Idul Adha menurut Pak Quraish Shihab
Makna Korban
Korban dalam bahasa Indonesia ada dua makna, korban bisa jadi
disakiti, bisa jadi hatinya atau badannya, dia dikorbankan. Korban juga
berarti ketulusan, persembahan, persembahan kepada siapapun, apalagi
kepada Allah, tidak bisa kalau tidak disertai dengan ketulusan. Orang
yang dikorbankan mestinya menimbulkan rasa sedih di hati kita, tapi
kesedihan itu baru muncul kalau hati anda lembut, kalau hatinya keras
tidak peduli. Dari sini korban dalam bahasa Indonesia diartikan dengan
ketulusan, pengabdian, atau yang disakiti, yang dikorbankan.
Tapi dalam bahasa Al Quran, pengertian korban bukan dalam pengertian
yang disakiti, tapi korban lebih banyak diartikan persembahan, qurb
itu artinya dekat, kalau sesuatu yang berharga anda persembahkan dalam
rangka mendekatkan diri pada Allah itu kurban. Dalam Idul Adha, memang
ada kata yang juga diartikan korban terambil dalam kata adha ini, karena
itu tadi, seorang atau sesuatu yang terlukai itu mestinya menimbulkan
rasa iba kepadanya dan pada akhirnya anda akan merasakan sakit
sebagaimana sakitnya yang dikorbankan, itu pengertian kebahasaan.
Dalam Al Quran, diceritakan bahwa dua anak Adam, Qabil dan Habil
mempersembahkan hasil usahanya, yang satu diterima, yang satu tidak.
Dijelaskan bahwa yang diterima Allah adalah kurban yang baik kurban yang
diberikan Habil, Allah tidak menerima daging korban, tidak juga
menerima darah, tapi yang diterimanya adalah ketulusan hati dan
ketakwaan yang memberikan.
Berkaitan dengan hati, Rasul menunjuk bahwa takwa itu adanya di hati.
Jadi disyariatkannya Idul Adha itu dengan mengorbankan, dengan
menyembelih binatang tertentu itu sebenarnya adalah kurban untuk
mendekatkan diri pada Allah SWT, yang diterimaNya itu bukan daging atau
darah kurbannya tapi ketulusan hati yang memberikan. Karena itu bisa
jadi satu orang mempersembahkan satu kambing, yang lain kerbau yang
besar, tapi yang diterima yang memberikan kambing, karena Tuhan tidak
lihat besar atau kecilnya, tapi ketulusan hati masing-masing.
Keistimewaan Nabi Ibrahim
Dikaitkan dengan Hari Raya Haji, kita dalam Islam merujuk lebih
banyak pada nabi Ibrahim daripada pada Adam. Agama-agama samawi: Yahudi,
Nasrani, Islam, ajarannya lebih banyak dikaitkan pada nabi Ibrahim,
begitu juga kita di Islam, ibadah kurban dan haji lebih banyak dikaitkan
pada nabi Ibrahim. Mengapa? Karena nabi Ibrahim punya keistimewaan luar
biasa yang tidak dimiliki oleh yang lain. Dalam konteks hari raya
qurban, kita baca di Al Quran tentang nabi Ibrahim, nabi Ibrahim
dijelaskan dalam Al Quran bahwa beliau itu sering berkata “Ah..”,
maksudnya nabi Ibrahim hatinya sangat halus, sangat lembut,
sampai-sampai menurut sementara ulama, ada yang berkata, nama Ibrahim
itu terambil dalam kata abun rahim, ayah yang sangaat pengasih.
Kita kaitkan qurban dengan kelembutan hati. Nabi Ibrahim itu adalah
nabi yang mengumandangkan pada umatnya bahwa Tuhan yang disembah itu
adalah Rabul alamin, tuhan sekalian alam, kalau nabi lainnya,
memperkenalkan Ttuhan pada masyarakatnya sebagai “Tuhan Kami”, tapi nabi
Ibrahim tidak. Keistimewaannya yang kedua, nabi Ibrahim pernah minta
ditunjukkan pada Allah bagaimana membangkitkan orang yang sudah mati,
keimanan nabi Ibrahim pada hari akhir sangat kuat. Nabi Ibrahim itu juga
sangat sayang pada manusia, kalau ada tamu disambutnya luar biasa, dia
sembunyi-sembunyi memberi tahu keluarganya untuk membuatkan makanan dan
minuman untuk tamu, kenapa sembunyi-sembunyi? Karena kalau tamunya tahu
khawatir dilarang untuk memberi jamuan. Kalau ada tamu pulang, dia tidak
antar sampai ke pintu, tapi dia antar sampai ke luar, sampai ke
perbatasan, sangat hormatnya dia pada tamu.
