Larangan Berburuk Sangka Dan Menggunjing
Pada
suatu ketika menghadaplah seorang wanita yang sangat pendek badannya,
menghadap kepada Nabi dalam suatu kepentingan, ketika wanita itu sudah
keluar, maka Aisyah r.a berkata :
“Betapa pendek wanita itu”. Mendengar perkataan Aisyah r.a, maka Rasul bersabda : “Wahai Aisyah, kamu telah menggunjingnya tentang kelemahan fisik wanita itu sehingga termasuk menyebarkan fitnah.
Dikisahkan dari Amr bin Dinar, bahwa
sesungguhnya di kota Madinah ada seorang lelaki yang memiliki saudara
perempuan yang tinggal di pinggiran kota Madinah. Pada suatu hari
saudaranya itu menderita sakit, ia datang untuk menjenguknya dan
menemukan ia sudah meninggal dunia, iapun mengusungnya sampai ke
pemakaman sampai mayit dikebumikan telah selesai, kemudian iapun segera
pulang kembali kepada keluarganya ke rumahnya, namun setelah sampai di
rumahnya ia teringat bahwa kantong punya sahabatnya telah jatuh ke liang
kubur dan tertanam bersama mayat saudaranya itu.
Karena mengingat isi kantong itu
sangat penting, maka ia bermaksud akan membongkar kuburan saudaranya
itu. Setelah mendapatkan izin dari ibunya dan saudaranya ia segera
membongkar kuburan, lalu ia mengangkat sebagian tutup liang lahat dengan
sangat hati-hati. “Celaka, aduh celaka!” Kata orang itu
setelah melihat keadaan liang lahat, maka yang mengikutinya segera
berkata : “Ada apakah gerangan, sehingga engkau kelihatan kaget dan
bilang celaka, ceritakanlah kepadaku apa yang terjadi dengan saudaramu
itu?” Maka berceritalah ia, bahwa di dalam liang kubur tampak kobaran
api yang sedang menyala-nyala, lalu ia segera menemui ibunya untuk
menanyakan perbuatan apa yang telah diperbuat oleh saudara perempuannya
itu, ibunya berkata : “Saudarimu itu selalu mendatangi pintu tetangganya
dan mendengarkan apa yang dibicarakan oleh tetangganya itu (ngerumpi),
kemudian ia menyebarkan fitnah kepada para tetangganya yang lain.
Setelah mendengarkan penjelasan sang ibu, maka lelaki itu segera
mengetahui bahwa saudarinya itu suka ngerumpi, sehingga menyebabkan ia
mendapatkan siksa kubur. Itulah akibat orang yang suka menggunjing dan
ngerumpi dan menyebarkan fitnah yang kelihatannya sepele, tetapi sangat
mengasyikkan dan menyenangkan.
Sesungguhnya berbicara itu mudah,
tetapi berat mempertanggungjawabkannya. Mulut ini bagaikan moncong teko
yang hanya mengeluarkan isi teko. Apapun yang kita katakan
lebih menunjukkan siapa sebenarnya diri kita. Apapun yang kita katakan
lebih menunjukkan siapa sebenarnya diri kita. Misalnya, penghinaan kita
terhadap seseorang lebih menunjukkan kehinaan diri kita sendiri
dibandingkan kehinaan orang yang kita hina. Kritik dan koreksi yang kita
sampaikan kepada seseorang kalau tidak hati-hati lebih memperlihatkan
kedengkian kita.
Perkataan yang baik adalah pembuktian
kemusliman seseorang. Hendaknya setiap orang memastikan bahwa kata-kata
yang akan diucapkannya benar-benar baik. Apabila kita tidak yakin
akan dapat mengeluarkan kata-kata yang baik, diam itu lebih baik.
Berkata yang baik tentunya akan lebih bermanfaat dibandingkan diam. Akan
Tetapi, menghindari akibat dari perkataan yang kurang baik akan lebih
utama dibandingkan kita memaksakan berbicara yang akan berakibat jelek
kepada diri sendiri maupun orang lain.
Alangkah ruginya apabila waktu kita
habis untuk sekedar ngobrol hal-hal yang tidak penting. Terkadang kita
tidak bisa memastikan apakah pembicaraan yang kita lakukan itu
bermanfaat atau tidak. Bahkan, sering kita tidak berdaya untuk
menghindar dari pembicaraan yang berisi fitnah, gunjingan dan
permusuhan. Semoga Allah SWT mengkaruniakan kepada kita kemampuan
untuk menjaga lisan agar selalu berbicara yang bermanfaat.
