Ramadhan, untuk Kita yang ‘Bosan’
MUNGKIN kita pernah merasa bosan menjalani hidup.
Merasa ini itu tidak boleh. Ini itu dosa. Ini itu susah. Ini itu tidak
adil. Lalu kita protes. Kenapa perempuan harus pakai jilbab, kan bikin
gerah? Kenapa laki-laki boleh menikahi empat istri, kan menyakiti hati
perempuan? Kenapa shalat wajib lima kali sehari, kan ganggu kerjaan? Kenapa dilarang nikah beda agama, kan sama-sama cinta? Kenapa dilarang berdua-duan, kan biasa-biasa aja? Kenapa dilarang bersenang-senang di diskotik, kan hidup harus dinikmati? Kenapa, kenapa, kenapa?
Barangkali kita perlu jeda sejenak. Merenung. Apakah selama ini kita
mengingnkan bagaimana Islam melayani kita? Bukan bagaimana kita melayani
Islam? Sambil mengingat-ingat apa sesungguhnya tujuan kita diciptakan.
“Tidak Kuciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah kepada Ku,” begitu kata Sang Pencipta kepada kita di Az-zariyat ayat 56.
Ya, kita hanya hamba-Nya. Yang ilmunya tak seberapa dibandingkan-Nya.
Karenanya terkadang kita pernah menganggap buruk satu hal, namun itu
justru baik untuk kita. Atau kita pernah menganggap baik satu hal, namun
itu malah buruk untuk kita. Karenanya pantas kita tunduk patuh dengan
aturan dan perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Sami’na wa atha’na (kami dengar, kami taat).
Sepertinya kita yang bosan barusan, sedang membutuhkan Ramadhan. Agar
kucuran air dingin membasahi dan menyejukkan hati kita yang telah lama
gersang. Dan agar membersihkan kotoran-kotoran dosa yang menempel pada
dinding-dinding hati kita.
Benar, kita membutuhkan Ramadhan. Karena di dalamnya ada obralan
pahala, tebaran ampunan, dan kabulan do’a. Menjadikan kita yang
kekurangan bekal menjelang ajal, ringan melangkahkan kaki ke masjid tuk
bersujud kepada-Nya, giat membaca kitab-Nya, senang bersedekah, lapang
berzakat, dan lain sebagainya. Menjadikan kita yang berlumuran dosa,
meneteskan bulir-bulir bening memohon ampunan-Nya. Menjadikan kita yang
galau, khusyuk menengadahkan tangan memohon pertolongan-Nya.
Kita membutuhkan Ramadan. Karena ada puasa. Puasa yang melatih hati
kita aktif mengontrol tubuh. Ketika di siang hari kerongkongan kita
berteriak-teriak meminta air, hati akan bilang kepadanya, “Shut up bro!
Sekarang belum adzan maghrib.”
Ketika masih pagi perut kita sudah
mengoceh, mengeluh, meminta-minta pasokan makanan, hati akan bilang
kepadanya, “What? Masih pagi lo udah
keroncongan? Tahanlah!” Ketika mata kita menyuruh-nyuruh, “Hai lihat
cewek seksi di baliho itu!”
Atau manakala kedua telinga kita membujuk,
“Ada gosip hot di televisi, dengerin deh!” Atau manakala mulut kita memprovokasi, “Semprot tuh
orang yang mengklakson di belakang!”, hati akan berkata pada ketiganya,
“Tidak boleh, karena bisa menghapus pahala puasa.” Dengan begitu, tubuh
memang jadi melemah.
Namun hati jadi menguat. Kuat melawan nafsu tubuh
karena tunduk kepada-Nya. Ini rasanya sangat penting untuk kita. Karena
bila Ramadan berakhir, hati kita akan menjadi siap dan kuat
mengendalikan tubuh. Sehingga tubuh tidak melakukan hal semaunya.
Ya, kita membutuhkan Ramadhan agar tak bosan menjadi hamba-Nya.
Oleh: Muhammad Cheng Ho
0 komentar:
Posting Komentar