BAB II
PEMBAHASAN
A. Hukum Memberi Hadiah Kepada Pejabat
Sebelum kami membahas hukum hadiah yang diberikan kepada pejabat, terlebih dahulu kami akan mendefinisikan dari pengertian hadiah agar kita dapat memafhuminya.
Dari kitab fatuhul mu’in yang di terjemahkan oleh Aliy
As’ad hadiah menurut beliau adalah hibah yang pemberiannya dengan cara
mengantarkan kepada yang diberi guna untuk memulyakanya, bahkan hadiah
cukup dengan cara pemberi mengirimkan dan yang di beri mengambilnya.[1]
Dalam
buku yang ditulis oleh Abdullah Lam Ibrahim di nyatakan bahwa hadiah
adalah sesuatu yang di berikan orang kepada orang lain untuk menjalin ke
akraban dan menunjukan kasih sayang kepadanya.
Rasulullah saw. Menganjurkan kpada kita agar kita memberi
hadiah karna rasulullah sendri berkenan menerima hadiah dari para
sahabat, dan juga memerintahkan kepada sahabat agar berkenan menerima
hadiah dari orang lain sebagai mana yang dijelaskan dalam sebuah hadis
yang di riwayatkan oleh Imam Bukhori dari Abu Hurairah. Rasulullah
bersabda:
تَـهَادَوافَإِانَّ الهَدِ يَّةَ تَدْهَبُ وَ حَرَ الصَّدْرَ.( رواه البخرى)
Artinya: hendakhnya kalian saling memberi hadiah karna sesungguhnya hadiah itu akan menghilangkan kedengkian. (HR. Bukhari)
Demikianlah
ajuran Rasulullah saw. Kepada kita agar supaya memberikan hadiah sesama
manusia sebab hadiah dapat menghilangkan kedengkian.hadiah yang di
maksud disini adalah sumbangan dan pemberian kepada orang lain baik
berupa uang maupun lainya hadiah berbeda dengan pinjaman maskipun
keduanya sama-sama pemberian. Jika seseorng memberikan uang atau
hartanya kepada orang lain dan menyerahkanya sebagai hak milik orang
tersebut tanpa imbalan apa pun maka pemberian tersebut hadiah. Namun
jika ia memberinya tanpa menyerahkan hak kepemilikan harta tersebut
kepadanya maka pemberian tersebut di namakan pinjaman.
Hadiah
juga berbeda dengan sedekah. Jika hadiah diorentasikan untuk
mengakrapkan hubungan dan menambah cinta kasih maka sedekah di
dedikasikan untuk mencri ridho Allah swt. Di riwayatkan abu Hurairah Ra,
tuturnya Rasulullah saw bersabda: tukar menukar hadiahlah, niscaya
kalian saling mencintai.[2]
Perbedaan
antara hadiah dan suap adalah bahwa begitu memegang hadiah sipenerima
hadiah serta merta langsung menjadi pemiliknya. Sementara penerima suap
tidak secara otomatis menjadi pemilik barang tersebut saat menerimanya.
Perbedaan lainnya suap di awali kepentingan dan di dorong oleh
kebutuhan, sementara hadiah diberikan unsur kepentingan atau tendensi
apa pun. Selain itu penyuap berhak meminta kembali barang suappanya
meskipun telah di gunakan, sementara hadiah tidak boleh di minta kembali
entah itu belum maupun sudah digunakan penerimanya. Sesuai dengan apa
yang di lansir dalam Al-Quran, sunnah, dan dari beragam pendapat fiqih
secara tegas mematenkan keharaman memberikan pemberian hadiah dengan
tujuan tertentu (suap) dan diantara juztifikasi syarat atas pengharaman
praktek kotor tersebut.
Rasulullah
amat melarang bagi seseorang memberikan hadiah jika hadiah tersebut
mengandung hajat dan pamrih nabi melarang keras bagi pejabat (hakim)
menerima uang (hadiah) dalam bentuk sogokkan.[3]
Para
ulama’ fiqih pun menegaskan bahwa hadiah yang di terima kepada pejabat
atau pegawai sesungguhnya adalah suap jika sampai menerima berarti ia
telah menghiyanati kepercayaan dan mandat Allah dan apa yang di ambilnya
adalah uang haram dan termasuk penghiyanatan jabatan. Praktik pemberian
hadiah dan bingkisan kepada pejabat yang terbukti menerima hadiah-pun
harus di hukum dan dicopot jabatanya[4].
Dalam
konteks ini sekali lagi kami inggin paparkan kisah Rasulullah Saw.
Bersama seorang pejabat Zakat yang beliau angkat. Diriwayatkan oleh
Al-Bukhari Muslim dan Abu Daud dari Abu Hamid As-Sya’id ra. Tuturnya:
Nabi Saw. Menunjuk seorang laki-laki yang dipanggil Ibnu Al-Latbiyyah
untuk menarik sedekah (sedekah) saat datang ia melapor: ini untuk anda
dan ini dihadiahkan khusus untuk saya”. Nabi Saw langsung bangkit
seraya bertahmid memuji Allah Swt untuk kemudian berseru ammaba’ad, sesungguhnya
telah aku tunjuk seorang laki-laki untuk mengurus suatu pekerjaan yang
di pasrahkan oleh Allah kepadaku, lalu ia datang dan berkata: ini untuk
anda dan ini adalah hadiah yang dihadiahkan khusus kepada saya, coba
maukah ia duduk manis di rumah ayah dan ibunya sampai datang kepadanya
hadiahnya jika memang benar?
Kemudian Rasulullah Saw bersabda kepada para sahabat:
مَالِىْ
أَسْتَعْمِلُ الرَّجُلَ مِنْكُمْ فَيَقُوْلُ: هَدَا لَكُمْ وَهَدَا الِيْ
هَدِيَةٌ ؟ أَللاَ جَلَسَ فِيْ بَيْتِ أُمِّهِ لِيُهْدَى لَهُ ! وَالَّذِيْ
نَفْسِيْ بِيَدِهِ, لَا بَأْ خُذُ أَحَدُكُمْ مِنْكُمْ شَيْـئًابِغَيْرِ
حَقٍّ إِلْاَ أَتَّى اللهَ يَحْمِلُهُ يَعْنِى يَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلاَ
يَأْ تِيَّنَ اَحَدُ كُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِبَعِيْرٍ لَهُ رُغَاءٌ
أَوْ بَقَرَةٌ لَهَا خَرَارُ, أَوْ شَاةٌ تَيْعَرَ, ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ
حَتَّى رُئِيَ بَيَاضُ إِبْطَيْهِ ثُمَّ قَالَ: اَللَّهُمَّ هَلْ بَلَغْتُ؟
(متفق عليه)
Artinya:
mengapa saya mempekerjakan seorang laki-laki dari antara kamu kemudian
ia mengatakan ini untuk mu dan ini hadiah untuk mu? Mengapa tidak saja
tinggal di rumah ibunya supaya di beri hadiah demi zat yang diriku di
tanggannya! Salah seorang diantara kamu tidak akan mengambil sesuatu
dengan cara yang tidak benar melainkan dia akan menghadap Allah-kelak di
hari kiamat-sambil mengambil benda tersebut. Sesungguhnya salah seorang
di antara kamu tidak akan datang nati di hari kiamat dengan membawa
unta yang melengguh atau sapi yang menguwak atau kambing yang mengembik.
Kemudian nabi mengangkat kedua tangannya sampai putihnya kedua
ketiaknya tampak, seraya mengatakan: ya Allah sudahkah saya sampaikan
ini?! (HR. Bukhari dan Muslim).