Karena hormatnya nabi Ibrahim pada sesama itu, Allah membatalkan
kebiasaan manusia mengorbankan manusia lain, di jaman dulu ada sebagian
orang yang mengorbankan manusia sebagai persembahan pada Tuhan, misalnya
mengorbankan gadis cantik setiap tahun, ada juga mengorbankan tokoh
agamanya yang paling hebat, ada yang mengorbankan bayi, Allah melarang
hal itu. Allah berkata, Oke deh, Ibrahim, sembelih anakmu, lalu patuhlah
Ibrahim, tapi Allah kemudian melarangnya, dan ingin menunjukkan bahwa
pengorbanan manusia itu terlarang. Untuk itu semua, kita lantas beridul
Adha mengikuti nabi Ibrahim sehigga kita diperintahkan untuk menyembelih
kambing, domba, sapi, unta, tapi syaratnya harus yang sempurnya, karena
kalau anda mau korban jangan setengah-setengah.
Hakikat Berkorban
Orang yang berkorban itu tidak berhenti kecuali, tercapai tujuannya
atau habis modalnya. Dulu kita waktu berjuang melawan Belanda “Merdeka
atau Mati!”, begitu juga dengan berkorban, jangan setengah-setengah,
dan jangan menunggu imbalan, kalau mau menunggu imbalan, tunggu dari
Allah jangan menunggu imbalan dari manusia. Itulah nilai-nilai yang
harus dihayati oleh semua orang yang beridul Adha.
Ada yang menarik dari manusia, kita kan menyembelih hewan qurban.
Agama ini sangat realistis, dia tidak perintahkan untuk mempersembahkan
semua bagian dari binatang yang disembelih. Boleh berpikir tentang diri
anda, tapi 1/3 untuk anda keluarga, 2/3 dibagi, 2/3 itu 1/3 untuk orang
yang butuh, 1/3 untuk orang yang tidak butuh, boleh jadi saudara anda,
dalam rangka menjalin hubungan yang lebih harmonis. Itu nilai-nilai
dalam berkurban.
Ketika kita bicara idul Adha dan nabi Ibrahim, kita bisa berkata inti
yang dikehendaki dari Hari Raya Qurban ini, yang pertama adalah
mendidik kita untuk bersedia berkorban. Kita bisa bertanya sekrang,
perlukah manusia berkorban? Kenapa kita harus berkorban? Yang pertama,
kita manusia adalah satu kesatuan, karena kita tercipta dari unsur yang
sama, kita adalah dari kakek yang sama, dari Adam. Jadi manusia itu satu
kesatuan, dia harus berjalan seiring untuk mencapai cita-cita
kemanusiaan, karena itu Al Quran mengingatkan, siapa yang merusak satu
orang, atau melakukan pengerusakan di muka bumi ini, maka dia bagaikan
merusak semua orang, karena kita satu kesatuan, kita bersaudara dari
keturunan yang sama, dan saudara itu harus kita bantu sebelum dia minta,
harus merasakan apa yang dia rasakan.
Kedua, kenapa kita harus berkorban? Kita secara individu orang per
orang punya kebutuhan. Saya tidak bisa memenuhi semua kebutuhan saya
tanpa anda bantu, begitu juga sebaliknya, kita ini makhluk sosial, tapi
kita semua punya ego. Contoh, kita ingin cepat pulang ke rumah, kalau
tidak ada yang mau mengalah, bisa tabrakan, jadi saya mau korbankan
sedikit atau banyak bukan untuk orang itu, tapi untuk saya, jadi kita
harus korbankan. Semakin banyak anda berkorban, semakin lancar lalu
lintas. Begitu juga dengan lalu lintas kehidupan, dan korban itulah
menyisihkan sebagian dari kepentingan ego untuk orang lain, itulah yang
melahirkan akhlak. Boleh jadi anda korban perasaan, saya jengkel sama
orang itu, tapi yaudahlah saya tahan. Jadi kepentingan kita mengundang
kita untuk berkorban. Jadi dari korban itu yang dinilai Tuhan adalah
ketulusan, semakin banyak berkorban dengan ketulusan, semakin tinggi
akhlak, semakin sedikit berkorban, semakin sedikit akhlak. Kalau
pengorbanan itu sudah tidak ada, akhlak tidak ada, kalau akhlak tidak
ada, runtuh masyarkaat. Itu substansinya dari Hari Raya Qurban Kita
lihat kurban, kita diminta berkurban demi orang lain, demi masyarakat,
yang kembalinya akan kepada kita.
