7 Kaidah dalam Menagih Utang (1)
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Islam tidak pernah menyia-nyiakan amal hamba. Sampaipun sekedar
memberikan bantuan yang ringan bagi orang lain. Termasuk memberikan
utang kepada orang lain, yang itu pasti dikembalikan. Padahal kita tahu,
dalam memberikan utang untuk tempo pendek, tidak ada harta kita yang
berkurang, selain karena pengaruh propaganda orang kafir, penurunan
nilai mata uang (time value of money).
Namun umumnya orang yang memberi utang, merasa cemas ketika uangnya
yang berada di tangan orang lain. Dan Allah yang Maha Pemurah, tidak
menyia-nyiakan kebaikan hamba, sekalipun yang dia korbankan hanya
perasaaan dan kecemasan karena menyerahkan uang kepada orang lain, Allah
gantikan ini dengan pahala.
Dalam hadis, dari Ibn Mas’ud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كل قرض صدقة
“Setiap menghutangi orang lain adalah sedekah.” (HR. Thabrani dengan sanad hasan, al-Baihaqi, dan dishahihkan al-Albani)
Kemudian, dari Abu Umamah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada seseorang yang masuk surga, kemudian dia melihat ada tulisan di pintunya,
الصدقة بعشر أمثالها والقرض بثمانية عشر
“Sedekah itu nilainya sepuluh kalinya dan hutang nilainya 18 kali.” (HR. Thabrani, al-Baihaqi dan dishahihkan al-Albani dalam Shahih Targhib)
Juga dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَقْرَضَ اللَّهَ مَرَّتَيْنِ، كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ أحدهما لو تصدق به
Siapa yang memberi utang dua kali karena Allah, maka dia mendapat pahala seperti sedekah dengannya sekali. (HR. Ibnu Hibban 5040 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
Terlebih lagi ketika orang yang berutang mengalami kesulitan,
kemudian dia memberikan penundaan pembayaran. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam janjikan pahala yang besar. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ لَهُ، أَظَلَّهُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لا ظِلَّ إِلا ظِلُّهُ
Barangsiapa yang memberi waktu tunda pelunasan bagi orang yang
kesusahan membayar utang atau membebaskannya, maka Allah akan
menaunginya dalam naungan (Arsy)-Nya pada hari Kiamat yang tidak ada
naungan selain naungan (Arsy)-Nya. (HR. Ahmad, 2/359, Muslim 3006, dan Turmudzi 1306, dan dishahihkan al-Albani).
Beberapa Aturan dalam Menagih Utang
Islam memberikan aturan dalam masalah utang-piutang, agar orang yang
memberikan utang (kreditur) tidak terjebak dalam kesalahan dan dosa
besar, yang akan membuat amalnya sia-sia. Dosa itu adalah dosa riba dan
kedzaliman. Karena umumnya riba dan tindakan kedzaliman, terjadi dalam
masalah utang piutang.
Pertama, islam menyarankan agar dilakukan
pencatatan dalam transaksi utang piutang. Terlebih ketika tingkat
kepercayaanya kurang sempurna. Semua ini dalam rangka menghendari
sengketa di belakang. Allah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ
بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ
كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah[179]
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. (QS. al-Baqarah: 282)
Dalam tafsir as-Sa’di dinyatakan,
الأمر بكتابة جميع عقود المداينات إما وجوبا وإما استحبابا
لشدة الحاجة إلى كتابتها، لأنها بدون الكتابة يدخلها من الغلط والنسيان
والمنازعة والمشاجرة شر عظيم
Perintah untuk mencatat semua transaksi utang piutang, bisa hukumnya
wajib, dan bisa hukumnya sunah. Mengingat beratnya kebutuhan untuk
mencatatnya. Karena jika tanpa dicatat, rentan tercampur dengan bahaya
besar, kesalahan, lupa, sengketa dan pertikaian. (Tafsir as-Sa’di, hlm.
118).
Kedua, Allah memerintahkan kepada orang
yang memberikan utang, agar memberi penundaan waktu pembayaran, ketika
orang yang berutang mengalami kesulitan pelunasan.
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Jika (orang yang berhutang itu) dalam kesulitan, maka berilah
tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau
semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. (QS. al-Baqarah: 280)
Al-Hafidz Ibnu Katsir mengatakan,
يأمر تعالى بالصبر على المعسر الذي لا يجد وفاء، فقال: {
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَة } لا كما كان أهل
الجاهلية يقول أحدهم لمدينه إذا حل عليه الدين: إما أن تقضي وإما أن تربي
ثم يندب إلى الوضع عنه، ويعد على ذلك الخير والثواب الجزيل
Allah perintahkan kepada orang yang memberi utang untuk bersabar
terhadap orang yang kesulitan, yang tidak mampu melunasi utangnya. ”Jika
(orang yang berhutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tangguh sampai
dia berkelapangan..” tidak seperti tradisi jahiliyah. Mereka mengancam
orang yang berutang kepadanya ketika jatuh tempo pelunasan telah habis,
’Kamu lunasi utang atau ada tambahan pembayaran (riba).’ Kemudian Allah
menganjurkan untuk menggugurkan utangnya, dan Allah menjanjikan kebaikan
dan pahala yang besar baginya (Tafsir Ibnu Katsir, 1/717).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjanjikan baginya pahala sedekah selama masa penundaan. Beliau bersabda,
مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا كَانَ لَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ
صَدَقَةٌ، وَمَنْ أَنْظَرَهُ بَعْدَ حِلِّهِ كَانَ لَهُ مِثْلُهُ، فِي
كُلِّ يَوْمٍ صَدَقَةٌ
Siapa yang memberi tunda orang yang kesulitan, maka dia mendapatkan
pahala sedekah setiap harinya. Dan siapa yang memberi tunda kepadanya
setelah jatuh tempo maka dia mendapat pahala sedekah seperti utang yang
diberikan setiap harinya. (HR. Ahmad 23046, Ibnu Majah 2418 dan
dishahihkan Syuaib al-Arnauth).
Demikian, semoga bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar