"Cerita Sedih Mengharukan Tentang Cinta Ibu"
Ketika kita lapar, tangan ibu yang menyuapi.
Ketika kita haus, tangan ibu yang memberi minuman.
Ketika kita menangis, tangan ibu yang mengusap air mata.
Ketika kita gembira, tangan ibu yang menadah syukur, memeluk kita erat dengan deraian air mata bahagia.
Ketika kita lapar, tangan ibu yang menyuapi.
Ketika kita haus, tangan ibu yang memberi minuman.
Ketika kita menangis, tangan ibu yang mengusap air mata.
Ketika kita gembira, tangan ibu yang menadah syukur, memeluk kita erat dengan deraian air mata bahagia.
Ketika kita mandi, tangan ibu yang meratakan air ke seluruh badan, membersihkan segala Kotoran ketika kita dilanda masalah, tangan ibu yang membelai duka sambil berkata, sabar nak, sabar ya sayang.
Tapi.....
Ketika ibu sudah tua dan kelaparan. tiada tangan dari anak yang menyuapi Dengan tangan yang gemetar, ibu menyuapkan sendiri makanan ke mulutnya dengan linangan air mata.
Ketika ibu sakit, dimana tangan anak yang ibu harapkan dapat merawat ibu yang sedang sakit? ketika nyawa ibu terpisah dari jasad.
Ketika jenazah ibu hendak dimandikan, dimana tangan anak yang ibu harapkan untuk menyirami jenazah ibu untuk terakhir kali.
Tangan ibu, tangan ajaib Sentuhan ibu, sentuhan kasih, dapat membawa ke surga Firdaus.
Kisah ini adalah kisah nyata.
Adakah makanan yang tidak bisa dibeli dengan uang? sebuah keluarga yang sangat miskin, yang memiliki seorang anak laki-laki. Ayahnya sudah meninggal dunia, tinggalah ibu dan anak laki-lakinya untuk saling menompang.
Ibunya bersusah payah seorang diri membesarkan anaknya, saat itu kampung tersebut belum memiliki listrik. Saat membaca buku sang anak tersebut diterangi sinar lampu minyak. sedangkan ibunya dengan penuh kasih menjahitkan baju untuk sang anak.
Saat memasuki musim gugur, sang anak memasuki sekolah menengah atas. Tetapi justru saat itulah ibunya menderita penyakit rematik yang parah sehingga tidak bisa lagi bekerja disawah. Saat itu setiap bulannya murid-murid diharuskan membawa 30 kg beras untuk dibawa kekantin sekolah. Sang anak mengerti bahwa ibunya tidak mungkin bisa memebeikan 30 kg beras tersebut. Dan kemudian berkata kepada ibunya: "Ma, saya mau berhenti sekolah dan membantu mama bekerja disawah". Ibunya mengelus kepala anaknya dan berkata: "Kamu memiliki niat seperti mamah sudah senang sekali tetapi kamu tetap sekolah. Jangan khawatir, kalau mama sudah melahirkan kamu pasti bisa merawat dan menjaga kamu. Cepatlah pergi daftarkan kesekolah nanti berasnya mama yang akan bawa kesana."
Sang anak akhirnya pergi juga kesekolah. Sang ibu terus berpikir dan merenung dalam hati sambil melihat bayangan anaknya yang pergi menjauh.
Tak berapa lama, dengan terpincang-pincang dan nafas tergesa-gesa ibunya datang kekantin sekolah dan menurunkan sekantong beras dari bahunya.
Pengawas yang bertanggu jawab menimbang beras dan membuka kantonya dan mengambil segenggam beras lalu menimbangnya dan berkata; "Kalian para wali murid selalu suka mengambil keuntungan kecil,kalian lihat, disini isinya campuran beras dan gabah. Jadi kalian kira kantin saya ini tempat penampungan beras campuran". Sang ibu ini pun malu dan berkali-kali meminta maaf kepada ibu pengawas tersebut.