Belajar dari Kaum Ad, Tsamud, dan Firaun
Al Quran bercerita, dahulu ada masyarakat Ad, masyarakat Tsamud, dan
masyarakat Firaun. Masyarakat Ad itu membangun bangunan yang luar biasa
indah, masyarakat Tsamud sangat ahli dalam seni melukis, dan umat firaun
itu sangat ahli dalam teknologi, sampai sekarang pembuatan Piramid
tidak diketahui. Dalam Al Quran disebutkan:“Tidakkah engkau
memperhatikan Tuhanmu memperlakukan kaum Ad, yang membangun bangunan
yang tidak ada seperti itu di mana pun? Dan kaum Tsamud yang membelah
batu karang dan mengukirnya, dan gunung-gunung untuk menjadi rumah? Dan
Firaun dengan piramida-piramida? Mereka melampaui batas dalam kehidupan”
Dalam masyarakat mereka, tidak ada yang mau mengalah, tidak ada yang
mau berkorban, misalnya Firaun yang menindas masyarakatnya. Lalu Allah
menghancurkan mereka, menumpahkan mereka dengan siksa. Karena itu, satu
masyarakat yang tidak ada akhlaknya pasti runtuh, karena tidak ada yang
mau mengalah, kalau orang tidak punya akhlak, krisis dijadikan sarana
untuk mendapatkan keuntungan. Jadi bukan lagi menyelesaikan problem tapi
mencari keuntungan, ketika itu terjadilah yang dinamakan pakar-pakar,
“drama sosial”, orang tidak mau menyelesaikan problem, karena kalau
diselesaikan dia tidak dapat untung. Itu sebabnya dikatakan bahwa yang
lebih penting daripada pembangunan ekonomi dan pembangunan budaya adalah
pembangunan akhlak, dan tidak ada pembangunan akhlak kalau tidak
bersedia berkorban. Jadi agama mengatakan cobalah momentum hari raya
korban ini dijadikan untuk belajar kesediaan berkorban.
Mengapa Allah Memerintahkan Ibrahim Menyembelih Ismail?
Kenapa Allah menyuruh nabi Ibrahim menyembelih nabi Ismail tidak langsung menyuruhnya menyembelih domba?
Pertama, Allah Maha Mengetahui, tapi Allah inign menunjukan pada
manusia betapa hebat seorang manusia bernama Ibrahim ini, diujiNya
Ibrahim dengan ujian yang luar biasa beratnya. Anda bisa bayangkan, anak
ditunggu sekian lama, istrinya kan mandul, dapat anak, lahir, sudah
besar, harapannya tentu jadi penerusnya, tiba-tiba disuruh sembelih
dengan tangannya sendiri, itu puncak dari pengorbanan. Dalam konteks
haji itu kita tahu, iblis dating menggodanya, yang pertamauntuk
menunjukkan tokoh ini memiliki sifat-sifat yang luar biasa.
Kedua, ada orang-orang yang berpendapat, menyembelih anak sebagai
persembahan pada Tuhan ini terlalu mahal, jangan anaklah, yang lebih
murah saja dari anak. Allah bermaksud dengan memerintahkan menyembelih
Ismail anak Ibrahim untuk membantah mereka yang berkata tadi, bahwa anak
yang paling anda cintaipun kalau Allah yang perintahkan anda harus
laksanakan. Setelah Ibrahim AS membuktikan kepatuhannya pada Allah,
Allah perintahkan jangan, ganti kambing, maksudnya untuk menunjukkan
pada umat manusia seluruhnya, bahwa manusia tidak boleh dikorbankan.
Jadi ada dua sisi, pertama apapun kalau Allah perintahkan, walaupun anda
sangat cintai, tapi kedua Allah ingin mengatakan jangan korbankan
manusia. Jadi sebenarnya dalam ajaran berkorban itu berkorbanlah untuk
Allah SWT dan berkorbanlah sesempurna mungkin. Ada yang berkata
korbankanlah sifat-sifat kebinatangan yang ada di dalam diri anda.
