Prinsip Amal Kebaikan
Kebaikan merupakan nilai luhur yang universal. Semua umat, agama, dan filsafat menaruh perhatian yang besar terhadap amal kebaikan. Dalam Al Qur’an, kebaikan dituturkan dengan menggunakan berbagai kata yakni al birr (kebajikan), al ihsan (kebaikan), ar rahmah (kasih sayang), ash shadaqah (sedekah), dan sebagainya. Penyampaiannya pun ada yang berupa perintah, motivasi, pujian bahkan larangan atau peringatan bagi yang tidak melakukannya. Berikut beberapa ayat dalam Al Qur’an yang menyerukan amal kebaikan.
Al Hajj : 177, “Berbuatlah kebaikan supaya kamu mendapat kemenangan.” Ali Imran: 115,”Dan apa saja kebaikan yang mereka kerjakan, maka sekali-kali mereka tidak dihalangi (menerima pahalanya).” Al Baqarah: 83, “Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” Al Maidah: 48, “Allah hendak menguji kamu terhadap pemberianNya kepadamu. Maka, berlomba-lombalah berbuat kebaikan.”
Dalam hadits juga dianjurkan
kebaikan sebagai berikut:
“Barang siapa beriman kepada
Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (Hadist Arbain
ke-15)
“Barang siapa menunjukkan kepada
kebaikan, ia mendapatkan pahala seperti orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim
dalam Al Imarah)
Akan tetapi ada lima
karakteristik atau prinsip yang membedakan amal kebaikan dalam Islam dengan
agama lainnya. Prinsip-prinsip tersebut meliputi:
1. Komprehensif
Seorang muslim melakukan amal kebaikan secara menyeluruh kepada semua yang membutuhkan, baik kerabat atau bukan, muslim atau kafir, kawan atau lawan, dan manusia maupun binatang. Kendati demikian Islam menekankan ada prioritas, seperti mengutamakan kerabat. Sabda Rasulullah SAW, “Sedekah kepada orang miskin mendapatkan satu pahala sedekah, sedangkan kepada kerabat mendapatkan dua pahala, sedekah dan silaturahim” (HR. Ahmad).
Begitu pula terhadap nonmuslim, seorang muslim wajib
berbuat baik dan adil kepada mereka selama masih berdamai dan tidak
memperlihatkan sikap permusuhan. Sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah SWT,
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu
dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Al
Mumtahanah:8). Bahkan pada tawanan, orang yang jelas memusuhi Islam tetapi
dalam kondisi tertawan, Allah memuji umatNya yang berbuat baik pada tawanan.
Dalam Al Insan:8, “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang
miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan.”
Berbuat baik juga berlaku kepada binatang dan tanaman.
Dalam sebuah hadits disebutkan, “Takutlah kepada Allah SWT terkait binatang
ternak. Maka tunggangilah binatang itu dengan cara yang baik dan makanilah dia
dengan cara yang baik pula.”(HR Ahmad)
2. Ragam Kebaikan
Amal kebaikan yang dilakukan muslim, baik sendiri
maupun secara berjamaah, tak hanya memiliki satu bentuk saja, melainkan
bermacam-macam sesuai kebutuhan dan kemampuan manusia, juga tergantung tuntutan
dan kemungkinan yang ada. Amal bisa berupa ibadah yang bersifat ritual, maupun
sosial kemasyarakatan. Ibadah ritual harus dilakukan dengan benar, sesuai
tuntutan syariat. Sedangkan ibadah sosial lebih fleksibel. Wujudnya bisa berupa
materi maupun nonmateri seperti waktu dan tenaga. Bahkan hal yang paling sederhana seperti
kata-kata yang baik, menyingkirkan batu di jalan, dan senyuman pada orang lain
bisa menjadi amal kebaikan, sebagaimana hadits “Senyummu pada saudaramu adalah
sedekah” (HR.Tirmidzi).
Islam juga menganjurkan amal kebaikan sesuai dengan
kemampuan. Hadits yang diriwayatkan dari Abu Dzar, beberapa sahabat Rasulullah
bertanya kepada beliau bahwa orang-orang kaya akan mendapat banyak pahala
karena mereka sholat dan puasa sebagaimana mereka, dan masih bisa bersedakah
dengan kelebihan hartanya. Rasulullah menjawab,”Bukankah Allah telah menjadikan
bagi kalian apa-apa yang dapat kalian sedekahkan? Sesungguhnya pada setiap
tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah
sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, mengajak pada kebaikan adalah sedekah,
mencegah yang mungkar adalah sedekah, dan berkumpul dengan istri adalah
sedekah.” (HR Muslim).
3.
Kontinuitas
Salah satu ciri amal kebaikan di kalangan umat Islam adalah kontinuitas atau berkelanjutan. Dalam Islam, ada beberapa kewajiban yang memang bersifat periodik, seperti sholat fardhu setiap hari, zakat fitrah setiap Ramadhan, zakat maal setiap tahun dan sebagainya. Ada pula yang bersifat nonperiodik dan tidak wajib, seperti sedekah, membantu orang lain, sholat sunnah, dan lainnya. Ibadah wajib harus dilakukan oleh orang muslim, sedangkah ibadah sunnah merupakan ibadah tambahan yang dapat menyempurnakan ibadah wajib. Semuanya sebaiknya dilakukan secara kontinu dan berkelanjutan, karena Allah akan selalu mengawasi dan melihat ummatNya. Firman Allah SWT, “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (Al Zalzalah:7). Selain itu, kita tak pernah tahu kapan ajal akan menjemput manusia. Dengan terus menerus beramal baik, semoga Allah mengakhirkan kita dalam husnul khatimah.
4.
Motif yang Kuat
Memiliki motivasi yang kuat akan menjadikan seorang muslim lebih giat dan teguh dalam beramal baik. Motivasi tersebut antara lain:
a. Mencari keridhaan Allah
“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada
orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi
makan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah. Kami tidak
menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terima kasih.” (Al
Insaan:8-9)
Termasuk mencari keridhaan Allah adalah meminta surga
berikut pahala dan kenikmatan di dalamnya. Motivasi inilah yang telah mendorong
banyak sahabat melakukan kebaikan. Maka, ketika diturunkan ayat Al Qur’an yang
menyeru kebaikan, mereka bersegera melakukannya bahkan ingin berbuat lebih.
Cinta dunia dan kekikiran tak menghalangi mereka berbuat baik sebab mereka
yakin pahala Allah lebih besar dan di sisi Allahlah yang lebih kekal.
Ada sebuah kisah bahwa Abu Thalhah menyedekahkan kebun
kurma yang ia paling cintai segera setelah diturunkannya ayat yang berbunyi
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (Ali Imran:92).
b. Motivasi normatif
Motivasi normatif sebagaimana dalam Al Qur’an yang
menyebut orang-orang yang beramal baik sebagai orang yang bertakwa (Al Baqarah:
2-3), orang yang beriman (Al Anfal: 3-4), orang yang berakal (Ar Ra’d: 19-22),
atau orang –orang yang berbuat baik (Adz Dzariyat: 16-19).
c. Keberkahan di dunia
Agama Islam sangat memperhatikan kebaikan baik di
dunia maupun di akhirat. Maka kebaikan dunia pun boleh menjadi motivasi seorang
mukmin untuk berbuat kebaikan, seperti keharmonisan rumah tangga, harta yang
berkah, anak yang sholeh, maupun berharap Allah memberikan ganti yang lebih
baik dari yang disedekahkan.
“Barang siapa bertakwa kepada Allah,niscaya Allah
menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (Ath Thalaq: 4)
“Barang siapa mengerjakan amal shaleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik.”(An Nahl:97)
5.
Ikhlas demi kebaikan
Karakteristik terakhir dari amal kebaikan adalah dilandasi
keikhlasan yakni dilakukan semata-mata demi kebaikan. Hal tersebut dapat terwujud
apabila dimotivasi oleh agama dan akhlaq, bukan duniawi dan materi. Misalnya
kebaikan seseorang tidak akan diterima apabila dijadikan alat untuk menipu atau
meraup suara dalam pemilu. Demikian pula,amal kebaikan yang dilakukan dengan
cara yang haram seperti: sedekah dari uang suap atau uang judi. Dalam sebuah
hadits, Rasulullah bersabda “Sesungguhnya Allah itu Maha Baik dan hanya
menerima yang baik-baik.”
0 komentar:
Posting Komentar