Dewasa Itu Apa Sih
Acap kali kita mendengar dari
orang terdekat kita yang membicarakan tentang kedewasaan seseorang.
Terkadang mereka menghubungkan pertambahan usia dengan kedewasaan,
meskipun memang usia tua belum tentu bisa bersikap dewasa. Hingga ada
ungkapan, “Tua itu pasti, dewasa itu pilihan”.
Secara hukum (yang berlaku di negara Indonesia), usia dewasa dimulai
dari umur 17 tahun. Kalau belum mencapai 17 tahun belum bisa bikin KTP
dengan kata lain masih anak anak bias di bilang anak remaja. Namun, jika dilihat dari sudut pengertian ‘dewasa’ itu sendiri,
menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), dewasa adalah mencapai usia
akil baligh, yaitu bukan anak-anak ataupun remaja lagi. Sedangkan menurut islam, seseorang baik perempuan maupun laki-laki
dikatakan dewasa atau baligh apabila seseorang tersebut sudah mengalami
haid bagi perempuan dan mimpi basah bagi laki-laki. Tentu saja masa
seseorang untuk mencapai akil baligh, berbeda satu dengan lainnya.
Dewasa berarti matang. Baik matang secara biologis, maupun secara
psikis.Sehingga bisa dikatakan tidak perlu menunggu tua untuk menjadi
dewasa. Karena kedewasaan tidak selalu beriringan dengan berkurangnya
usia.
Lalu sebenarnya, apa sih makna dewasa?
Terkadang tingkat kedewasaan seseorang bisa dilihat dari penilaian
orang lain. Secara umum, seorang dapat dikatakan dewasa apabila ia telah
mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jelek (atau benar
salahnya sesuatu). Namun dalam Islam,
seorang dewasa adalah yang telah mampu memilih dan memilah serta
mengkategorikan mana yang perintah dan mana yang larangan Allah SWT. Mungkin secara Islam perintah dan larangan itu mutlak adanya, tapi
mengenahi baik dan buruk menurut orang lain itu berbeda, terkadang apa
yang menurut kita baik belum tentu menurut orang lain itu baik juga, apa
yang kita yakini sudah dewasa belum tentu juga menurut orang lain itu
dewasa. Memang tampaknya begitu mudah mencap diri sebagai seorang yang
dewasa, namun tidak demikian adanya. Mari sejenak menengok kepada
realita kehidupan sekitar kita. Seorang ayah ataupun kakek di usia
rentanya, masih saja bergenit-genit menggoda gadis-gadis seksi, bahkan
lebih parahnya hingga menggauli anak kandung, anak tetangga, ataupun
cucunya sendiri untuk melampiaskan nafsu bejatnya. (Lalu apakah menurut
kita dia seorang yang berfikir dewasa?). Dan masih banyak hal-hal kecil
lainnya yang beredar di kalangan orangtua yang ternyata belum dewasa.
Bahkan yang paling sering saya temui adalah orang-orang (yang tampak)
dewasa dengan sikap ngambeknya. Waaahh!!! Saya begitu terkejut mendapati
mereka, ternyata tidak cuma adik-adik kecil yang biasa ngambek ke
orangtua kalau sesuatu yang diinginkan tidak didapatkan. Jadi, Pantaskah
kita menyebut diri kita sudah dewasa. Memang tidak mudah untuk menjadi dewasa, ada masa transisi yang
panjang, perlu ilmu, ada latihan, dan sebagainya. Maka wajarlah jika
seorang akhi mengingatkan kita cara menuju dewasa dengan sedikit
perumpamaan (kalimah thayyibah).
Ungkapnya,
“Ada banyak cara menjadi
dewasa, kadang begitu mudah semudah membaca buku dan menemukan kearifan
di tiap lembarnya. Bahkan ada yang lebih mudah, seperti bercermin pada
setiap kejadian yang terjadi pada orang lain. Tapi tidak jarang, kita
harus menempuh jalan yang begitu berat untuk menjadi dewasa dan sadar.
Kita mesti melewati sungai fitnah yang deras, harus membelah rimba
cobaan dengan kerja dan sabar, bahkan kita harus penuh luka sebelum
akhirnya memetik hikmah dan menjadi dewasa. Ada yang berhasil, namun
banyak pula yang gugur di tengah jalan.”
