Syukur dan Sabar
Kalau kita ingin mengetahui betapa nikmat “sehat” merupakan nikmat
yang tiada tara, maka rasanya kita perlu sesekali berkunjung atau
menjenguk pasien-pasien di rumah sakit, di sanalah terlihat jelas betapa
kesehatan merupakan nikmat tiada tara, saat menyaksikan saudara kita
yang sedang diambil sebagian nikmat kesehatannya (sedang sakit),
terlihat dari wajah mereka yang lemah dan pucat, terdengar rintihan
kesakitan yang memelas, bahkan kadang kita melihat betapa beratnya
mereka melawan penyakit yang sedang dideritanya, kita baru sadar bahwa
nikmat sehat yang selama ini kita rasakan adalah sesuatu yang luar
biasa, namun ironisnya kita sering lupa akan nikmat sehat dan kurang
mensyukuri nikmat sehat ini.
Padahal Allah sudah mengingatkan kita dalam Alquran
“Dan
sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai kurnia yang besar (yang
diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak
mensyukuri(nya).” QS.An-Naml:73
Sebagai contohnya kita yang
bisa berjalan melangkahkan kaki menuju ke mana kita suka mungkin bagi
kita sesuatu yang biasa dan tidak istimewa, tetapi mari kita lihat
saudara kita yang sedang terbujur lemah karena sakit stroke, jangankan
berjalan, menggerakkan kaki atau tangan saja tidak berdaya, karena
memang ada beberapa sel saraf yang rusak akibat serangan strokenya.
Padahal mereka ingin sekali berjalan atau beraktivitas seperti kita.
Atau
kita yang bisa bernafas dengan normal, menghirup oksigen ke dalam
paru-paru, lalu menghembuskan karbondioksida keluar paru melalui hidung
secara teratur 18-20 kali setiap menitnya seolah merupakan hal yang
biasa dan bukan suatu kenikmatan, padahal saudara kita yang sedang
dirawat di ICU untuk melakukan hal yang sama dengan kita (bernafas)
harus dibantu dengan alat bantu pernafasan (ventilator) dengan biaya
tinggi dan dengan risiko kematian tinggi akibat gagal nafasnya.
Begitu
juga ketika kita bisa buang air kecil (BAK) setiap hari dengan lancar
dan teratur sering itu kita anggap bukan suatu kenikmatan, padahal
pasien-pasien yang tidak bisa BAK karena gagal ginjal harus dilakukan
cuci darah secara berkala 2-3 kali seminggu sepanjang hidupnya karena
mereka tidak bisa mengeluarkan zat toksin (berupa kencing), tentunya
proses cuci darah (hemodialisis) merupakan tindakan yang mahal dan
banyak risiko yang bisa terjadi saat dilakukan prosedur itu, tetapi kita
seringkali lupa bahwa nikmat buang air kecil merupakan kenikmatan yang
tiada tara.
Hal yang sama saat kita yang bebas nyeri karena badan
kita sehat sering tidak bersyukur, sementara beberapa pasien yang
berhari-hari atau bebulan-bulan tersiksa nyeri yang berkepanjangan
akibat penyakit kronis; kanker misalnya, begitu berat rasa nyeri yang
diderita sampai mereka tidak bisa tidur nyenyak dan sering dihantui
putus asa dan tersiksa sepanjang hidupnya.
Pendek kata seringkali
nikmat sehat tidak kita rasakan sebagai kenikmatan dan akhirnya kita
lupa untuk mensyukurinya, parahnya kita baru merasakan nikmat sehat
manakala kita diberi sakit.
Padahal Allah berfirman dalam surat Luqman:
“Dan
sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Luqman,
yaitu:“Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada
Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan
barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi
Maha Terpuji.” (QS.31:12)
Saudaraku, bilamana kenyataan
sakit dan harus dirawat di rumah sakit begitu berat, begitu lelah dan
memakan waktu serta biaya yang sangat tinggi, pertanyaan yang harus kita
jawab sudahkah kita selalu bersyukur atas nikmat yang tiada tara
seperti ini? Begitu besar nikmat sehat ini maka agama Islam menempatkan
nikmat sehat ini merupakan nikmat terbesar setelah nikmat iman dan Islam.