Demi
Allah tidak ada salah seorang dari kalian yang mengambil suatu tanpa
hak apa pun kecuali ia akan menghadap Allah sambil memanggulnya (sebagai
belenggu) pada hari kiamat kelak. [5]
Rasulullah
Saw, juga memberi peringatan tegas kepada pejabat dan para pegawai agar
jangan sekali-kali menerima suap yang berkedok hadiah atau bingkisan
beliau bersabda: “barang siapa diantara kalian yang telah kami tunjuk
untuk mengurus suatu pekerjaan lalu ia menyembunyikan sehelai benang
atau lebih maka ia akan menjadi rantai belenggu yang akan di datangkan
bersamanya kelah dihari kiamat (HR. Muslim)
Dari
hadis di atas para fuqoha berkesimpulan bahwa hadiah-hadiah yang di
berikan para pejabat dan pegawai adalah suap, uang haram dan
penyelewengan jabatan, islam mengharamkan suap dalam bentuk dan nama apa
pun (hadiah) oleh karna itu dengan nama tidak akan dapat
mengeluarkannya dari haram menjadi halal, dalam hadis nabi dikatakan:
مَنْ اِسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَ قْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَدَهُ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُوْلٌ. (رواه ابو داود)
Arinya:
siapa yang kami pekerjakan pada suatu pekerjaan kemudian kami beri
gaji, maka apa yang di ambil selebih dari itu berarti suatu
penipuan-korupsi. (HR. Abu Daud)[6]
Umar
bin Abdul Aziz pernah di beri hadiah waktu beliau menjadi pejabat
sebagai khalifah, tetapi di tolaknya kemudian dikatakan kepadanya,
Rasulullah mau menerima hadiah “maka umar menjawab apa di terima nabi
itu memang hadiah, tetapi ini buat saya sebagai suapan”
Imam
Al- ghozali berkata “ kalau sudah demikian kerasnya larangan ini, maka
sepatutnya seorang hakim atau penguasa dan orang-orang yangbtergolong
hakim atau penguasa mengira-ngirakan dirinya suatu tinggal bersma ayah
dan ibunya. Kalau dia di beri hadiah sesudah memisahkan diri tetapi
waktu itu masih tinggal bersama ibunya, maka boleh di terimanya ketika
dia sedang memangku jabatan tetapi, kalau dia tau bahwa pemberian itu
karna jabatanya maka haram dia menerimanya hadiah-hadiah kawanya yang
masih disangsikan atau kah kalau dia keluar dari jabatan, bahwa mereka
itu akan memberinya. Maka hal ini dianggap sebagai barang subhat oleh
karna itu jauhilah[7].
Abu
Wa’il Saqiq Ibu Salamah salah seorang tabi’in berpendapat bahwa apabila
seorang pejabat menerima hadiah berarti dia menerima barang yang
diharamkan oleh Allah Swt. Dan jika ia menerima Risywah sampailah ia ke
derajat kufur Asy-Syaukanyy beliau berkata: menurut jumhur hadis segala
hadiah yang di berikan kepada pejabat yang mempunyai kewenangan adalah
Risywah karna hadiah itu mengandung maksud tertentu walaupun yang
menghadiahkan itu orang yang telah biasa memberi hadiah sebelum orang
tersebut itu menjadi pejabat.[8]
Syarih
berkata: menurut Ibnu Ruslah pejabat menerima hadiah hukumnya haram
karna hadiah yang di berikan adalah risywah sebab seseorang yang memberi
hadiah pasti ada tujuannya mungkin untuk memperkuat kebatilan atau
sebagai upaya untuk mencari kemenangan.[9]
Syari’ah
islam memberikan aturan kepada kita agar supaya ketika kita bertindak
dalam mencari kedudukan atau jabatan jangan sampai jalan yang di
tempuhnya salah kana syara’ tidak membolehkan menerima hadiah atau
imbalan atas jasa bantuan dan syafaat seperti hadis yang diriwayatkan
Abu Umamah Ra, Rasulullah bersabda:
“barang
siapa yang membantu seseorang dengan jasa lalu seseorang tersebut
memberinya hadiah atas jasanya itu dan di terimanya maka sesunngguhnya
ia telah memasuki sebuah pintu yang sangat besar dari pintu-pintu Riba.[10]
Sebagian
orang ada yang menawarkan peranan kedudukan dan jasa demi imbalan
berupa sejumlah uang yang di tentukan sendiri untuk mengangkat seseorang
untuk menjadi pegawai atau memindahkan dari satu daerah ke daerah lain,
menurut pendapat yang kuat imbalan atau hadiah yang di berikan hukumnya
adalah haram berdasarkan dengan hadis umamah di atas, bahkan dhohir
hadis ini mencakup perbuatan menerima hadiah walaupun tanpa syarat yang
di sepakati terlebih dahulu.[11]
