Membersihkan Hati dan Mengatasi Keraguan Dalam Beribadah
Siapapun yang ma’rifatnya hidup,
hatinya hidup, akan resah dengan apa yang ada dalam hatinya. kalau-kalau
ada penyakit bathiniyah. Bagi orang yang kesadarannya tinggi itu sangat
meresahkan.
Cara mengatasinya,
Pertama, bertaqarub kepada Allah melalui thariqat. Mengganti sifat-sifat yang kurang baik, yang melekat dihati dengan sifat-sifat yang baik, yang senantiasa mengajak kita bertaqarub kepada Allah SWT.
Pertama, bertaqarub kepada Allah melalui thariqat. Mengganti sifat-sifat yang kurang baik, yang melekat dihati dengan sifat-sifat yang baik, yang senantiasa mengajak kita bertaqarub kepada Allah SWT.
Kedua, kita berusaha menganti
ukiran-ukiran yang buruk dalam hati kita dengan ukiran-ukiran yang
indah, dengan cara berusaha menjalankan perintah Allah SWT dan sunnah
Baginda Nabi SAW. Kemudian mendekatkan diri kita pada ulama,
menghadiri ta’lim-ta’lim mereka. Karena duduk bersama para alim ulama
menimbulkan daya tarik tersendiri bagi kita untuk lebih mendekatkan diri
kita kepada Allah SWT.
Ketahuilah, manusia itu
tempatnya kekurangan. Siapapun mempunyai sipat kekurangan. Mari kita
sama-sama belajar mengurangi (bukan menutup-nutupi) kekurangan yang ada
pada diri kita masing-masing dengan cara berdzikir. Allah SWT.
berfirman, “berdzikir itu menenangkan hati”. Jika hati kita tenang,
insyaallah, kita akan lebih mudah mengndalikan keinginan kita untuk
berbuat maksiat.
Sebetulnya, kalau kita
mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan perasaan yang masih kurang
sempurna, itu baik. Sebab, perasaan ini akan mendorong kita untuk
meningkatkan kulaitas ibdah kita dengan cara lebih mendekatkan diri
kepada Allah SWT. dan memperbaiaki amal ibadah kita, sekalipun orang
lain menilai amal ibadah kita sudah sangat bagus.
Jadi, ada baiknya perasaan
tersebut dipelihara. Tapi, ingat, jangan menggunakan keyakinan kita.
Sebab, kalau masuk ke masalah keyakinan, akan muncul rasa syak dan ragu.
Misalnya, benarkah shalat yang kita jalankan itu merupakan perintah
Allah SWT?
Kita harus yakin, apa yang kita
kerjakan adalah perintah Allah SWT. Kita mengerjakannya untuk mentaati
perintahnya. Adapun diterima atau tidak, itu urusan Allah SWT. Itu
mutlak hak Allah Ta’ala. Memang, kita menginginkan amal ibadah itu
diterima. Tapi mau diberi pahala atau tidak, itu urusan Allah Ta’ala.
Itulah yang paling baik.
0 komentar:
Posting Komentar