Pertanyaannya bagi kita, sudahkah kita mensyukuri nikmat sehat ini? Bila
Allah memberi kesempurnaan penglihatan (mata) kita, sudahkah mata ini
kita gunakan sesuai dengan kehendak Allah, atau jangan-jangan mata ini
sering melihat hal hal yang diharamkan baik melihat langsung atau
melihat lewat media canggih seperti Hp, laptop, ipad.
Tidakkah kita
sadar bilamana mata ini dicabut kenikmatan berupa tidak bisa melihat
(buta) segala daya dan upaya kita lakukan untuk mengembalikan
penglihatan kita, karena buta merupakan kelainan yang sangat menyiksa,
gelap pekat tanpa cahaya, itulah yang dirasakan penderita dengan
kebutaan, maka dari itu mari kita gunakan mata sehat ini untuk melihat
kebesaran Allah melalui penciptaan-Nya, berbahagialah seseorang manakala
mempunyai mata yang sering digunakan untuk membaca Alquran, menuntut
ilmu, menatap kasih sayang kepada keluarga kita atau mata yang sering
berlinang airmata karena takut siksa tuhan dan selalu menangis memohon
ampunan-Nya.
Bila kita diberi kesehatan berupa pendengaran,
pertanyaannya sudahkah kita gunakan telinga kita untuk kebaikan, telinga
yang senang mendengarkan ilmu Allah, pengajian, nasehat bukan telinga
yang digunakan untuk mendegar gunjingan selebritis yang tiada manfaat
sama sekali bahkan menambah dosa akibat ghibah.
Kalau kita bisa
berbicara dengan lancar, sudahkah kita gunakan dengan baik, apakah
ucapan kita tidak menyakitkan orang lain, apakah kita masih sering
berdusta, apakah kita sering mengeluh? Berbahagialah bila kita bisa
mensyukuri lidah kita dengan banyak berucap yang baik atau kalau tidak
bisa berucap baik justru kita lebih baik diam, indahnya manusia yang
mempuyai lidah yang selalu basah dengan menyebut asma Allah dalam setiap
dzikirnya, lidah yang menenangkan pasien dan keluarganya, bukan lidah
yang menyakitkan dan membuat susah hati orang lain (baca pasien dan
keluarganya).
Kalau kita bisa buang air kecil dengan normal
sudahkah kita bersyukur dengan cara selalu berdoa saat masuk dan keluar
kamar mandi, kencing dalam posisi berjongkok dan bukan berdiri seperti
yang dicontohkan nabi? Rasanya bersyukur tersebut sangat kecil
dibandingkan bilamana nikmat kencing dicabut dan kita harus dilakukan
cuci darah (naudzubillah), namun sudahkah kita melakukannya? Kalau
kita diberi kemampuan untuk berjalan, sudahkah kaki kita melangkah ke
tempat mulia? Saat adzan berkumandang apakah kaki ini melangkah ke
masjid untuk shalat berjamaah seperti yang diharapkan oleh Allah, atau
justru kaki kita melangkah ke tempat maksiat dan sia-sia?
Padahal Nabi bersabda:
Sesungguhnya
shalat yang paling berat dilaksanakan oleh orang-orang munafik adalah
shalat isya dan shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui keutamaan
keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak.” (HR. Bukhari-Muslim)
Kalau
kita diberi kesehatan berupa nafas yang normal, sudahkah setiap
hembusan nafas kita sertai dengan ucapan syukur, kita tidak harus
dipasang alat bantu nafas (ventilator) seperti saudara kita yang dirawat
di ICU, maka mari kita gunakan setiap hembusan nafas untuk melakukan
kegiatan yang bernilai ibadah. Karena hembusan nafas adalah nikmat yang
tiada taranya, 5 menit kita kita bisa bernafas maka maut bisa menjemput
kita.