B. Hukum Memberi Hadiah Untuk Menghilangkan Kedhaliman.
Barang
siapa mempunyai hak yang di abaikan sedangkan jalan untuk mendapatkan
hak tersebut tidak dapat kecuali dengan jalan membari hadiah atau ada
suatu kedholiman yang tidak dapat di atasi kecuali dengan menyuap, bagai
manakah hukumnya?
وَلَاتَأْكُلُوْااَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ بِالْبَا طِىلِ وَتُذْ لُوْابِهَا اِلَى الحُكَّامِ لِتَأْ
كُلُوْافَرِيْقًا مِنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْأِ ثْمِ وَاَنْتُمْ
تَعْلَمُوْنَ.
Artinya:
janganlah kalian makan harta yang berada diantara kamu itu dengan cara
yang batil dan jangan kamu jadikan alat untuk menyuap hakim untuk makan
harta orang lain dengan cara berdosa sedangkan kalian mengetahui.[12]
Rasulullah
Saw menegaskan bahwa memberi hadiah kepada seseorang dengan meksud
tertentu demi mencapai suatu tujuan atau jabatan maka prilaku tersebut
adalah haram, dan kelak dia sebagai penghuni neraka[13].
sebagai mana Rasulullah Saw bersabda:
اَنْ
النَبِّيْ ص.م. قَالَ: اِنَّ أَحْدَكُمْ لَيَخْرُجُ بِصَدَقَتِــهِ مِنْ
عِنْدِيْ مُتَأ َبِطَهَا وَإِنَّمَا هِيَ لَهُ نَارًا قَالَ عُمَّــرْ :
يَا رَسُوْ لُ الله كَيْفَ تُعْطِيْهِ وَقَدْ عَلِمْتُ أَنَّهَا لَهُ نَارً
؟ قَالَ : فَمَا أَصْنَعُ ؟ يَأْبَوْنَ إِلَا مَسْأَ لَتِيْ وَيَأْ بَى
اللهُ عَزَّ وَجَّلَ لِىَ الْبُخْلَ. (ابو يعلى يا سناد جيد)
Artinya:
sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: sesungguhnya ada salah seorang
diantara kamu keluar dari rumahku dengan membawa sedekah yang
disembunyikan di ketiaknya pada sedekah itu hanya umpan neraka. Kemudian
umar bertanya ya Rasulullah mengapa engkau berri padahal engkau tahu,
bahwa sedekah itu merupakan bara neraka baginya maka jawab nabi apa yang
harus saya perbuat baginya sedangkan mereka terus menerus menta
kepadaku dan saya sendiri dilarang Allah berlaku bahil.(HR. Abu Yakla).
Dengan
pernyataan hadis diatas dapat dipertimbangkan bahwa memberi hadiah
dengan tujuan atau maksud tertentu maka tidak di perbolehkani bagi kita,
karna hadiah yang demikian itu adalah suap terselubung, demikian pula
memberikan hadiah kepada merekah dengan tujuan mengambil hati mereka
tanpa hak baik untuk kepentingan sekarang maupun masa yang akan datang
dengan cara memasukan data atau pun mendahulukan pelayanan kepadanya
daripada orang lain yang lebih berhak menerima dan memenangkan
perkaranya maka etika itu haram bagimu memberikan hadiah kepada merekah
dan haram pula bagi merekah menerima hadiah tersebut di karnakan itu
merupakan suatu suap menyuap hal ini sebagi mana hadis yang di
riwayatkan oleh Abdullah bin Ammar ra. Dia berkata: Rasulullah Saw
melaknat orang yang menyuap dan orang yang menerima menyuap (HR. Abu
Daud)
Allah
swt. Telah menyingung praktik suap pada sejumlah ayat di dalam Al-Quran
sebut saja misalnya firman Allah swt: “Dan janganlah sebagian kamu
memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil
danjanganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim supaya kamu
dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan jalan
berbuat dosa padahal kamu mengetahui” Qur’an Qs Al-Baqorah 188.