Bagaimana, sudah ada inspirasi dari masukan ini tentang jalan menuju
kedewasaan? Ya! Realitanya untuk menjadi dewasa,
Pertama, kita kudu
banyak belajar, tentunya terkait dengan segala topik yang mampu
mengarahkan kita mencapai kedewasaan. Contohnya topik birrul walidain,
di sini kita banyak belajar bahwa mentaati dan menghormati orangtua
tentu ada tata caranya pula, sikap merajuk yang sering kita tampakkan
pada orangtua ternyata berdampak psikologis pada orangtua, dan
sebagainya. Namun perlu saya tekankan bahwa belajar tidak mesti dengan
baca buku saja, selagi banyak jalan menuju Roma tentu banyak peluang
yang kita bisa manfaatkan sebagai media belajar.
Kedua, bercermin diri, di sini saya bukannya mengajak ikhwah fillah
untuk terus menatapi diri di depan cermin tentunya. Tapi bercermin
tentang diri kita, tentang apa yang telah kita lakukan, tentang
sifat-sifat kita yang harus diperbaiki, dan sebagainya. Serta tentang
cinta kita kepada Rabb yang Maha Mencinta. Selanjutnya saya rasa ikhwah
lebih paham tentang ini daripada saya.
Ketiga, dengan latihan. Kita tidak cuma perlu latihan kebugaran fisik
atau angkat besi untuk menjadi dewasa. Kita juga perlu banyak, banyak,
dan lebih banyak waktu untuk berlatih di setiap perubahan (hijarah) diri
kita. Ya! Diaantaranya dengan melatih kesabaran jika kita adalah orang
yang suka ngambek, atau dengan “memaksa” diri melakukan ibadah jika kita
masih suka bermalas-malasan pada yang satu ini, serta masih banyak
bentuk latihan lainnya.
Bahkan tak dipungkiri lagi bahwa kebanyakan orang perlu “teguran
sayang” terlebih dahulu untuk menjadikan dirinya sebagai orang yang
dewasa. Allah SWT yang selalu menyayangi kita, sehingga Dia tentu punya
banyak cara untuk menegur kita agar kita tidak jauh-jauh dariNya.
Duuuhhh!! Allah SWT romantis banget yaaa… Saya semakin teringat sabda
Rasulullah tentang sifat Allah SWT, “Sesungguhnya Allah SWT adalah yang Maha Pencemburunya.”
Karena itulah, saya juga ingin mengingatkan kembali bahwa sesungguhnya
setiap “teguran” yang datang kepada kita bukanlah pertanda bahwa Allah
SWT ingin menyengsarakan kita, tapi mungkin karena kita sudah mulai
menjauh dariNya atau mungkin dengan cara begitu Allah SWT menguji kita
untuk menjadi khalifah yang lebih dewasa dari sebelumnya, dan
sebagainya, dan tentunya carilah sejuta alasan agar kita tetap berbaik
sangka kepada Allah SWT.
Sesungguhnya Alloh sangat luar biasa caranya menentukan siapa yang
sudah saatnya mencapai baligh atau tidak. Oleh karenanya, jangan merasa
lagi menjadi anak kecil kalau kita sudah mencapai baligh. Sadari kita
adalah orang dewasa yang harus bersikap dewasa. Ya, dewasa adalah
pilihan. Bukan tidak mungkin seseorang yang dipandang secara fisik telah
dewasa tapi psikologisnya belum dewasa. Dia belum bisa berpikir jauh
kedepan, gampang terpengaruh dengan orang lain, tidak mandiri, masih
suka bertengkar karena keegoisannya, dll. Bisa saja kita memilih untuk
tidak dewasa. Walaupun secara bilogis kita sudah disebut dewasa, tapi
kalau cara berpikir kita tidak dewasa, itu sama artinya kita memilih
untuk tidak menjadi dewasa.
Ketika Alloh telah memilih kita, bahwa menurut-Nya kita pantas
menjadi dewasa, maka berusahalah menjadi dewasa. Amati alur kehidupan
ini, dan berpikirlah. Jangan sampai merugi karena kita termasuk golongan
orang-orang yang tidak berpikir.
Dewasa adalah pilihan, maka mana yang akan kita pilih? Berusaha
menjadi dewasa seiring putaran masa atau bertahan dalam kekanakan dengan
wajah kita yang kian menua?
Semoga kita lebih memahami arti kedewasaan yang sesungguhnya
Amin..
Semoga bermanfaat.
1 komentar:
mbak atau mas, mohon untuk sumber referensi di ganti dengan https://penadiri.com/2016/06/10/arti-kedewasaan/
soalnya saya author di hapynature,wordpress.com dulu, trus blog tersebut saya hapus dan pindah ke penadiri
terima kasih
Posting Komentar