Awal Bulan berikutnya ibu memikul sekantong beras dan masuk kedalam kantin. Ibu pengawas seperti biasanya mengambil sekantong beras dari kantong tersebut dan melihat. Masih dengan alis yang mengerut dan berkata: "Masih beras yang sama". Pengawas itupun berpikir, apakah kemarin itu dia belum berpesan dengan ibu ini dan kemudian berkata; "Tak perduli beras apapun yang ibu berikan kami akan kami terima tapi jenisnya harus dipisah jangan dicampur bersama, kalau tidak maka beras yang dimasak tidak bisa matang sempurna.
Selanjutnya kalau begini lagi, maka saya tidak bisa menerimanya". Sang ibu sedikit takut dan berkata: "Ibu pengawas, beras dirumah kami semuanya seperti ini jadi bagaimana? Pengawas itupun tidak mau tahu dan berkata: "Ibu punya berapa hektar tanah sehingga bisa menanam bermacam-macam jenis beras". Menerima pertanyaan seperti itu sang ibu tersebut akhirnya tidak berani berkata apa-apa lagi.
Awal bulan ketiga, sang ibu datang kembali kesekolah. Sang pengawas kembali marah besar dengan kata-kata kasar dan berkata: "Kamu sebagai mama kenapa begitu keras kepala, kenapa masih tetap membawa beras yang sama. Bawa pulang saja berasmu itu!".
Dengan berlinang air mata sang ibupun berlutut di depan pengawas tersebut dan berkata: "Maafkan saya bu, sebenarnya beras ini saya dapat dari mengemis". Setelah mendengar kata sang ibu, pengawas itu kaget dan tidak bisa berkata-kata. Sang ibu tersebut akhirnya duduk diatas lantai, menggulung celananya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan membengkak.
Sang ibu tersebut menghapus air mata dan berkata: "Saya menderita rematik stadium terakhir, bahkan untuk berjalanpun susah, apalagi untuk bercocok tanam. Anakku sangat mengerti kondisiku dan mau berhenti sekolah untuk membantuku bekerja disawah. Tapi saya melarang dan menyuruhnya bersekolah lagi.
Selama ini dia tidak memberi tahu sanak saudaranya yang ada dikampung sebelah. Lebih-lebih takut melukai harga diri anaknya.
Setiap hari pagi-pagi buta dengan kantong kosong dan bantuan tongkat pergi kekampung sebelah untuk mengemis. Sampai hari sudah gelap pelan-pelan kembali kekampung sendiri. Sampai pada awal bulan semua beras yang terkumpul diserahkan kesekolah.
Pada saat sang ibu bercerita, secara tidak sadar air mata Pengawas itupun mulai mengalir, kemudian menngangkat ibu tersebut dari lantai dan berkata: "Bu sekarang saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya bisa diberikan sumbangan untuk keluarga ibu". Sang ibu buru-buru menolak dan berkata: "Jangan, kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk sekolah anaknya, maka itu akan menghancurkan harga dirinya. Dan itu akan mengganggu sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu pengawas, tetapi tolong ibu bisa menjaga rahasia ini."
Akhirnya masalah ini diketahui juga oleh kepala sekolah. Secara diam-diam kepala sekolah membebaskan biaya sekolah dan biaya hidup anak tersebut selama tiga tahun. Setelah tiga tahun kemudian, sang anak tersebut lulus masuk ke perguruan tinggi dengan nilai 627 point.
Dihari perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja mengundang ibu dari anak ini duduk diatas tempat duduk utama. Ibu ini berasa aneh, begitu banyak murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi mengapa hanya ibu ini yang diundang. Yang lain lebih aneh lagi disana masih terdapat tiga kantong beras.
Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju dan menceritakan kisah sang ibu ini yang mengemis beras demi anaknya bersekolah. Kepala sekolahpun menunjukkan tiga kantong beras itu dengan penuh haru dan berkata: "Inilah sang ibu dalam cerita tadi". Dan mempersilahkan sang ibu tersebut yang luarbiasa bisa untuk naik keatas mimbar. Anak sang ibu tersebut dengan ragu-ragu melihat kebelakang dan melihat gurunya menuntun mamanya berjalan keatas mimbar. Sang ibu dan sang anakpun saling bertatapan. Pandangan mama yang hangat dan lembut kepada anaknya sang anakpun memeluk danmerangkul erat mamanya dan berkata: "Oh Mamaku....!!!".
