Mental Pecundang Sebagian Umat Muslim di Zaman Sekarang
Salah satu penyakit menonjol sebagian kaum Muslimin dewasa ini ialah
terjangkiti Defeated Mentality (Mental Pecundang). Tidak sedikit saudara
muslim kita yang malu menampilkan identitas ke-Islam-annya di tengah
masyarakat. Ia sangat khawatir bila dirinya memperlihatkan segala
sesuatu yang terkait dengan nilai-nilai Islam maka ia akan diejek,
dipandang rendah, diasingkan, dikucilkan, ditolak bahkan dimusuhi.
Inilah yang menyebabkan tidak sedikit pegawai kantoran yang membiarkan
dirinya menunda bahkan meninggalkan sholat bila mendapati dirinya sedang
“terjebak” di dalam suatu meeting panjang. Tidak sedikit muslimah yang
ragu untuk berjilbab karena tidak siap menghadapi “komentar negatif”
orang-orang di sekelilingnya. Dan banyak daftar contoh lainnya. Padahal
menampilkan identitas Islam merupakan perintah Allah سبحانه و تعالى :
فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka:
“Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada
Allah).” (QS. Ali Imran [3] : 64)
Keberpalingan orang lain dari agama Allah سبحانه و تعالى tidak
berarti kitapun harus ikut-ikutan berpaling darinya. Berjalanlah di
tengah masyarakat dengan identitas Islam yang jelas terlihat. Sebab
menampilkan identitas Islam merupakan bukti seorang muslim siap
beribadah kepada Rabbnya dalam situasi dan kondisi apapun. Di manapun
dan di hadapan siapapun. Memperlihatkan perilaku dan akhlak Islam
merupakan bukti seorang muslim meyakini bahwa sosok Nabi Muhammad صلى
الله عليه و سلم merupakan teladan utama bagi dirinya yang perlu ia
contoh begaimanapun situasi dan kondisi yang melingkupi dirinya.
Seorang
muslim tidak dibenarkan membiarkan dirinya berperilaku laksana bunglon.
Berubah warna menyesuaikan diri dengan warna di sekitar dirinya. Warna
Islam harus menjadi warna seorang muslim betapapun ramainya aneka warna
lainnya di sekitar dirinya. Muslim yang tidak konsisten menampilkan
identitas Islamnya merupakan orang yang memiliki mentalitas pecundang.
Ia telah kalah sebelum bertarung.
Apa sebenarnya yang menyebabkan banyak muslim dewasa ini bermental pecundang? Banyak sebabnya. Di antaranya ialah:
1. Tidak memiliki keyakinan yang mantap bahwa sesungguhnya Allah سبحانه
و تعالى pasti menolong orang yang menolong (agama) Allah سبحانه و
تعالى. Dia ragu apakah benar jika dirinya tampil dengan identitas Islam
ia bakal ditolong Allah سبحانه و تعالى? Sehingga akhirnya dia menawar
dalam hal ini. Dia mulai mencari identitas lain yang dia sangka jika ia
tampilkan –baik bersama dengan identitas Islam maupun tidak- maka
manusia di sekitar akan memberikan apresiasi kepada dirinya. Ia akan
dianggap sebagai orang yang lebih “mudah diterima”. Padahal jelas Allah
سبحانه و تعالى berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS. Muhammad [47] : 7)
2. Dia silau melihat kaum kafir yang Allah sedang berikan kesempatan
memimpin dunia dewasa ini di zaman yang penuh fitnah (baca: ujian) bagi
kaum yang beriman. Lalu dalam rangka supaya bisa segera menyaingi
keberhasilan kaum kafir, maka diapun mengikuti jejak langkah, tabiat dan
kebiasaan kaum kafir. Jika kaum kafir bisa meraih kemenangan tanpa
menghiraukan keterlibatan agama dalam urusan kehidupan sosial, politik
dan ekonomi, maka iapun menganggap bahwa hal itu juga bisa diraih oleh
ummat Islam jika paham sekularisme turut dikembangkan di tengah kaum
muslimin.
Akhirnya ia beranggapan bahwa identitas berdasarkan kesamaan bangsa lebih dapat diandalkan daripada identitas berdasarkan kesamaan aqidah dan ketundukan kepada Allah, Rabb Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa alam raya. Paham nasionalisme yang merupakan ideologi produk manusia dipercaya dapat “lebih menjual” daripada ideologi dienullah (agama Allah) Al-Islam yang bersumber dari Allah سبحانه و تعالى . Alhasil keyakinan bahwa Allah سبحانه و تعالى merupakan sebab bersatunya hati manusia digantikan dengan man-made ideologies sebagai sebab persatuan dan kesatuan umat manusia. Padahal jelas Allah سبحانه و تعالى berfirman:
Akhirnya ia beranggapan bahwa identitas berdasarkan kesamaan bangsa lebih dapat diandalkan daripada identitas berdasarkan kesamaan aqidah dan ketundukan kepada Allah, Rabb Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa alam raya. Paham nasionalisme yang merupakan ideologi produk manusia dipercaya dapat “lebih menjual” daripada ideologi dienullah (agama Allah) Al-Islam yang bersumber dari Allah سبحانه و تعالى . Alhasil keyakinan bahwa Allah سبحانه و تعالى merupakan sebab bersatunya hati manusia digantikan dengan man-made ideologies sebagai sebab persatuan dan kesatuan umat manusia. Padahal jelas Allah سبحانه و تعالى berfirman:
وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ
أَنْفَقْتَ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًامَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ
وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ
3. Dia mudah terjebak oleh paham-paham sesat modern yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sementara ada sebagian ummat Islam bahkan tokoh Islam yang justeru mendukung paham-paham tersebut. Dukungan yang diberikan kadang-kala dijabarkan dalam tulisan-tulisan yang berdalilkan ayat dan hadits pula. Di antaranya adalah seperti paham Pluralisme, Sekularisme, Humanisme serta Demokrasi.
