Belajar Hidup Zuhud
Zuhud merupakan sebab kecintaan Allah kepada seorang hamba. Para
ulama salaf merupakan teladan terdepan dalam hal zuhud. Salah satu
pembeda terbesar yang melebihkan mereka di atas generasi sesudahnya
adalah karena mereka lebih zuhud kepada dunia dan lebih berhasrat kepada
akhirat.
Pengertian Zuhud
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Zuhud
yang disyari’atkan itu adalah; dengan meninggalkan perkara-perkara yang
tidak mendatangkan manfaat kelak di negeri akhirat dan kepercayaan yang
kuat tertanam di dalam hati mengenai balasan dan keutamaan yang ada di
sisi Allah… Adapun secara lahiriyah, segala hal yang digunakan oleh
seorang hamba untuk menjalankan ketaatan kepada Allah, maka meninggalkan
itu semua bukanlah termasuk zuhud yang disyari’atkan. Akan tetapi yang
dimaksud zuhud adalah meninggalkan sikap berlebihan dalam
perkara-perkara yang menyibukkan diri sehingga melalaikan dari ketaatan
kepada Allah dan rasul-Nya, baik itu berupa makanan, pakaian, harta, dan
lain sebagainya…” (lihat Mawa’izh Syaikhul Islam Ibnu Taimyah karya Syaikh Shalih Ahmad asy-Syami, hal. 69-70)
Berikut ini, sebagian riwayat mengenai zuhud yang dibawakan oleh Imam Ibnu Abi ‘Ashim rahimahullah (wafat 287 H) dalam kitabnya az-Zuhd. Semoga bermanfaat…
[1] Menjaga Lisan dan Perbuatan
Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa diam -pandai menjaga lisan- niscaya dia akan selamat.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 15)
Dari Jabir radhiyallahu’anhu, dia menceritakan bahwa ada seorang lelaki menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya, “Wahai Rasulullah! Kaum muslimin seperti apakah yang paling utama?”. Beliau menjawab, “Yaitu seorang muslim yang bisa menjaga kaum muslimin yang lain dari gangguan lisan dan tangannya.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 21)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
yang menjaga apa yang ada diantara kedua jenggotnya dan apa yang ada
diantara kedua kakinya niscaya dia akan masuk Surga.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 22)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya dia mengucapkan kata-kata yang baik atau diam.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 23)
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, beliau berkata, “Demi
Allah yang tiada sesembahan yang benar selain-Nya. Tidak ada di muka
bumi ini sesuatu yang lebih butuh dipenjara dalam waktu yang lama selain
daripada lisan.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 26)
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma, beliau berkata, “Sesuatu yang paling layak untuk terus dibersihkan oleh seorang hamba adalah lisannya.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 27)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau berpesan, “Jauhilah oleh kalian kebiasaan terlalu banyak berbicara.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 28)
Pada suatu ketika Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu berwasiat kepada putranya Abdurrahman. Beliau berkata, “Wahai
putraku, aku wasiatkan kepadamu untuk selalu bertakwa kepada Allah.
Kendalikanlah lisanmu. Tangisilah dosa-dosamu. Hendaknya rumahmu cukup
terasa luas bagimu.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 30)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ucapan yang baik itu pun termasuk sedekah.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 30)
Dari Ibnu Abi Zakaria rahimahullah, beliau mengatakan, “Aku belajar untuk diam setahun lamanya.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 39)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Cukuplah dianggap berdosa jika seseorang senantiasa menceritakan segala sesuatu yang didengarnya.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 45)
[2] Pandai Memilih Teman
Dari Muharib rahimahullah, beliau menuturkan, “Dahulu
kami berteman dengan al-Qasim bin Abdurrahman, ternyata beliau
mengungguli kami dengan tiga perkara; dengan banyak sholat, banyak diam,
dan jiwa yang dermawan.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 46)
Dari Malik bin Dinar rahimahullah, beliau mengatakan, “Setiap teman yang kamu tidak bisa memetik kebaikan darinya maka jauhilah dia.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 49)
[3] Memandang Dunia Sebagaimana Mestinya
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dunia ini adalah penjara bagi seorang mukmin dan surga bagi orang kafir.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 69)
Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sudah
menjadi ketetapan Allah tabaraka wa ta’ala bahwasanya tidaklah Allah
mengangkat suatu perkara dunia melainkan Allah juga pasti akan
merendahkannya.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 115)
Dari ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah
Allah membukakan dunia kepada seseorang melainkan Allah pasti akan
munculkan permusuhan dan kebencian di antara mereka hingga hari kiamat.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 138)
Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berhati-hatilah kalian terhadap dunia. Berhati-hatilah kalian terhadap kaum perempuan.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 139)
Dari ‘Amr bin ‘Anbasah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada
hari kiamat, dunia akan didatangkan. Kemudian dipilih darinya apa-apa
yang digunakan untuk taat kepada Allah dan ikhlas karena-Nya. Adapun
apa-apa yang dipakai tidak untuk taat kepada Allah dan tidak ikhlas
karena-Nya maka dilemparkan ke dalam Neraka Jahannam.” (lihat az-Zuhd li Ibni Abi ‘Ashim, hal. 142)
0 komentar:
Posting Komentar