Cerita singkat tentang ibu diatas sudah sepatutnya kita sadari bahwanya jasa seorang ibu dan Ayah sangat besar terhadap kita sebagai anak, Ibu yang melahirkan, menjaga, merawat kita hingga besar namun ironis ada juga seorang anak yang dengan tega tidak menghargai jasa ibundanya. Naudzubillah min dzalik!. Semoga kita termasuk anak-anak dari golongan soleh dan sholehah.....Amiin. dan membuat kita lebih dapat bersyukur, lebih mencintai seorang Ibu dan Ayah jauh daripada cinta pada Pacar/Istri.
Ibunya bersusah payah seorang diri membesarkan anaknya, saat itu kampung tersebut belum memiliki listrik. Saat membaca buku sang anak tersebut diterangi sinar lampu minyak. sedangkan ibunya dengan penuh kasih menjahitkan baju untuk sang anak.
Saat memasuki musim gugur, sang anak memasuki sekolah menengah atas. Tetapi justru saat itulah ibunya menderita penyakit rematik yang parah sehingga tidak bisa lagi bekerja disawah. Saat itu setiap bulannya murid-murid diharuskan membawa 30 kg beras untuk dibawa kekantin sekolah. Sang anak mengerti bahwa ibunya tidak mungkin bisa memebeikan 30 kg beras tersebut. Dan kemudian berkata kepada ibunya: "Ma, saya mau berhenti sekolah dan membantu mama bekerja disawah". Ibunya mengelus kepala anaknya dan berkata: "Kamu memiliki niat seperti mamah sudah senang sekali tetapi kamu tetap sekolah. Jangan khawatir, kalau mama sudah melahirkan kamu pasti bisa merawat dan menjaga kamu. Cepatlah pergi daftarkan kesekolah nanti berasnya mama yang akan bawa kesana."
Sang anak akhirnya pergi juga kesekolah. Sang ibu terus berpikir dan merenung dalam hati sambil melihat bayangan anaknya yang pergi menjauh.
Tak berapa lama, dengan terpincang-pincang dan nafas tergesa-gesa ibunya datang kekantin sekolah dan menurunkan sekantong beras dari bahunya.
Pengawas yang bertanggu jawab menimbang beras dan membuka kantonya dan mengambil segenggam beras lalu menimbangnya dan berkata; "Kalian para wali murid selalu suka mengambil keuntungan kecil,kalian lihat, disini isinya campuran beras dan gabah. Jadi kalian kira kantin saya ini tempat penampungan beras campuran". Sang ibu ini pun malu dan berkali-kali meminta maaf kepada ibu pengawas tersebut.
Awal Bulan berikutnya ibu memikul sekantong beras dan masuk kedalam kantin. Ibu pengawas seperti biasanya mengambil sekantong beras dari kantong tersebut dan melihat. Masih dengan alis yang mengerut dan berkata: "Masih beras yang sama". Pengawas itupun berpikir, apakah kemarin itu dia belum berpesan dengan ibu ini dan kemudian berkata; "Tak perduli beras apapun yang ibu berikan kami akan kami terima tapi jenisnya harus dipisah jangan dicampur bersama, kalau tidak maka beras yang dimasak tidak bisa matang sempurna.
Selanjutnya kalau begini lagi, maka saya tidak bisa menerimanya". Sang ibu sedikit takut dan berkata: "Ibu pengawas, beras dirumah kami semuanya seperti ini jadi bagaimana? Pengawas itupun tidak mau tahu dan berkata: "Ibu punya berapa hektar tanah sehingga bisa menanam bermacam-macam jenis beras". Menerima pertanyaan seperti itu sang ibu tersebut akhirnya tidak berani berkata apa-apa lagi.
