Konflik Harta Warisan Keluarga
Bencana.. itulah yang terpatri saat orang bicara harta warisan keluarga.
Harusnya berbagi dalam kebersamaan, namun nyatanya tidak seperti
dambaan. Dalam sebuah keluarga, terutama bagi anak-anak di sebuah
keluarga yang sudah punya pasangan hidup, harta warisan keluarga bukan
lagi milik anak keluarga kandung saja.
Pasangan dari masing-masing anak
kandung pun ikut ambil bagian dalam keputusan harta warisan keluarga.
Yang lebih tragedi, adalah ketika pasangan masing-masing lebih banyak
memiliki andil untuk memutuskan daripada anak-anak kandung yang memiliki
hak atas warisan orangtuanya itu. Dilema ini terjadi pada teman saya
yang berupaya agar saudara kandungnya tidak ribut dan saling menekan.
Ada sebuah rumah keluarga dan itu adalah warisan bersama dari kedua
orangtuanya.
Ibunya telah tiada, namun ayahnya masih bisa beraktifitas
bersama orang-orang di lingkungannya. Mereka tiga bersaudara, satu
perempuan, anak pertama dan dua lagi anak laki-laki. Mereka sudah
menikah semua, pernah tinggal di rumah orangtuanya sampai akhirnya
mereka memiliki rumah sendiri dan keluar dari rumah tinggal orangtuanya.
Masalah kemudian terjadi, setiap anak merasa memiliki hak untuk
mendapat bagian dari rumah itu.
Pasalnya, para pendamping mereka sudah
mengeluarkan dana untuk perbaikan dan mempercantik rumah orang tua saat
dulu mereka tinggal disana. Konflik semakin menajam, ketika para
pendamping merasa ada salah satu dari mereka terlihat ingin menguasai
harta warisan keluarga itu dengan menekan anak-anak kandung di rumahnya
sendiri.
Alhasil, saudara kandung yang harusnya akur, saling mengerti
dan saling mendukung, kini menjadi seteru yang keras dan menekan satu
sama lain. Rumah orangtua bukan lagi tempat mengasyikkan untuk
berkumpul, melainkan tempat yang panas dan membakar seperti neraka
dimana setiap orang berusaha untuk mengusir satu sama lain dengan alasan
sumbangsih siapa yang lebih banyak.
Fenomena ini banyak terjadi
akhir-akhir ini. Kita tidak lagi melihat diri masing-masing sebagai
saudara kandung hanya karena harta warisan. Persaudaraan sedarah yang
lahir dari satu rahim yang sama seakan tidak memiliki kekuatan untuk
mengetuk rasa hati nurani anak-anak yang lahir di dalamnya.
Sebegitu
luar biasanya harta telah membutakan mata hati seseorang hingga tanpa
segan rela menghancurkan kebersamaan sebagai keluarga kandung. Semua
kebersamaan sejak kecil hingga dewasa pupus hanya karena harta yang
selalu datang pergi dan bisa dicari lagi. Apa yang bisa kita pelajari
dari kehidupan seperti ini? Konflik karena harta adalah suatu kondisi
yang merendahkan martabat seseorang dari kehidupannya di mata dunia.
Ia
tanpa sadar telah menuhankan harta sebagai tuhan dan rela melakukan
segala cara demi mendapatkan tuhannya itu. Kita tidak pernah belajar
tentang pemberian dengan cara yang bijaksana untuk menyikapi masalah
bersama. Ada kalanya semua itu didatangkan Tuhan kepada hidup sebuah
keluarga agar bisa bersatu kembali melalui konflik masalah bersama itu.
Adakalanya, hal itu malah menjadi bencana bagi keluarga itu karena tidak
adanya kebijaksanaan yang cukup besar untuk menenangkan badai nafsu
anggota keluarga kita yang ingin merampok sendiri sesuka hatinya demi
dirinya sendiri. Harta itu datang dan pergi. Ia bisa dicari. Namun
saudara kandung adalah materai dari langit, sekali hancur, ia tidak akan
bisa berdamai lagi.
Kepada siapa seseorang akan lari ketika ditimpa
malapetaka kehidupan selain kepada keluarganya sebagai tujuan utama?
Hidup manusia selalu naik dan turun, kita tidak pernah tahu kapan berada
di atas dan kapan berada di bawah. Adakalanya, kita akan membutuhkan
saudara kandung sebagai penopang yang diberikan Tuhan sejak lahir,
karena saudara kandung lebih mengerti dan memahami karakter dan sifat
kita yang alami.
Lalu, ketika semua itu dihancurkan hanya demi harta
yang sifatnya sementara di genggaman kita, apakah mungkin ketika susah
kita bisa saling menguatkan langkah di jaman yang serba susah sekarang?
Semoga kita masih bisa mendengar suara Tuhan lewat suara hati nurani
ketika anggota keluarga kita mengalami keributan hanya karena harta
warisan.
0 komentar:
Posting Komentar