Antara Nikmat dan Ujian Mana yang Lebih Dominan
Saudaraku..
Di suatu siang Malik bin Dinar rahimahullah menjenguk seorang pemuda (shalih) yang sedang sakit di rumahnya. Sesampainya di sana Malik melihat pemuda itu tergeletak lemah tak berdaya di atas tempat tidurnya. Saat Malik bertanya tentang keadaannya, ia tak mampu menjawab dengan lisannya dan hanya mampu memberi isyarat dengan kedipan matanya. Ketika suara azan berkumandang, pemuda itu mengikuti (menjawab) panggilan shalat itu dengan isyarat jari jemarinya.
Di suatu siang Malik bin Dinar rahimahullah menjenguk seorang pemuda (shalih) yang sedang sakit di rumahnya. Sesampainya di sana Malik melihat pemuda itu tergeletak lemah tak berdaya di atas tempat tidurnya. Saat Malik bertanya tentang keadaannya, ia tak mampu menjawab dengan lisannya dan hanya mampu memberi isyarat dengan kedipan matanya. Ketika suara azan berkumandang, pemuda itu mengikuti (menjawab) panggilan shalat itu dengan isyarat jari jemarinya.
Setelah itu, ia meminta kepada ayahnya untuk membantunya berwudhu dan
menghadapkannya ke arah kiblat untuk melaksanakan shalat sunnah walau
dengan isyarat anggota tubuh. Setelah shalat ia berkata, “Wahai Malik (bin Dinar), rehat dengan
menyisakan keimanan. Wahai Malik, nikmat anugerah-Nya tak terbilang,
tapi ujian-Nya (untukku) hanya satu.” Yakni berupa sakit.
Malik bin Dinar berkata, “Aku takjub dengan keyakinannya, kesabaran,
ketulusan loyalitas dan keikhlasan cintanya.” Lalu beberapa saat setelah
itu, ia menghadap Allah swt. (Mi’ah kisah min qashashi ash shalihin, Muh bin Hamid Abdul Wahhab).
Saudaraku..
Ada beberapa buah nasihat yang bisa kita petik dan selaksa pelajaran yang dapat kita ambil dari sepenggal kisah ini.
Ada beberapa buah nasihat yang bisa kita petik dan selaksa pelajaran yang dapat kita ambil dari sepenggal kisah ini.
• Menjenguk orang sakit, merupakan tradisi para salafus shalih.
Termasuk Malik bin Dinar. Di mana ia menyempatkan diri menengok seorang
pemuda di sela-sela kesibukannya mengajarkan ilmu kepada murid-muridnya,
ibadah, mendidik anak, mengais rezki untuk keluarganya dan seterusnya.
• Kisah ini juga menyimbolkan kedekatan seorang yang berilmu (ulama)
dengan masyarakatnya. Berbeda dengan kondisi di zaman kini, para ulama
justru merasa rendah jika harus menyapa dan mengunjungi orang-orang di
sekelilingnya.
• Dengan mengunjungi orang sakit, kita bisa menghadirkan dan
merasakan hangatnya karunia dan anugerah yang telah Allah limpahkan
kepada kita. Nikmat sehat, kebebasan, kekuatan dan yang senada dengan
itu, yang tidak kita nikmati sewaktu sakit.
• Nasihat bisa datang dari siapa saja. Termasuk dari orang yang lebih
muda dari kita. Ilmunya tidak melebihi kita. Dan bisa jadi nasihat kita
dengar dari anak, murid, dan santri kita.
• Dalam kondisi lemah dan sakit, semestinya kita semakin sadar bahwa
telegram, sms, dan alarm kematian telah datang. Oleh karena itu iman di
hati harus dipertebal, keyakinan diperdalam, memasrahkan hidup kita
hanya untuk-Nya, berhusnuzhan terhadap takdir-Nya dan menguatkan
pengharapan kepada-Nya. Bukan malah berkeluh kesah dan banyak mengadu
kepada makhluk-Nya.
• Memanfaatkan setiap momentum untuk berbagi manfaat dan warna
keshalihan kepada orang lain, seperti yang dilakukan Malik bin Dinar
yang telah menceritakan peristiwa ini kepada kita.
• Sesusah, sesulit dan sesempit apapun keadaan kita, pasti jika kita
jujur pada hati nurani kita. Maka kita dapatkan bahwa kelapangan,
keluasan, kemudahan dan karunia serta nikmat yang dihamparkan-Nya untuk
kita jauh lebih besar daripada kesempitan, kesulitan dan kesusahan serta
ujian yang kita alami dalam hidup.
Ya Rabb, masukkanlah kami ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang bersyukur. Aamiin.
0 komentar:
Posting Komentar