Sabar saat sakit
Bagi saudaraku yang
sedang sakit atau menunggu keluarga yang sakit, maka sabar merupakan
obat yang paling mujarab, Ingatlah, penyakit yang datang ke kita atau
keluarga kita, baik penyakit ringan sampai berat bahkan penyakit
HIV-AIDS sekalipun, semuanya atas kehendak Allah, maka terimalah sebagai
suatu kenyataan dengan lapang dada, karena menerima dengan lapang dada
akan memberi dampak kesehatan yang luar biasa dibanding bila tidak
menerima keadaan dengan lapang dada. Ilmu kedokteran yang mengupas
tentang psikoneuroimmunologi banyak memberikan bukti akan terbentuk zat
ketahanan tubuh (immun baru) manakala otak dan tubuh seseorang bisa
tenang dan pasrah, begitu juga sebaliknya imunitas seseorang akan
gampang menurun saat seseorang cemas dan depresi.
Langkah
berikutnya adalah berikhtiar melalui pengobatan secara syar’i untuk
mencari kesembuhan, ingatlah Allah maha melihat dan maha mengetahui,
setiap biaya yang harus dikeluarkan akan dicatat oleh Allah sebagai
infak manakala kita ikhlas dan sabar menghadapi cobaan ini, waktu yang
digunakan untuk berobat atau menunggu saudara yang dirawat inap bukan
waktu yang terbuang percuma, tetapi waktu itu bernilai ibadah jikalau
kita bisa bersabar dan ikhlas menerima cobaan sakit ini.
Langkah
terakhir adalah berdoa dan bertawakkal kepada-Nya, sesungguhnya kita
tidak mempuyai daya dan upaya apa-apa, yang punya daya dan kekuatan
hanya Allah, termasuk yang menurunkan penyakit dan obatnya adalah Allah,
sudah sepatutnyalah kita serahkan semuanya kepada-Nya, kita berdoa
minta kesembuhan kepadanya dengan rasa rendah diri dan bermunajat serta
berikhtiar, selanjutnya kita serahkan kepada-Nya. Dan marilah kita
selalu berbaik sangka kepada Allah, dengan berbaik sangka maka maka
Allah akan memberi kebaikan kepada kita, begitu juga sebaliknya bila
kita berburuk sangka maka Allah akan memberi sesuai dengan persangkaan
hamba-Nya.
Menurut beberapa ulama pada saat seseorang sakit, lalu
dia bersabar dengan penyakitnya dan terus berikhtiar maka ada beberapa
fadhilah yang diberikan antara lain;
- Dosa-dosanya akan
diampuni, sehingga kalaulah dia sembuh maka dia seperti bayi baru lahir
yang tiada berdosa, dan kalaulah maut datang menjemput maka dia sudah
terbebas dari dosa-dosanya.
- Doanya terkabulkan, maka berdoalah sebanyak banyak saat kita sakit, doa untuk kita, keluarga kita bahkan bangsa dan negara kita.
- Pahala yang melimpah, setiap rasa sakit di situ sumber pahala
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang Dicukupkan pahalanya tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10)
Sungguh
mulia urusan orang mukmin, saat dia diberi kenikmatan maka dia beryukur
dan sungguh syukur itu baik baginya, dan manakala diberi kesusahan
berupa rasa sakit maka dia bersabar, dan sabar itu juga baik baginya,
maka tugas kita semua adalah selalu bersyukur dan bersabar dalam setiap
episode kehidupan, karena memang episode hidup selalu diisi dengan
bergantian, antara senang-susah, sehat-sakit, sempit-longgar, muda-tua,
dan seterusnya sampai maut menjemput kita dan kita termasuk hamba Allah
yang senantiasa bersyukur dan bersabar… Amin……
0 komentar:
Posting Komentar