Memang harus diakui bahwa jika
seorang muslim tidak memiliki ilmu yang cukup dan rajin membaca berbagai
tulisan para ulama dan pemikir Islam yang kritis membedah kesesatan
paham-paham tersebut, niscaya dia akan dengan mudah menelan berbagai
pandangan yang mendukung dan menjustifikasi keabsahan paham-paham tadi.
Sebab media yang pada umumnya sekuler lebih condong memuat pendapat yang
sejalan dengannya. Hanya sedikit sekali media Islam yang cukup cerdas
membongkar bahayanya paham-paham tadi. Karena disamping kecerdasan juga
diperlukan keberanian untuk menentang arus yang mengkampanyekannya.
Itulah rahasianya Allah سبحانه و تعالى memerintahkan ummat Islam agar
tidak mudah ikut arus yang ramai.
وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ
يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنْ
هُمْ إِلا يَخْرُصُونَ
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi
ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak
lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain
hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS. Al-An’aam [6] : 116)
4. Dia tidak cukup sabar meniti jalan sulit dan mendaki sesuai sunnah
(tradisi) cara berjuang Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم untuk meraih
janji kemenangan agama Allah سبحانه و تعالى di dunia. Dia mengira bahwa
jadwal kemenangan ummat Islam mesti ditentukan oleh perhitungan akal
dirinya sendiri. Padahal segala sesuatu memiliki dan mengikuti
sunnatullah. Akhirnya demi segera tercapainya kemenangan ia rela
berjalan dan berjuang tidak lagi mencontoh sunnah Nabi Muhammad صلى الله
عليه و سلم Mulailah dia memandang para mujahidin yang sejatinya berada
di atas jalan Allah سبحانه و تعالى justeru sebagai kalangan yang bodoh,
tidak progressif dan tidak realistis.
Sedangkan para kolaborator (baca:
para pengkhianat) justeru dipandangnya sebagai kalangan yang
berpandangan luas, progressif dan realistis dalam berjuang. Mereka lupa
bahwa kalah dan menang merupakan tabiat hidup di dunia. Tidak mungkin
ummat Islam terus-menerus meraih kemenangan di dunia sebagaimana tidak
mungkin kaum kafir pasti selalu mengalami kekalahan di dunia. Allah
سبحانه و تعالى menggilir masa kejayaan dan kemenangan di antara ummat
manusia. Ada masanya ummat Islam berjaya, ada masanya ummat Islam
terpuruk. Ada masanya kaum kafir terpuruk, ada masanya mereka diizinkan
Allah meraih kemenangan di dunia.
إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ
الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُوَتِلْكَ الأيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ
وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُواوَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ
وَاللَّهُ لا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya
kaum (kafir) itu pun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan
masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia
(agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan
orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian
kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai
orang-orang yang zalim.” (QS. Ali Imran [3] : 140)
Yang pasti, hanya kaum beriman sejati sajalah yang selamanya akan
berjaya dan bahagia di akhirat. Dan hanya kaum kafirlah beserta kaum
munafiq yang berkolaborasi dengan mereka yang selamanya bakal merugi
dan menderita kekalahan sejati di akhirat kelak nanti.
Begitu kita menyadari bahwa secara konteks zaman kita ditaqdirkan
Allah سبحانه و تعالى lahir ke dunia di era dimana giliran kekalahan
sedang menimpa ummat Islam dan giliran kejayaan sedang Allah taqdirkan
berada di tangan kaum kuffar, maka kita segera sadar bahwa ini merupakan
era badai fitnah (baca: badai ujian).
Dengan legowo kita harus mengakui bahwa ummat Islam dewasa ini sedang babak belur dan kaum kafir sedang berjaya secara duniawi. Tapi itu bukan alasan untuk kemudian kita meniti kehidupan di dunia ini dengan defeated mentality (mental pecundang). Ini sama sekali bukan alasan ummat Islam untuk meninggalkan jalan hidup Islam dan malah mengadopsi jalan hidup kaum kuffar.
Dengan legowo kita harus mengakui bahwa ummat Islam dewasa ini sedang babak belur dan kaum kafir sedang berjaya secara duniawi. Tapi itu bukan alasan untuk kemudian kita meniti kehidupan di dunia ini dengan defeated mentality (mental pecundang). Ini sama sekali bukan alasan ummat Islam untuk meninggalkan jalan hidup Islam dan malah mengadopsi jalan hidup kaum kuffar.
وَلا تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الأعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu
bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi
(derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran [3] : 139)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا
وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ
Dari Abu Hurairah dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: ‘Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan
kembali dalam keadaan asing,maka beruntunglah orang-orang yang
terasing’.” (HR. Muslim No. 208)
Sumber: eramuslim
0 komentar:
Posting Komentar