Apa makna pengorbanan dalam Islam? Sementara pengorbanan itu untuk orang lain, kepentingan kita itu ada di mana?
Banyak yang salah paham, jangan pernah menduga ketika anda memberi
anda tidak mendapat sesuatu. Jangan menduga kita mengulurkan tangan anda
pada orang, hanya tangan dia yang menyentuh tangan anda, tapi tangan
anda juga menyentuh tangannya. Orang kalau memberi sesuatu dengan tulus,
itu memberi kepuasan yang luar biasa. Ada teman saya, seorang kaya,
bercerita, tidak jarang dia memberi uang berjuta-juta pada orang-orang,
tapi pernah suatu ketika dia sedang di jalan, ada orang tua miskin di
jalan, lalu dia turun dan dia berikan beberapa ratus ribu pada orang
itu. Tapi kemudian, dia bilang dia merasa luar biasa lebih bahagia
hatinya memberikan uang beberapa ratus ribu pada orang tua itu daripada
biasanya memberi puluhan juta pada orang-orang lain selama ini, mungkin
juga selama ini memberikan berjuta-juta pada orang-orang memberinya
kurang tulus, dan ada maksud lain.
Apakah kita mendekatkan diri pada Allah harus dengan penuh penderitaan atau bagaimana?
Jalan ke neraka itu ringan dan mudah, jalan ke surga itu berat. Anda
harus bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian, tapi sebenarnya,
kita lihat lagi, korban itu, kalau orang tulus,..jangan jauh-jauh, ibu
kalau punya anak, terus sakit, kepingin nggak anda yang sakit bukan anak
anda? Karena tulus, tidak terasa pengorbanannya. Misalnya lagi, saya
kehausan, buka kulkas, mau minum, anak saya dating, terengah-engah minta
minum, anak saya yang saya kasih minum atau saya? Anak saya..ada
kelezatan rohani, orang mungkin melihatnya menderita, tapi kita tidak
merasa seperti itu. Itulah kata Freud, manusia itu mendapatkan kelezatan
pada saat menekan dorongannya. Kita perlu ingat kita ini bukan cuma
jasmani tapi juga rohani.
Kesimpulan
Pertama, Idul Adha atau hari Raya Qurban, tujuannya mengingatkan
manusia tentang perlunya berkorban, karena manusia, masyarakat tidak
dapat tegak tanpa kesediaan berkorban.
Kedua, korban Idul Adha itu dinamai demikian karena kelembutan hati
yang berkorban itu, dan kelembutan hati itu dibuktikan oleh ketulusan
yang memberi. Korban adalah manifestasi dari rasa iba anda melihat orang
lain. Atau dalam bahasa yang lebih umum “Rahmat”, kasih, sedang agama
ini intinya adalah Rahmatan lil Alamin. Rahmat itu keperihan hati yang
mendorong yang perih itu setelah melihat ketidakberdayaan orang lain,
mendorongnya untuk mengurangi ketidakberdayaan orang lain itu. Dan
dorongan itu semakin besar semakin banyak pengorbanan yang bersangkutan,
dalam artinya pemberiannya pada orang lain. Tanpa kesediaan berkorban
tidak ada aklhak, tanpa akhlak manusia runtuh, karena krisis yang
dihadapi masyarakat yang tidak berakhlak, menjadikan mereka menggunakan
krisis itu menjauh dari pengorbanan, tapi untuk keuntungan diri sendiri,
lahirlah budaya mumpung, mencari kesempatan dari krisis.
Disyariatkanya kurban ini merujuk pada nabi Ibrahim, yang bersedia
menuruti perintah Tuhan untuk mengorbankan anaknya sendiri, tapi
kemudian Tuhan melarang mengorbankan manusia, walaupun di saat yang
sama, manusia harus sadar bahwa tidak ada yang mahal untuk Allah.
Ibrahim adalah tokoh yang menghimpun sekian banyak keistimewaan, karena
itu ada ibadah haji yang digunakan untuk kita meneladani nabi Ibrahim.
-----------------------------
Tulisan ini transkrip Tafsir Al Misbah, Mutiara Hikmah Idul Adha,
oleh pak Quraish Shihab, yang tayang di MetroTV, 6 November 2011.
3 komentar:
makalah yg bagus izin memnfaatkanya
ijin share :) nice post..
Jual Beli Kambing Online di https://www.akadbaiq.com/
Posting Komentar