Allah
juga menyebut kaum Yahudi sebagai kaum yang telah melakukan praktek
suap dan memakan yang haram seraya melarang merekah untuk berbuat
demikian Allah swt berfirman: “Dan kamu akan melihat kebanyakan dari
merekah (orang-orang yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan
memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang merekah telah
kerjakan itu”. (Qs Al-maidah surat 62) para Fuqoha’ lebih lanjut
menyatakan pemberi suap dan peneriama suap sama-sama bisa diseret kemeja
hukum jika keduanya terbukti memiliki tujuan dan keinginan yang sama.
Ulama’ ahli fiqih juga menegaskan bhwa hadiah-hadiah yang di berikan
pada para pejabat adalah bentuk suap, uang haram dan penyalah gunaan
wewenang. Dalam hal ini para ulama’ ahli fiqih berargumentasi dengan
landasan hukum hadis Ibnu Al-Latbyyiah yang menjabat pengurus jakat dan
konon sering di beri hadiah dan bingkisan.
C. Macam-macam Hadiah Bagi Pejabat Dan Hukumnya
dalam pemberian suatu hadiah atau parsel kepada pegawai atau pejabat dapat di bagi menjadi tiga bagian.[14]
1. Hadiah
yang diharamhan bagi yang memberi maupun yang menerimanya yaitu hadiah
yang di berikan dengan tujuan untuk mewujudkan atau membiarkan sesuatu
yang batil maka hukum hadiah ini haram dan tidak boleh di terima, hal
ini sebagai mana yang dilakukan nabi Sulaiman As. Dia menolak hadiah
dari ratu Bilqis di karnakan ia merupakan suap-menyuap di dalam perkara
agama agar nabi Sulaiman As diam darinya dan membiarkan dia beribadah
kepada matahari sebagai sesembahan selain Allah swt. Yang termasuk
hadiah yang di haramkan bagi pemberi dan penerimanya adalah hadiah yang
di peruntukkan para pemimpin mentri dan pejabat atas sebuah tugas yang
memang wajib dilakukan oleh merekah atau agar merekah memberimu sesuatu
yang bukan menjadi hak mu. Demikian pula memberikan hadiah kepada mereka
dengan tujuan mengambil hati mereka tanpa hak baik utuk kepentingan
sekarang maupun masa yang akan datang yaitu dengan memalsukan data. Maka
ketika itu haram bagimu memberikan hadiah kepada mereka dan haram pula
bagi mereka menerima hadiah tersebut dikarnakan itu suap-menyuap.
2. Hadiah
yang di haram kan bagi yang menerimany dan di beri keringanan bagi yang
membrikanya. Yaitu pemberian hadiahyang dilakukan secara terpaksa karna
apa yang menjadi haknya tidak dikerjakan atau disengaja di perlambat
oleh pegawai bersangkutan yang seharusnya memberika pelayanan. Sebagi
misal pemberian seseorang kapada pegawai atau pejabat yang ia lakukan
karna untuk mengambil kembali haknya atau untuk menjegah kedholiman
terhadpa dirinya apalagi ia melihat jika sang pegawai tersebut tidak di
beri uang pelicin atau sesuatu harta lainya maka ia akan malalaikan atau
memperlambat dan mempersulit prosesnya. Syeh Ilsam Ibnu Taimiyah Rahima
Hullah berkata: “jika seseorang memberi hadiah dengan maksud untuk
menghentikan sebuah kedholiman atau menakihaknya yang wajib maka hadiah
ini haram bagi yang mengambil dan boleh bagi yang memberi.
