Mengeja Langkah Sendiri
Menceritakan aib orang lain itu ghibah.
Daya rusaknya sama dengan memakan bangkai saudara sendiri. Orang
baik-baik akan membenci perbuatan tersebut. Hanya orang-orang jahat yang
tega melakukan perbuatan yang hanya pantas dilakukan oleh binatang.
Perumpamaan ghibah dengan memakan daging saudaranya itu terdapat dalam alQuran. Dengan ayat itu Tuhan mengingatkan manusia, agar jangan berbuat seperti binatang.
Tetapi Tuhan juga memberi tahu bahwa, manusia bisa lebih buruk kelakuannya dari binatang. Sehingga, perbuatan yang biadab dan hanya pantas dilakukan oleh binatang, dilakukan oleh banyak orang.
Kelakuan orang jahat yang sekelas binatang tidak segan menggunakan cara biadab untuk menjatuhkan orang lain yang dianggap "musuh", yaitu siapapun yang berupaya menghalangi keinginan jahatnya.
Membuka aib orang lain untuk menjatuhkan "musuh" adalah cara yang mudah dan murah. Itulah cara yang dianggap jitu untuk menebar kebencian, demi memenuhi ambisi jahat di dalam hatinya.
Bisa dipastikan, di sebalik isu kebencian yang dibicarakan kemana-mana, ada hasrat dan keinginan di dalam hatinya untuk merusak nama baik orang lain. Dengan itu pula, mereka secara tersamar ingin mengeruk keuntungan. Baik keuntungan pribadi, maupun kelompoknya.
Tetapi Tuhan maha pengasih. Manusia tidak semuanya dapat dibodohi, dan untuk mengalihkan perhatian masyarakat tidak semudah yang diinginkan si jahat. Simpati masyarakat tidak akan didapat dengan menaburkan kebencian kepada sesama. Dan kebencian yang diungkapkan hanya mampu merusak ketentraman. Akibatnya, pembuat berita kebencian akan merasakan sendiri akibatnya.
Alam memiliki hukum sebab akibat yang seimbang. Siapa yang bersiul, akan mendapatkan angin. Yang memulai menaburkan aib, akan menuai kebencian. Orang yang membuat berita kebencian akan semakin terpuruk dan dijauhi orang. Sedangkan orang lain yang diceritakan kejelekannya, menjadi semakin terkenal di masyarakat.
Ada untaian kata yang cukup populer dan indah untuk itu, yaitu: "diceritakan baik atau jelek kepada orang ramai adalah sama baiknya." Ya. Orang tidak menjadi terhina, karena dihinakan. Dan si tukang hina, tidak menjadi terhormat, karena menghina orang lain.
Untuk memenuhi ambisinya, si jahat tidak pernah puas dengan cerita miring yang dibuat. Biasanya si jahat akan membuat cerita-cerita bohong untuk menyudutkan lawannya. Yaitu, mengatakan sesuatu tentang orang lain yang sesungguhnya tidak pernah dilakukan. Yang disebut fitnah.
Fitnah adalah senjata orang jahat yang terhina dan murahan. Sama dengan ghibah, fitnah digunakan oleh si jahat untuk menjatuhkan orang lain. Terlahirlah dari mulut orang jahat yang hina berbagai label yang dituduhkan kepada orang yang ingin dijatuhkan, seperti sesat, kafir, dan lainnya.
Tetapi, semua fitnah yang dilakukan juga tidak akan dapat menjatuhkan orang lain, bahkan menaikkan derajat orang yang difitnah. Si tukang fitnah pun akan semakin menderita dengan angan-angan kosong yang menyesakkan jiwanya, ketika menyaksikan lawannya semakin sukses karena mulut jahatnya.
Begitulah kenyataannya. Dari dulu sampai sekarang. Hukum kehidupan tidak pernah berubah. Akibat menyebar ghibah, diri sendiri menjadi rendah. Akibat menghembuskan fitnah, diri sendiri semakin terhina.
Tetapi hasrat dan keinginan jahat yang dilambung angan-angan sesat tidak menyurutkan niat si jahat untuk menjatuhkan orang lain yang dibenci.
Muncullah mantra dari mulut si jahat: "Biarlah sama-sama tidak mendapat." Suaitan pun membuat akal jahatnya semakin cerdas merekayasa keadaan untuk memuaskan kedengkian dirinya.
Akhirnya, agama juga diperalat untuk tujuan jahat. Ayat-ayat suci dan kata-kata nabi yang diucapkan oleh si jahat tidak lagi memiliki ruh kasih sayang. Di mulut manusia yang berhati jahat, kata-kata Tuhan dan Nabi beraroma kebencian.
Ucapan-ucapan bernada relegius dan mengatasnamakan Tuhan, bisa berhasil menipu orang. Karena ucapannya, masyarakat menjadi saling menyalahkan dan bertikai. Ayat dan hadist yang diucapkan berhasil menciptakan kebencian terhadap sesama.
Akibatnya, perpecahan dan permusuhan terhadap sesama sendiri terjadi di mana-mana. Dengan itu, orang jahat yang rendah dan hina kembali berharap, agar warga yang termakan isu rendahan itu berbalik arah menjadi kelompoknya.
Untuk sementara, usaha si jahat memperalat agama mendapat dukungan. Tetapi tidak dalam waktu yang lama. Karena Tuhan maha adil, maha pengasih dan maha penyayang. Maka si jahat dengan kelakuan bejat dinampakkan oleh Tuhan.
Orang banyak pun segera menyadari bahwa, mereka selama ini telah tertipu dengan bujuk rayu yang memperalat agama. Orang banyak pun menyimpulkan sendiri bahwa, hanya orang yang jahat dan tidak bermartabat, yang memperalat agama untuk menghujat. Hanya orang bodoh yang dengki yang suka menyalahkan orang. Dan, hanya orang yang sakit hatilah yang suka berteriak menyalahkan.
Semua akan kembali kepada niat di dalam hati. Sejarah juga akan berulang. Seperti di zaman Musa as ada Fir'aun, begitu pula di zaman nabi Muhammad saw ada Abu Jahal. Di setiap zaman pasti ada orang jahat yang merasa dirinya hebat.
Itulah hukum dunia. Di setiap zaman dan tempat, pasti ada yang dijadikan Tuhan menggantikan kejahatan Fir'aun, juga meneruskan kedengkian Abu Jahal. Tentunya, dengan kadar kejahatan yang seimbang dengan kebaikan yang diperjuangkan. Dan kedengkian yang juga sepadan dengan ketulusan yang disembunyikan.
Pada akhirnya nanti. Kaca tetaplah kaca yang akan pecah berderai dan tidak berguna. Ia akan hilang dimakan masa, umpama debu di atas batu. Sedangkan mutiara tetap akan bersinar meskipun ditempatkan di tumpukan debu dan batu jalanan.
Yang penting adalah sikap jiwa yang pasrah dan percaya bahwa, Tuhan tidak pernah tidur dan terus bekerja melalui tangan hamba-hambaNya. Dan segalanya tetap berjalan sesuai dengan qadla dan qadarNya. Yang baik akan dibalas dengan yang lebih baik. Begitu pula, yang jahat akan dibalas dengan yang lebih jahat.
Ingatlah! Menjadi baik atau jahat, adalah pilihan. Pastilah, manusia yang hidup akan membuat penilaian. Dan yakinlah! Tuhan akan memberikan balasan.
0 komentar:
Posting Komentar