Awal bulan ketiga, sang ibu datang kembali kesekolah. Sang pengawas kembali marah besar dengan kata-kata kasar dan berkata: "Kamu sebagai mama kenapa begitu keras kepala, kenapa masih tetap membawa beras yang sama. Bawa pulang saja berasmu itu!".
Dengan berlinang air mata sang ibupun berlutut di depan pengawas tersebut dan berkata: "Maafkan saya bu, sebenarnya beras ini saya dapat dari mengemis". Setelah mendengar kata sang ibu, pengawas itu kaget dan tidak bisa berkata-kata. Sang ibu tersebut akhirnya duduk diatas lantai, menggulung celananya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan membengkak.
Sang ibu tersebut menghapus air mata dan berkata: "Saya menderita rematik stadium terakhir, bahkan untuk berjalanpun susah, apalagi untuk bercocok tanam. Anakku sangat mengerti kondisiku dan mau berhenti sekolah untuk membantuku bekerja disawah. Tapi saya melarang dan menyuruhnya bersekolah lagi.
Selama ini dia tidak memberi tahu sanak saudaranya yang ada dikampung sebelah. Lebih-lebih takut melukai harga diri anaknya.
Setiap hari pagi-pagi buta dengan kantong kosong dan bantuan tongkat pergi kekampung sebelah untuk mengemis. Sampai hari sudah gelap pelan-pelan kembali kekampung sendiri. Sampai pada awal bulan semua beras yang terkumpul diserahkan kesekolah.
Pada saat sang ibu bercerita, secara tidak sadar air mata Pengawas itupun mulai mengalir, kemudian menngangkat ibu tersebut dari lantai dan berkata: "Bu sekarang saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya bisa diberikan sumbangan untuk keluarga ibu". Sang ibu buru-buru menolak dan berkata: "Jangan, kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk sekolah anaknya, maka itu akan menghancurkan harga dirinya. Dan itu akan mengganggu sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu pengawas, tetapi tolong ibu bisa menjaga rahasia ini."
Akhirnya masalah ini diketahui juga oleh kepala sekolah. Secara diam-diam kepala sekolah membebaskan biaya sekolah dan biaya hidup anak tersebut selama tiga tahun. Setelah tiga tahun kemudian, sang anak tersebut lulus masuk ke perguruan tinggi dengan nilai 627 point.
Dihari perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja mengundang ibu dari anak ini duduk diatas tempat duduk utama. Ibu ini berasa aneh, begitu banyak murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi mengapa hanya ibu ini yang diundang. Yang lain lebih aneh lagi disana masih terdapat tiga kantong beras.
Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju dan menceritakan kisah sang ibu ini yang mengemis beras demi anaknya bersekolah. Kepala sekolahpun menunjukkan tiga kantong beras itu dengan penuh haru dan berkata: "Inilah sang ibu dalam cerita tadi". Dan mempersilahkan sang ibu tersebut yang luarbiasa bisa untuk naik keatas mimbar. Anak sang ibu tersebut dengan ragu-ragu melihat kebelakang dan melihat gurunya menuntun mamanya berjalan keatas mimbar. Sang ibu dan sang anakpun saling bertatapan. Pandangan mama yang hangat dan lembut kepada anaknya sang anakpun memeluk danmerangkul erat mamanya dan berkata: "Oh Mamaku....!!!".
Cerita singkat tentang ibu diatas sudah sepatutnya kita sadari bahwanya jasa seorang ibu dan Ayah sangat besar terhadap kita sebagai anak, Ibu yang melahirkan, menjaga, merawat kita hingga besar namun ironis ada juga seorang anak yang dengan tega tidak menghargai jasa ibundanya. Naudzubillah min dzalik!. Semoga kita termasuk anak-anak dari golongan soleh dan sholehah.....Amiin. dan membuat kita lebih dapat bersyukur, lebih mencintai seorang Ibu dan Ayah jauh daripada cinta pada Pacar/Istri.
0 komentar:
Posting Komentar