Berdasarkan Al-Qur’an dalam surat
Al-Hujuraat ayat 6 yang berkaitan dengan larangan berburuk sangka dan
menggunjing berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an berdasarkan surat Al-Hujuraat ayat 11 yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an berdasarkan surat Al-Hujuraat ayat 12 yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an berdasarkan surat An-Nuur ayat 15 yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah benar”.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an berdasarkan surat An-Nuur ayat 23 yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat dan bagi mereka azab yang besar”.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an berdasarkan surat Al-Israa ayat 36 yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya”.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an berdasarkan surat Al-Fath ayat 6 yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “Dan supaya Dia mengadzab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (kebinasaan) yang amat buruk dan Allah memurkai mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka Jahanam. Dan (neraka Jahanam) itulah sejahat-jahat tempat kembali”.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an berdasarkan surat Al-Fath ayat 12 yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “...............Dan kamu telah menyangka dengan sangkaan yang buruk dan kamu menjadi kaum yang binasa”.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an berdasarkan surat Qaaf ayat 18 yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya, melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir”.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an berdasarkan surat Al-Qalam ayat 10 - 11 yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina. Yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah”.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an berdasarkan surat Al-Humazah ayat 1 yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela”.
Hal ini sesuai dengan Al-Qur’an berdasarkan surat Al-Muthaffifin ayat 29 - 31 yang berbunyi sebagai berikut :
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang berdosa adalah mereka yang menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang yang beriman lalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan mata. Dan apabila Orang-orang yang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira”.
Berdasarkan Al-Hadits yang berkaitan dengan ghibah yaitu :
Artinya : “Berhati-hatilah terhadap purbasangka. Sesungguhnya purbasangka adalah ucapan paling bodoh”. (H.R. Al-Bukhari)
Artinya : “Barangsiapa mengintai-intai keburukan saudaranya semuslim, maka Allah akan mengintai- intai keburukannya. Barangsiapa diintai keburukannya oleh Allah, maka Allah akan mengungkitnya (membongkarnya) walaupun dia melakukan itu di dalam (tengah-tengah) rumahnya”. (H.R. Ahmad)
Artinya : “Sesungguhnya bila kamu mengintai-intai keburukan orang, maka kamu telah merusak mereka atau hampir merusak mereka”. (H.R. Ahmad)
Rasulullah melarang umatnya meneliti
dan mencari-cari kesalahan orang lain. Sebab yang demikian hanya akan
menghancurkan kerukunan dan kebersamaan kaum muslimin. Di sisi lain
ditegaskan bahwa seburuk-buruk suatu kaum adalah kaum yang di antara
mereka ada seorang mukmin yang berjalan di kalangan mereka dengan cara
sembunyi-sembunyi dan senantiasa meneliti serta mencari-cari kesalahan
orang lain.
Artinya : “Alangkah baiknya orang-orang yang sibuk meneliti aib diri mereka sendiri dengan tidak mengurusi (membicarakan) aib-aib orang lain”. (H.R. Adailami)
Artinya : “Celaka bagi orang yang bercerita kepada satu kaum tentang kisah bohong dengan maksud agar mereka tertawa, Celakalah dia ...... celaka dia”. (H.R. Abu Dawud dan Ahmad)
Artinya : “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah berbicara yang baik-baik atau diam”. (H.R. Bukhari-Muslim)
Artinya : “Kebanyakan dosa anak Adam karena lidahnya”. (H.R. Athbrani dan Al-Baihaqi)
Artinya : “Tahukah kamu apa ghibah itu? Para sahabat menjawab : “Allah dan RasulNya lebih mengetahui”. Beliau bersabda : “Menyebut-nyebut sesuatu tentang saudaramu hal-hal yang dia tidak sukai”. (H.R. Muslim)
Artinya : “Seorang mukmin bukanlah pengumpat, pengutuk, berkata keji atau berkata busuk”. (H.R. Al-Bukhari dan Al-Hakim)
Artinya : “Rasulullah saw pernah ditanya : “Ya Rasulullah, apakah tebusan mengumpat?” Jawab Rasulullah : “Hendaklah engkau beristighfar (memohonkan ampunan) kepada Allah bagi orang yang engkau umpat”. (H.R. Thahawi)
Artinya : Dari Hudzaifah r.a, dia telah berkata : Rasulullah saw telah bersabda : “Tidak akan pernah masuk surga orang yang suka mengumpat”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah memberikan solusi kepada
umatnya yang terlanjur mengumpat orang lain. Yakni dengan memohonkan
ampunan kepada Allah untuk orang yang diumpatnya. Dengan cara
demikian, maka orang yang mengumpat akan mendapatkan maghfirah dari
Allah SWT. Sebab bila tidak mendapat maghfirah, orang yang suka
mengumpat atau menyebar fitnah pasti masuk neraka.
