Kepo Dalam Islam
Kamu udah pernah dengar kata “KEPO” belum? ikuti pembahasannya....
1. “Kepo”, apaan sih?
Kepo berasal dari kata Kaypoh. Bahasa Hokkien (China) yang banyak
dipakai di Singapura dan sekitarnya. Sama seperti fudul, kepo berarti
ingin tahu, mencampuri urusan orang lain, dan tidak bisa diam. Kata ini
punya konotasi yang negatif.
Misalnya begini:
"Kamu tadi ngapain ke ruang Guru?"
“Bertemu dengan Pak Budi.”
“Ada urusan apa dengan, Pak Budi?”
"Iiih, kepo banget si loo!"
“Bertemu dengan Pak Budi.”
“Ada urusan apa dengan, Pak Budi?”
"Iiih, kepo banget si loo!"
Dalam keterangan lain, Kepo adalah akronim dari Knowing every Particular
Object adalah sebutan untuk orang yang serba tahu detil dari sesuatu,
apapun yang lewat di hadapannya selama itu terlihat oleh matanya
walaupun hanya sekelebat.
Dalam beberapa kasus orang kepo adalah orang
yang serba ingin tahu, bisa jadi semacam kecanduan untuk tahu
segala hal yang sepele dan itu bisa dia unggulkan sebagai kekuatan orang
tersebut.
Contoh lain orang kepo nih begini …
“Mas, anda penggemarnya band Wali, ya?
“Enggak, tuh…”
“Lha tadi, sapu tangan Mas yang di saku belakang kok gambarnya Wali?”
“Kepo, Loo… ini sapu tangan adikku.”
Jadi kesimpulannya kepo itu rasa ingin tahu, tetapi ingin
tahunya itu berlebihan. Sehingga untuk memenuhi rasa ingin tahu yang
berlebihan itu, ia akan berusaha melakukan berbagai cara untuk
menyelediki target operasi itu, termasuk mencampuri urusan orang lain
yang sebenernya tidak ada gunanya dia tahu atau tidak. Untuk ukuran orang
normal, sih pasti akan risih kalau hal-hal yang terlalu dalem dari
dirinya ditanya-tanya oleh orang lain. Melanggar privasi.
2. Kemudian, baik atau burukkah?
Kepo itu pada intinya keinginantahu yang berlebihan. Bisa jadi baik,
bisa jadi buruk. Tergantung kepentingannya apa dan targetnya apa. Kalau
seperti contoh di atas itu kurang baik, Kepo itu kan sebuah sikap awal. Yaitu rasa ingin tahu, rasa
ingin tahu itu kemudian akan ditindaklanjuti dengan berbagai tindakan
yang bisa jadi berbeda antara seseorang dengan orang lainnya. Orang yang
kepo terhadap perbuatan orang lain, tindak lanjutnya bertanya terus menerus, memperbincangkan dengan orang lain, atau sekadar
menduga-duga/berprasangka. Orang yang kepo terhadap suatu peristiwa, ia
akan berusaha mencari tahu. Bisa jadi melihat langsung ke TKP (tempat
kejadian perkara), menonton siarannya (kalau diberitakan di TV), mencari
beritanya di koran atau internet sehingga menjadi gamblang.
Tindak kelanjutannya bisa jadi baik atau buruk.
3. Bagaimana dengan pandangan Islam?
Dalam Islam telah diatur kehidupan kita, termasuk “Kepo”? Kepo itu berawal dari prasangka, duga-duga. Kok dia gini, kok dia gitu, kok itu begini, kok begitu dst. Prasangka, telah diatur dalam surat Al Hujurat: 12
”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain (tajassus), dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain.” [Al Hujurat: 12].
Kita telah diingatkan, tidak boleh berprasangka yang buruk pada temen, Ini awal dari kepo. Kalau prasangka ini bisa dibendung, tentu kita tidak akan kepo. Tapi kalau tidak bisa membendung, kepo jadinya, padahal sebagian prasangka itu dosa, orang yang berprasangka biasanya ia kemudian akan mencari tahu dengan bertanya sana-sini. Ujung-ujungnya ghibah (membicarakan aib orang lain) Ghibah itu dosa.
Ghibah itu seperti memakan daging saudara kita
yang telah mati. Sungguh itu perbuatan yang sangat menjijikkan. Ciri yang lain orang yang kepo itu mencari-cari tahu tentang keadaan
orang lain. Padahal belum tentu bermanfaat baginya. Dalam Islam hal
itu juga telah diingatkan: “Termasuk dari baiknya keislaman
seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak penting baginya.”
(H.R.Tirmidzi dan yang lainnya)
Jika keislaman seseorang itu baik, maka ia akan meninggalkan hal-hal yang tidak penting baginya. Kalau hanya sekadar pengin tahu, buat apa? tidak usah nyari-nyari tahu, Tahan nafsu kita untuk ingin tahu keadaan orang lain, lebih baik diam. Bukankah diam itu emas? Di hadits yang lain Kita juga diingatkan untuk tidak memata-matai orang lain, menyelidiki keadaan orang lain. Hati-hati bagi yang suka masang telinga untuk menyadap pembicaraan orang lain, Kegiatan seperti ini haditsnya:
"Berhati-hatilah kalian dari buruk sangka sebab buruk sangka itu sedusta-dusta cerita (berita); jangan menyelidiki; jangan memata-matai (mengamati) hal orang lain; jangan tawar-menawar untuk menjerumuskan orang lain, jangan hasut menghasut, jangan benci-membenci; jangan belakang-membelakangi, dan jadilah kalian sebagai hamba Allah itu saudara" (HR Abu Hurairah)
Bagi yang suka menyadap pembicaraan orang lain, memasang telinga, nimbrung, kemudian memakai bumbu penyedap dengan menambahkan kebohongan, berhati-hatilah. Itu bahaya besar. Dalam hadits nabi disebutkan:
Rasulullah saw bersabda, artinya,“Orang yang biasa mencuri-curi dengar tidak akan masuk surga.” [HR. Bukhariy dari Hudzaifah, Imam Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Daruqutniy]
Mari kita introspeksi diri, dan lebih berhati-hati.
Kepo yang baik yang bagaimana?
Kita harus
meletakkan segala sesuatunya pada tempatnya. Untuk kepo yang tepat, bisa
kita gunakan saat kita sedang melakukan penelitian. Saat kita melakukan
kegiatan dibenak kita harus memiliki segudang pertanyaan. “Mengapa
kedelai bisa jadi tempe? Benarkah yang mengitari matahari itu bumi,
bukan sebaliknya? Adakah kandungan emas di dalam tanah tempat
tinggalku?”
Itulah dikatakan kepo yang tepat, kita harus meletakkan sesuatu pada tempatnya. kesimpulannya, jika engkau ingin melakukan atau meninggalkan suatu pekerjaan, perhatikanlah! Apakah hal itu penting bagimu atau tidak? Jika tidak penting, maka tinggalkanlah. Apabila penting, maka kerjakanlah sesuai dengan prioritasnya.
Begitulah manusia yang berakal, ia sangat
perhatian dengan amal kebaikan sebagai persiapan menghadapi kematian,
dan dia selalu menginstropeksi diri terhadap amal-amalnya selama ini.
Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita semua. Sehingga kita bisa
menahan nafsu agar tidak selalu mencari tahu keadaan orang lain.
Sehingga kita bisa menahan diri untuk tidak mencampuri urusan orang
lain.
Wassalam,
Dwi Wahyudi
Dwi Wahyudi
0 komentar:
Posting Komentar