3. Hadiah
yang di perbolehkan bahkan yang di anjurkan agar memberi dan
menerimanya yaitu suatu pemberia hadiah dengan tujuan mengharapkan ridho
Allah swt untuk memperkuat tali silaturrahmi kasih sayang dan rasa
cinta atau menjalin ukuah islamiah dan bukan bertujuan memperoleh
keuntungan duniawi.
Berikut
ini kami akan sebutkan beberapa permasalahan yang hukumnya masuk dalam
bagian ini sekalipun yang lebih utama dan lebih ati-ati bagi pejabat atu
pegawai tidak menerima hadiah atu parsel tersebut sebagai upaya untuk
menjauhkan diri dari tuduhan atau pandangan negativ dan dalam rangka
membendung jalan bagi dirinya dari pemberian yang haram.
1. Hadiah
seseorang yang tidak mempunyai kaitan dengan jabatan atau pekerjaanya
sebelum orang tersebut menjabat yang seudah sering juga memberi hadiah
karna hbungan kerabat atau yang lainya dan pemberian itu tidak bertambah
meskipun orang yang ia beri sekarang sedang menjadi pejabat atau
pegawai.
2. Hadiah
orang yang tidak biasa memberi hadiah kepada seorang pegawai yang tidak
berlaku persaksianya seperti hakim bersaksi untuk anaknya dan hadiah
tersebut tidak ada hubungan dengan jabatan atau usahanya.
3. Hadiah yang telah mendapat izin dan oleh permerintahanya atau instansinya.
4 4. Hadiah
atasan kepada bawahanya dengan kata lain hadiah dari orang yang
mengangkatnya sebagai pegawai dan orang yang jabatannya lebih tinggi
darinya bukan sebaliknya.
5 5. Hadiah di berikan ia meninggalkan jabatannya dan lain-lain
Hukum
hadiah yang di tunjukan kepada pejabat biasa di bahas para ulamak
ketika membijarakan hukum hadiah untuk seorang hakim. Namun ketentuan ini juga berlaku untuk semua pejabat Negara angota DPR dan lain-lain. Dalam Duror Al-Hukkam fi syarah Majalah Al-Ahkam Al-Adliyah disebutkan :
“Hukum
menerima hadiah yang diberikan karna yang di beri hadiah punya jabatan
tertentu hukumnya adalah haram karna ketika Rasulullah saw. Mengetahui
ada seorang pegawai baitulmall menerima hadiah nabi berhudbah di atas
mimbar seraya berkata andai dia duduk dirumah ibu dan bapaknya apakah
dia mendapatkan hadiah, dengan pertimbangan tersebut maka tidak di
perbolehkan bagi pejabat untuk menerima hadiah yang bukan berasal dari
orang yang telah menjadi teman dan kolegannya sebelum ia punya jabatan”.
Semua hadiah yang di terim,a pejabat Negara itu hukumnya sama dengan
hadiah yang diterima oleh seorang hakim. Apabila seorang hakim diberi
hadiah maka hadiah tersebut hak masyarakat umum oleh karna itu wajib di
letakkan di baitulmall yang memang dimaksudkan untuk kepentingan umum,
namun setatus barang ini di babaitulmall adalah barang temuan artinya
“Jika yang punya sudah diketahui maka barang tersebut akan diserahkan
kepada pemiliknya”.
Jika
seorang hakim atau pejabat berkeyakinan bahwa menolak hadiah yang di
berikan oleh orang yang punya hubungan baik denganya itu menyebabkan
orang tersebut tersakiti maka hakim boleh menerima hadiah tersebut
asalkan setelah menyerahkan uang senilai barang tersebut kepada orang
yang member hadiah.[15]
Dari
paparan di atas dapat kita konklusikan dan deduksikan wabah penyakit
suap atau memberi hadiah dengan tujuan tertentu, para pakar ahli fiqih
telah membahas masalah ini dan munculah beragam pendapat yang dapat kami
ringkas sebagai berikut, pendapat pertama haram dalam kondisi apapun.
pendapat pertama: menyatakan
bahwa suap dalam kondisi ini tetap haram dan pelakunya juga tetap
berdosa hal itu di dasarkan bahwa keumuman ma’na dan dalalah hadis yang
menyebutkan: Allah melaknat orang yang menyuap berikut orang yang menerima suap dan broker suap yang menjadi penghubung antara keduanya.(HR Imam Ahmad)
Penyuap
di anggap berdosa ia telah membantu perbuatan haram dan iapun harus
menerima hukuman. Kelompok ini mempunyai jumlah dalih atas pendapat
merekah diatas antara lain:
1 Secara
umum suap merupakan dosa besar. Dan karna itulah Allah melaknat seluruh
pihak yang terlibat didalamnya. Ia juga termasuk praktek memakan uang
haram, dan Imam Ali ra mendefinisikan: “uang haram adalah suap”
2 Bagi
para penagak hukum atau pejabat suap merangsang merekah untuk mengambil
keputusan diluar prosudur ketentuan hukmyang telah di tetapkan oleh
Allah (Negara), akan tetapi keputusan yang di ambilnya menuti kata
penyuap. Dan praktek ini jelas merupakan perbuatan menganti hukum Allah (Negara) secara ilegal.
P Penyuap
dapat di posisikan sebagai orang yang dholim dan merusak di muka duniah
dan menimbulkan keterbengkalian hak orang-orang yang tidak mempu
membayar suap. Fenomena ini jelas akan menyebabkan kebinjangan dan kekacauan dalam pola interaksi antar manusia.
Pendapat kedua: boleh jika memang dalam keadaan dhorurat merekah mengunakan dalih
Pelaku telah menempuh jalur resmi, legal
Pelaku telah menempuh jalur resmi, legal
Suap tesebut dilakukanya hanya untuk memperoleh haknya tanpa ada unsur melangar atau merampas hak orang lain
Kemasalahatan yang inggin di capainya dengan suap tersebut harus sesuai dengan syara’
Dari
pembahasan semuanya bahwa memberi hadiah kepada pejabat hukumnya adalah
haram apabila ada maksud tertentu. Namun jika pemberiah hadiah karena
rasa terima kasih dan tidak melangar syara’ maka hukumnya boleh.
--------------------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA
[1] H. Aliy As’ad fathul mu’in (kudus,menara kudus.1979).Hal 328
[2] Ahmad Wahid,terjemah shohih muslim (semarang,toha putra.1979)Hal 221
[3] Abdullah Lam Ibrahim, fiqih finansial (solo,inter media. 2005).Hal 200
[4] Husain Husain syahata, suap dan korupsi. (Jakarta, amzah.2005)Hal 11
[5] Muhammad fuad Abdul Baqi Al-lu’lu’ wal marjan ( Surabaya PT Bina Ilmu Offset, 1993) Hal 711
[6] Ibrahim Lubis,kumpulan hadis-hadis(Jakarta,galia Indonesia.1984)Hal 371
[7] Abdul Majid,Terjemah inya’ ulumuddin bab “halal wal min rubuil ‘adad. (semarang, cv asisifa.2009) juz3
[8] Teungku Muhammad Hasbi Ash Syiddieqy, hadis-hadis hukum (semarang,pustaka riski putra.2001)Hal 480
[9] Hamydy. Imron AM. Umarfanany, terjemah nailul autar,(solo,pt bintang ilmu.1986)Hal 613
[10] Mukhjuhri, fatkhul bahri,(semarang, cv asisifa.2009)Hal 450
[11] Muhammad Sholih Al-munajid, larangan-larangan yang terabaikan.(Jakarta,darul hadis,1416 H)Hal 163
[12] H.Salim Bahraysy dan H.Syaid Bahraysy,terjemeh singkat tafsir ibnu kasir.( surabaya,pt bina ilmu.1981)Hal 314
[13] Yusuf kardawi, halal dan haram dalam islam, (surabaya, pt bina ilmu,th 2000) Hal 466.
[14] Ustad Aris Munandar,Hukum menerima parsel (www.dikutip diinternet,1,mei.2012)
[15] Abdul Tuasikal, hukum menerima hadiah atau parsel(www.dikutip dari internet,1,mei.2012)
0 komentar:
Posting Komentar