Metafora Hidup Manusia
Manusia ini dipenuhi dengan banyak urusan dan masalah setiap
waktunya. Selesai satu urusan, muncul lagi urusan baru, demikian
seterusnya tidak pernah berakhir. Kehidupan kita ini pada dasarnya
menyelesaikan aneka urusan dan masalah yang datang silih berganti.
Hanya
jika kita sudah mati maka semua urusan dan masalah itu berakhir.
Orang-orang yang tidak kuat menanggung beban hidup di dunia ini memilih
mengakhiri hidupnya sebelum waktunya tiba.
Ada banyak urusan hidup yang datang pada setiap diri manusia, ada
urusan besar dan ada urusan kecil. Urusan besar misalnya hubungan kita
dengan Tuhan, dengan keluarga, dengan orangtua, dengan anak, dengan
istri. Urusan sedang misalnya berhubungan dengan pekerjaan, teman,
sahabat, dan lain-lain. Urusan kecil misalnya bersenang-senang,
rekreasi, hobby, makan di luar, dan lain-lain.
Kadang-kadang kita lebih mengutamakan urusan kecil dibandingkan
urusan besar. Kita lebih mengutamakan pekerjaan di kantor daripada
mendidik anak. Kita lebih mengutamakan mengurus hobby kita ketimbang
memperhatikan keluarga. Ada banyak manusia seperti itu. Akhirnya yang
terjadi adalah kekecewaan dan penyesalan.
Cerita ini mengandung metafora dan inspirasi, apa yang lebih
diprioritaskan di dalam hidup ini, dan bagaimana mengelolanya? Sebuah
metafora yang bermakna.
Seorang guru besar berdiri di depan audiensnya memulai materi kuliah
dengan menaruh stoples bening dan besar diatas meja. Lalu sang guru
mengisinya dengan bola tenis hingga tidak muat lagi. Beliau bertanya,
sudah penuh kah?
Audiens menjawab, sudah penuh.
Lalu sang guru mengeluarkan gundu (kelereng) dari kotaknya;
dituangkannya gundu-gundu tadi ke dalam stoples, gundu mengisi sela-sela
bola tenis hingga tidak muat lagi. Beliau bertanya, sudah penuh kah?
Audiens menjawab, sudah penuh.
Lalu sang guru mengeluarkan pasir pantai; memasukkannya ke dalam
stoples tadi. Pasir mengisi sela-sela bola dan gundu hingga tidak bisa
muat lagi. Semua sepakat stoples sudah penuh dan tidak ada yang bisa
dimasukkan lagi.
Tapi, terakhir sang guru menuangkan secangkir air kopi, masuk mengisi stoples yang sudah penuh bola, gundu, dan pasir itu.
Kemudian beliau bertanya. Apakah pesan yang dapat diambil dari permainan ini? Lantas beliau menjelaskan sendiri jawabannya. Hidup kita kapasitasnya
terbatas seperti stoples. Tiap kita berbeda ukuran stoplesnya.
Bola tenis adalah hal-hal besar dalam hidup kita, yakni tanggung
jawab terhadap Tuhan, orangtua, istri, anak-anak serta makan, tempat
tinggal, dan kesehatan.
Gundu adalah hal-hal yg penting seperti pekerjaan, kendaraan, sekolah anak, gelar sarjana, dan lain-lain.
Pasir adalah yang lain-lain dalam hidup kita, seperti olah raga, nyanyi, rekreasi, Facebook, BBM, nonton film, model baju, model kendaraan dan lain-lain.
Jika kita isi hidup dengan mendahulukan pasir hingga penuh, maka gundu
tidak bisa masuk. Berarti hidup kita hanya berisi hal-hal kecil. Hidup
kita habis dengan rekreasi dan hobby, sedangkan Tuhan dan keluarga
terabaikan.
Jika kita isi dengan mendahulukan bola tenis, lalu gundu dan
seterusnya seperti tadi, maka hidup kita berisi lengkap, mulai dari
urusan besar, penting hingga hal-hal yang menjadi pelengkap.
Lesson learned-nya adalah:
Kita mesti mengelola hidup secara
cerdas dan bijak, tahu menempatkan mana yang perioritas dan mana yang
menjadi pelengkap. Jika tidak, hidup bukan saja tidak lengkap, bahkan bisa tidak berarti sama sekali.
Lalu sang guru bertanya, adakah kalian yang mau bertanya.
Semua
audiens terdiam, karena sangat mengerti apa inti pesan dalam pelajaran
tadi.
Namun, tiba-tiba seseorang nyeletuk bertanya. Apa arti secangkir air kopi yang dituang tadi..?
Sang guru besar menjawab sebagai penutup. Sepenuh dan sesibuk apa pun
hidup kita, jangan lupa masih bisa disempurnakan dengan bersilaturrahmi
sambil minum kopi dengan tetangga, teman, sahabat yang hebat.
Demikianlah metafora dalam mengelola prioritas hidup yang sebaiknya kita lakukan.
0 komentar:
Posting Komentar