-orang yang menyadari tanggung jawabnya (dan tidak sekedar meminta hak), dan punya kemampuan untuk memberikan ide dan langkah pelaksanaan untuk memperbaiki ‘kesemrawutan’ tersebut, juga mampu untuk membangun kesefahaman dan kerjasama dilingkungan tersebut maka insyaAllah masalah tersebut bisa selesai..minimal pada tempat tersebut.

Pada beberapa tempat dan lingkup kecil hal tersebut dapat kita lihat…namun sebagaimana yang kita sebut sebelumnya yang kita targetkan adalah tercapainya critical mass. Untuk itu memang diperlukan nafas yang lebih panjang juga stamina yang lebih kuat.  



0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution