Kejujuran dalam bekerja dan bekerja dengan jujur
Di manapun Anda bekerja pasti akan selalu dihantui berbagai macam
persoalan. Tak mengherankan, jika banyak pekerja kerap melontarkan
keluhan. Masalahnya, keluhan-keluhan ini tidak akan menyelesaikan
problem di kantor, malah justru membuat Anda makin tertekan yang bisa
menimbulkan stres berat.
Sering kali kita komplain terhadap beban pekerjaan yang diberikan
kepada kita, padahal tanpa kita sadari hal tersebut akan menambah berat
bagi kita dalam menyelesaikannya, disinilah peran hati yang iklas
dibutuhkan. Sebab orang yang iklas itu adalah orang yang berkarakter
kuat, sikapnya tidak tergantung oleh ada atau tidaknya pujian maupun
penghargaan manusia.
Bekerja dengan hati nurani, kecerdasan dan kejujuran. Sudahkah kita
berdoa tiap hari sebelum memulai pekerjaan? suatu pekerjaan akan lebih
efektif jika di mulai dengan doa yang pada akhirnya akan menghasilkan
sesuatu yang baik pula, suasana hati yang buruk akan berpengaruh pada
keadaan hari yang buruk pula. Perasaan yang baik akan membantu kita
dalam segala hal, mulai dari rasa percaya diri hingga kemampuan
menyelesaikan banyak hal.
Awalilah pekerjaaan dengan menyelaraskan pikiran dan hati nurani,
bekerja keras adalah bagian dari fisik, bekerja cerdas adalah bagian
dari otak, sedangkan bekerja ikhlas adalah bagian dari hati. Apapun
aktifitas dan pekerjaan kita, hendaknya bermodalkan kejujuran.
Karena semua agama sesungguhnya mengajarkan kejujuran di dalam
bekerja. Menurut Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi. Seseorang yang
bekerja dengan orang lain, maka ia seharusnya berbuat jujur di dalam
kerjanya. Dia tidak mau menipu, memperdaya, bersumpah palsu, dan
membujuk di dalam berbagai hal apapun. Bekerja dengan orang lain –atau
dalam ruang publik—sudah melayaknya mengedepankan kejujuran. Melalui
kejujuran tersebut, maka akan menghasilkan trust yang sangat dibutuhkan di dalam kegiatan bekerja bersama.
Konsep Kejujuran Bekerja
Nabi Muhammad pada lebih dari empat belas abad lalu telah mengajarkan
konsep kejujuran (al-amin). Yaitu setelah iman, prioritas pertama kita
adalah membangun kredibilitas diri. Efeknya akan timbul komitmen. Hal
inilah yang dilakukan Nabi dalam berdakwah. Kredibilitas diri beliau
sungguh sangat mengagumkan, sehingga banyak yang tertarik, dan
berkomitmen pada Islam.
Menurut beliau, minimal ada tiga sebab sehingga seseorang dapat
disebut kredibel, yaitu;
pertama, jujur dan terpercaya. Orang jujur itu
adalah orang yang merdeka, tidak takut dengan siapa pun, bebas
mengatakan serta berbuat benar. Sedangkan pendusta, dalam hidupnya ia
seperti terpenjara. Karena dalam bekerja, memiliki modal uang bukanlah
hal utama, tetapi kejujuran adalah modal terpenting. Jika kita jujur,
Insya Allah pasti akan banyak orang yang percaya meminjamkan modalnya
kepada kita atau pun mempekerjakan kita dalam tim mereka.
Kedua, orang kredibel juga adalah orang yang cakap. Orang-orang akan
puas dengan apa yang dikerjakannya. Begitu pun Nabi Muhammad, semua
orang yang bertemu beliau, merasa puas dengan kinerjanya, yaitu janjinya
ditepati, jujur, dan amanah. Seharusnya, kita senantiasa dapat menambah
keilmuan tentang pekerjaan yang kita geluti, agar kualitas pekerjaan
(amal) kian meningkat.
Ketiga, kredibilitas juga diperoleh jika kita pandai berinovasi atau
kreatif. Jaman terus berubah, orang-orang bergerak maju ke depan. Andai
kita tidak berubah, lambat bergerak, kita pasti akan tertinggal,
terpinggirkan oleh mereka yang kreatif dan inovatif. Apalagi setiap
orang pasti senang dengan hal-hal baru. Untuk itulah, kita sekuat tenaga
harus mengembangkan diri, terus menambah ilmu, agar berbuat pekerjaan
yang kreatif dan inovatif bagi sesama.
Kenapa Kita Harus Bekerja Dengan Jujur?
Ketika memandang hidup di dunia, kita memang harus bekerja sekuat
tenaga. Bahkan, seperti yang disebutkan dalam sebuah hadits, kita
beramal duniawi seolah-olah akan berumur panjang. Di saat yang sama,
kita pun harus sadar seandainya esok kita meninggalkan dunia ini. Nabi
Muhammad juga telah menyebutkan bahwa orang cerdas adalah orang yang
paling banyak mengingat mati dan mempersiapkan diri menghadapinya
Sehingga setiap waktu, selalu dijaga niat dan amal yang terbaik.
Bukankah ada orang yang sudah diberkati dengan pekerjaan sebagai
sarana penyejahteraan keluarganya, tetapi bekerja dengan setengah hati,
karena belum dibayar sesuai dengan yang dianggapnya pantas atau hanya karena pekerjaan tersebut dinilai secara pribadi kurang mempunyai bargaining dalam lingkungan dimana dia hidup.
Sedangkan pada saat yang sama, ada saudara kita yang lain, yang
mencari kerja, dan sudah lama melamar ke sana ke mari dan bersedia
melakukan apa pun dengan serajin-rajinnya, bersedia untuk dibayar dengan
apa pun, tetapi tidak ada yang bersedia memberinya pekerjaan.
Meminjam bahasa dari sang motivator, Mario Teguh;
seseorang yang
sudah memiliki pekerjaan, tetapi tidak bekerja sepenuh hati dan tidak
jujur adalah orang yang tidak bersyukur dan kejam. Tidak bersyukur,
karena dia menyepelekan awal baik yang diberikan oleh Tuhan sebagai
tangga menuju kesejahteraan yang besar, jika dia bersedia bekerja keras
dalam kejujuran. Dan kejam, karena ada banyak sekali jiwa-jiwa jujur dan
rajin yang sangat membutuhkan pekerjaan, tetapi yang tidak tersedia
tempat baginya, karena telah diduduki oleh orang yang bekerja setengah
hati itu.
“Tanda-tanda orang munafik ada tiga, yaitu bila berbicara dusta, bila berjanji tidak ditepati,
dan bila diamanati dia berkhianat”
***
0 komentar:
Posting Komentar