Rasulullah shollallahu 'alaihi wasallam
Bismillahirrahmaanirrahiim
Diriwayatkan pada saat itu Rasulullah baru tiba dari Tabuk, peperangan
dengan bangsa Romawi yang kerap menebar ancaman pada kaum muslimin.
Banyak sahabat yang ikut beserta Nabi dalam peperangan ini. Tidak ada
yang tertinggal kecuali orang-orang yang berhalangan dan ada uzur.
Saat mendekati kota Madinah, di salah satu sudut jalan, Rasulullah
berjumpa dengan seorang tukang batu. Ketika itu Rasulullah melihat
tangan buruh tukang batu tersebut melepuh, kulitnya merah
kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari.
Sang manusia Agung itupun bertanya, “Kenapa tanganmu kasar sekali?"
Si tukang batu menjawab, "Ya Rasulullah, pekerjaan saya ini membelah
batu setiap hari, dan belahan batu itu saya jual ke pasar, lalu hasilnya
saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga saya, karena itulah tangan
saya kasar."
Rasulullah adalah manusia paling mulia, tetapi orang yang paling mulia
tersebut begitu melihat tangan si tukang batu yang kasar karena mencari
nafkah yang halal, Rasulpun menggenggam tangan itu, dan menciumnya
seraya bersabda, "Hadzihi yadun la tamatsaha narun abada", 'inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya'.
Rasulullahl tidak pernah mencium tangan para Pemimpin Quraisy, tangan
para Pemimpin Khabilah, Raja atau siapapun. Sejarah mencatat hanya
putrinya Fatimah Az Zahra dan tukang batu itulah yang pernah dicium oleh
Rasulullah. Padahal tangan tukang batu yang dicium oleh Rasulullah
justru tangan yang telapaknya melepuh dan kasar, kapalan, karena
membelah batu dan karena kerja keras.
Suatu ketika seorang laki-laki melintas di hadapan Rasulullah. Orang itu
di kenal sebagai pekerja yang giat dan tangkas. Para sahabat kemudian
berkata, “Wahai Rasulullah, andai bekerja seperti dilakukan orang itu
dapat digolongkan jihad di jalan Allah (Fi sabilillah), maka alangkah
baiknya.”
Mendengar itu Rasul pun menjawab, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, maka itu fi sabilillah.” (HR Thabrani)
Mendengar itu Rasul pun menjawab, “Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orang tuanya yang sudah lanjut usia, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, maka itu fi sabilillah.” (HR Thabrani)
Orang-orang yang pasif dan malas bekerja, sesungguhnya tidak menyadari
bahwa mereka telah kehilangan sebagian dari harga dirinya, yang lebih
jauh mengakibatkan kehidupannya menjadi mundur. Rasulullah amat prihatin
terhadap para pemalas.
”Maka apabila telah dilaksanakan shalat, bertebaranlah kam di muka bum;
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung”. (QS. Al-Jumu’ah 10)
”Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi ini”. (QS Nuh19-20)
”Siapa saja pada malam hari bersusah payah dalam mencari rejeki yang halal, malam itu ia diampuni”. (HR. Ibnu Asakir dari Anas)
”Siapa saja pada sore hari bersusah payah dalam bekerja, maka sore itu ia diampuni”. (HR. Thabrani dan lbnu Abbas)
”Tidak ada yang lebih baik bagi seseorang yang makan sesuatu makanan,
selain makanan dari hasil usahanya. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud,
selalu makan dan hasil usahanya”. (HR. Bukhari)
”Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu, ada yang tidak dapat terhapus
dengan puasa dan shalat”. Maka para sahabat pun bertanya: “Apakah yang
dapat menghapusnya, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: ”Bersusah payah
dalam mencari nafkah.” (HR. Bukhari)
”Barangsiapa yang bekerja keras mencari nafkah untuk keluarganya, maka
sama dengan pejuang dijaIan Allah ‘Azza Wa Jalla”. (HR. Ahmad)
ceritapenyejukhati
ceritapenyejukhati
0 komentar:
Posting Komentar