Artinya : “Barangsiapa di sisinya diumpat saudaranya sesama muslim kemudian dia tidak menolongnya padahal dia dapat menolongnya, maka Allah akan merendahkan dirinya di dunia dan di akhirat”. (H.R. Baghawi dan Ibnu Babawaih)
Artinya : “Barangsiapa mengembalikan kehormatan saudaranya lantaran diumpat, maka Allah berhak untuk memerdekakan dirinya dari neraka”. (H.R. Baihaqi)
Bila ada seorang muslim mengumpat orang lain, maka orang yang berada di sisinya wajib untuk mencegahnya. Yang demikian berarti dia telah memberikan pertolongan kepada saudaranya sesama muslim. Namun bila tidak mencegahnya, berarti dia rela direndahkan martabatnya oleh Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya, bila dia memberikan pertolongan dengan cara mencegah, maka Allah akan memberikan pertolongan kepadanya di dunia dan di akhirat. Bahkan berhak dimasukkan ke dalam surga. Sedang bila yang diumpat orang fasik, maka tidak perlu membelanya.
Rasulullah sangat membenci orang yang
mengumpat, hingga beliau menegaskan bahwa kata-kata umpatan itu apabila
dicampur dengan air laut akan mencemarkannya. Ini adalah
gambaran tentang betapa bahaya dan besarnya dosa mengumpat. Sebab
mengumpat dapat membatalkan pahala amal kebajikan seseorang. Di sisi
lain, setan masih merasa mampu dan besar harapan untuk menghancurkan
umat manusia sepanjang masih ada kesempatan untuk membuat mereka
bersedia mengumpat sesamanya. Padahal ketika melihat Allah disembah oleh
umat manusia dengan pelaksanaan shalat, setan sudah merasa putus asa.
Itulah bahaya mengumpat, menggunjing, berprasangka buruk dan meneliti
kesalahan orang lain.
Artinya : “Dari Abi Musa r.a, dia telah berkata : “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah : “Ya Rasulullah, muslim manakah yang lebih utama?” Jawab Rasulullah : “Orang yang kaum muslimin selamat dari gangguan lisan dan tangannya”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Orang yang beriman sempurna akan
selalu menjaga ucapan dan perbuatannya jangan sampai merugikan dan
menyakitkan orang lain. Bila tidak bisa berbicara baik, dia akan lebih
memilih berdiam diri. Sebab suka mencela, mengutuk, berlaku keji dan
berkata kotor bukanlah kebiasaan orang yang beriman.
Orang yang menutup ‘aib orang lain di
dunia, niscaya Allah menutup ‘aibnya pula kelak di
hari kiamat. Hindarilah menggunjing, karena menggunjing itu lebih berat
(siksaannya) dari berzina”. Para sahabat bertanya : “Ya Rasulullah, apa
alasannya menggunjing itu lebih berat dari berzina? Nabi saw bersabda :
“Sesungguhnya seorang lelaki yang telah berzina, lalu dia mau bertobat,
maka Allah tidak akan mengampuninya sebelum orang yang digunjingkannya
itu mengampuninya”.
“Menggunjing itu memang lezat rasanya
di dunia, tetapi dapat mengantarkannya ke neraka di akhirat
kelak”. Rasulullah saw ketika ditanya tentang kebanyakan hal-hal yang
memasukkan manusia ke dalam surga, beliau menjawab : “Takwa kepada Allah
dan akhlak yang baik!” Dan ketika beliau ditanya lagi tentang
kebanyakan hal-hal yang dapat memasukkan manusia ke dalam neraka, beliau
menjawab: “Mulut dan kemaluan!”. (H.R. Tirmidzi)
Dari Abu Hurairah r.a, bahwa
sesungguhnya Rasulullah saw telah bersabda : “Takutlah kamu terhadap
prasangka. Sebab sesungguhnya prasangka adalah sedusta-dusta
pembicaraan. Janganlah kamu mencari-cari dan meneliti kesalahan orang
lain, janganlah kamu saling mendengki, janganlah kamu saling membenci
dan janganlah kamu saling belakang membelakangi . Jadilah kamu
hamba-hamba Allah yang bersaudara sebagaimana Allah telah memerintahkan
kepadamu. Orang muslim adalah saudara muslim yang lain, tidak saling
menzhalimi, tidak saling merendahkan dan tidak saling menghina. Takwa
adalah di sini, takwa adalah di sini”, sambil Rasulullah menunjuk ke a
rah dada.
Kemudian melanjutkan sabdanya :
“Cukuplah keburukan bagi seseorang dengan menghina saudaranya sesama
muslim. Setiap muslim adalah haram atas muslim yang lain akan
darah, kehormatan dan hartanya. Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada
tubuhmu dan rupamu, tetapi Allah melihat kepada hatimu”. (H.R.
Muslim). Rasulullah secara tegas memerintahkan kepada umatnya agar
menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara dan melarang mereka saling
mencari-cari dan meneliti kesalahan orang lain, saling berlomba-lomba
kemewahan, saling mendengki, saling membenci, saling membelakangi,
saling menzhalimi, saling merendahkan, saling menghina, saling
menjerumuskan, saling mendiamkan dan membeli belian orang lain. Sebab
semua itu merupakan akhlak tercela yang tidak pantas dimiliki
oleh seorang muslim. Rasulullah mengingatkan pula bahwa antar sesama
muslim berkewajiban untuk saling menjaga darah, kehormatan dan harta di
antara mereka. Dengan cara demikian, mereka tidak akan pernah saling
menghina maupun menzhalimi. Yang perlu dicatat, bahwa Allah sama sekali
tidak akan pernah melihat penampilan seseorang, baik bodi tubuh maupun
paras muka, tetapi Allah akan selalu memperhatikan hati seseorang. Sebab
di sanalah ketakwaan kepada Allah berada.
Dari Watsilah bin Al Asqa’ r.a, dia
telah berkata : Rasulullah saw telah bersabda : “Janganlah engkau
menampakkan kegembiraan terhadap saudaramu yang mendapat cobaan. Sebab
boleh jadi Allah menyayanginya, kemudian memberi cobaan kepadamu”. (H.R.
Tirmidzi). Ketika orang lain mendapatkan musibah, kita tidak
diperbolehkan menunjukkan kegembiraan. Karena yang demikian adalah
termasuk akhlak tercela dan penghinaan. Sebab, boleh jadi Allah menguji
orang tersebut hanya karena akan diberi kasih sayang yang lebih besar
lagi, sementara dalam kesempatan lain boleh jadi Allah memberikan ujian
yang lebih berat kepada kita.
Dari Ibnu Abbas r.a dari Nabi saw,
beliau telah bersabda : “Barangsiapa mengaku bermimpi dengan suatu mimpi
yang tidak pernah dilihatnya, maka dia akan dituntut untuk mengikat
antara dua butir gandum dan pasti dia tidak akan pernah dapat
mengerjakannya. Barangsiapa mendengarkan pembicaraan suatu kaum sedang
mereka merasa benci terhadap perilaku tersebut, maka pada hari kiamat
nanti akan ditumpahkan cairan timah pada kedua telinganya. Dan
barangsiapa menggambar suatu gambar, maka dia akan disiksa dan dibebani
untuk meniupkan ruh padanya, padahal dia tidak akan pernah dapat
meniupkannya”. (H.R. Bukhari)
Orang yang berdusta, orang yang
mengintai pembicaraan orang lain dan orang yang menggambar berhala
sesembahan, maka akan mendapatkan siksaan yang berat dari sisi Allah.
Dia akan dituntut untuk melakukan sesuatu yang mustahil bisa dilakukan,
lubang telinganya disiram dengan cairan timah dan disuruh untuk
menghidupkan berhala atau gambar yang digambarnya sebagai sesembahan.
Yang demikian adalah merupakan siksaan yang sangat pedih lagi
berat. Pengertian menggambar suatu gambar adalah membuat suatu gambar
benda atau patung yang disediakan untuk beribadah kepada selain Allah.
Misalnya : menggambar salib kemudian disembah atau membuat berhala
kemudian disembah. Sebab hal tersebut akan memudahkan perkembangan
penyembahan terhadap berhala. Karena itu, Islam melarangnya. Lain halnya
kalau gambar itu hanya bernilai seni dan dinikmati keseniannya, bukan
untuk dipuja dan disembah, maka tidak ada larangan.
Dari Abu Hurairah r.a, bahwa
sesungguhnya Rasulullah saw telah bersabda : “Adakah kalian mengetahui,
apakah mengumpat itu?” Para sahabat menjawab : “Allah dan RasulNya
lebih mengetahui”. Rasulullah kemudian bersabda : “Engkau menuturkan
sesuatu tentang saudaramu yang tidak menyenangkan”. Lalu ditanyakan :
“Bagaimanakah pendapatmu jika apa yang aku katakan itu adalah terdapat
pada saudaraku?” Jawab Rasulullah : “Jika apa yang engkau katakan
terdapat pada saudaramu, berarti engkau telah mengumpatnya. Dan jika apa
yang engkau katakan tidak terdapat pada saudaramu, berarti engkau telah
membuat kedustaan terhadapnya”. (H.R. Muslim)
Mengumpat adalah bagian dari akhlak
tercela. Pengertian mengumpat adalah mengatakan sesuatu tentang orang
lain yang apabila dia mendengar merasa tidak senang, sekalipun apa
yang dikatakan itu benar adanya. Sebab kalau apa yang dikatakan tidak
benar adanya, maka yang demikian adalah termasuk perbuatan dusta, bukan
mengumpat.
Dari Anas r.a, dia telah berkata :
Rasulullah saw telah bersabda : “Ketika aku dimi’rajkan, aku
melewati sekelompok kaum yang yang mempunyai kuku dari tembaga yang
untuk melukai wajah dan dada mereka. Kemudian aku bertanya kepada Jibril
: “Siapakah mereka itu, wahai Jibril?” Jawab Jibril : “Mereka adalah
orang-orang yang memakan daging manusia dan menjatuhkan kehormatan
mereka”. (H.R. Abu Dawud) Orang yang senantiasa mengumpat orang lain dan
mencari-cari kesalahannya akan disiksa oleh Allah dengan siksaan yang
berat. Yakni mencakar-cakar muka dan dada sendiri dengan kuku yang
terbuat dari tembaga.
Dari Ibnu Abbas r.a, bahwa
sesungguhnya Rasulullah saw pernah berjalan melewati 2 (dua) kuburan,
kemudian beliau bersabda : “Sesungguhnya 2 (dua) orang ahli kubur itu
disiksa dan keduanya tidak disiksa karena dosa besar. Ya, benar.
Sesungguhnya dosa itu adalah besar. Salah seorang di antara keduanya
adalah berjalan di muka bumi dengan menyebarkan fitnah
(mengumpat). Sedang salah seorang yang lain tidak bertirai ketika
kencing”. (H.R. Bukhari dan Muslim). Orang yang senantiasa menyebarkan
fitnah atau mengumpat sesama muslim kelak dikubur akan mendapatkan siksa
yang berat. Demikian pula halnya orang yang tidak hati-hati ketika
kencing, sehingga percikan air kencingnya mengenakan tubuh atau
pakaian. Dari Sahl bin Sa’ad r.a, dia telah berkata : Rasulullah saw
telah bersabda : “Barangsiapa memberikan jaminan kepadaku terhadap apa
yang berada di antara dua rahangnya dan apa yang berada di antara dua
pahanya, maka aku memberi jaminan surga baginya”. (H.R. Bukhari dan
Muslim).
Seseorang yang mampu menjaga lisannya
dari perkataan bohong, menghina dan memfitnah serta menjaga kemaluan
dari perbuatan zina, maka Rasulullah memberi jaminan surga baginya.
Itulah kemuliaan dan ketinggian derajat memelihara lisan dan
kemaluan. Dari Aisyah r.a, dia telah berkata : Rasulullah saw telah
bersabda : “Janganlah kamu memaki-maki orang-orang yang sudah meninggal.
Sebab mereka telah sampai kepada apa yang mereka lakukan”. (H.R.
Bukhari). Mencaci maki dan menghina orang yang sudah meninggal adalah
bagian dari akhlak tercela. Karena itu, harus dijauhi oleh setiap
muslim. Sebab orang yang sudah meninggal pada hakikatnya sudah sangat
dekat dengan keridhaan Allah, sehingga tidak selayaknya dicaci maki.
Ada 4 (empat) sebab mengapa orang menggunjing (ghibah) orang lain :
- Karena alasan meredakan amarah diri. Maksudnya, ketika ada seseorang yang membuat marah, maka ia lantas menggunjing orang tersebut hanya karena ingin meredakan amarah dirinya.
- Hanya karena ingin menyesuaikan diri dengan teman-temannya atau dengan alasan menjaga keharmonisan.
- Ingin mengangkat diri sendiri dan menjelek-jelekkan orang lain.
- Menggunjing untuk canda dan lelucon. Dia menggunjing seseorang dengan maksud membuat orang-orang tertawa.
Maka ketahuilah obatnya dengan memahami bahwa menggunjing orang lain
akan memancing kemurkaan Allah, menyebabkan pindahnya kebaikan-kebaikan
diri kepada orang yang digunjingkan. Dan jika yang menggunjing tidak
mempunyai kebaikan, maka keburukan orang yang digunjingkan akan
dipindahkan kepada orang yang menggunjing. (Ibnu Qudamah dalam
Mukhtashar Minhajul Qasidin)
Ada 6 (enam) perkara yang tidak mengharamkan bergunjing yaitu :
- Dalam rangka kezaliman agar supaya dapat dibela oleh seseorang yang mampu menghilangkan kezaliman itu.
- Jika dijadikan bahan untuk merubah sesuatu kemungkaran dengan menyebut-nyebut kejelekan seseorang kepada Penguasa yang mampu mengadakan tindakan perbaikan.
- Di dalam Mahkamah, seorang yang mengajukan perkara boleh melaporkan kepada Mufti atau Hakim bahwa ia telah dianiaya oleh seorang Penguasa yang (sebenarnya) mampu mengadakan tindakan perbaikan.
- Memberi peringatan kepada kaum muslimin tentang suatu kejahatan atau bahaya yang mungkin akan mengenai seseorang, misalnya menuduh saksi-saksi tidak adil, atau memperingatkan seseorang yang akan melangsungkan pernikahan bahwa calon pengantinnya adalah seorang yang mempunyai cacat budi pekertinya atau mempunyai penyakit yang menular.
- Bila orang yang diumpat itu terang-terangan melakukan dosa di muka umum.
- Mengenalkan seseorang dengan sebutan yang kurang baik, seperti a’war (orang yang matanya buta sebelah) jika tidak mungkin memperkenalkannya kecuali dengan nama itu.
Orang yang membicarakan yang tidak berguna (batil) akan dimasukkan dalam neraka Saqor dan orang yang suka mencela dan mengumpat akan dimasukkan dalam neraka Huthomah.
Kesimpulan :
- Berita kejelekan orang lain bukanlah untuk disebarluaskan, tetapi ini adalah bahan untuk introspeksi diri.
- Berburuk sangka, menggunjing, menghina, memfitnah, menertawakan, mencela dan mengolok-olok serta meneliti kesalahan orang lain adalah bagian dari akhlak tercela yang harus dijauhi oleh setiap muslim. Sebab akan menghancurkan keimanan yang telah tertanam di dalam hati dan hanya akan mengantarkan seseorang mendapatkan laknat Allah sehingga menjadi penghuni neraka.
Sumber :
- Agenda Muslimah Menuju Pribadi Muslimah Ideal;
- Bahan Renungan Kalbu Penghantar Mencapai Pencerahan Jiwa karangan : Ir. Permadi Alibasyah;
- Kumpulan Khutbah Jum’at Para Kiai;
- Mengungkap Kisah Nyata dari Zaman ke Zaman karangan : Abdul Hadi AR
- Muslim Best of the Best karangan : Abdullah Gymnastiar;
- Tawakal Yayasan Pendidikan Islam “Raudhatul Muttaqin” karangan : Farida Hanum
- 1100 Hadits Terpilih Sinar Ajaran Muhammad karangan : Dr. Muhammad Faiz Almath.
0 komentar:
Posting Komentar