Ridha Manusia Itu Sesuatu Yang Tidak Mungkin Dicapai
Sering kita ketika melakukan suatu kebenaran, lalu kita khawatirkan
perkataan orang; kalau saya pakai jilbab nanti dibilang ibu haji, kalau
saya rajin ke masjid nanti dipanggil-panggil pak ustadz, akhirnya kita
surut, langkah kita terhenti untuk melakukan kebenaran karena lebih
memikirkan apa yang akan dikatakan orang.
Padahal ketika kita melakukan
perbuatan jelek dalam kaca mata syariat, kita pun tidak akan menuai
pujian dari semua orang. Memakai baju kecil dan pendek, mungkin sebagian
orang menyebut kita orang modern, tapi ada juga yang bilang kita tidak
tahu malu dan dosa pun sudah pasti. Sebagaimana kisah berikut ini.
Juha dan anaknya berada di dua ujung yang saling berlawanan. Setiap
kali sang ayah menyuruhnya melakukan sesuatu, maka dia menentangnya
dengan berkata, “Apa kata orang-orang tentang kita jika kita melakukan
hal itu?”
Juha, sang ayah ingin memberi pelajaran yang bermanfaat untuk
anaknya, agar dia berpaling dari mencari ridha semua orang. Sebab, ridha
semua orang merupakan ujung yang tak terjangkau. Lantas Juha naik
keledai dan menyuruh anaknya agar berjalan di belakangnya.
Baru berjalan
beberapa langkah, mereka melewati beberapa perempuan, lalu perempuan
tersebut memanggil Juha, “Apa-apaan ini, hai lelaki! Apa di hatimu tidak
ada rasa kasih sayang. Engkau enak-enakkan naik kendaraan sementara
engkau biarkan anak kecil berlari kelelahan di belakangmu.”
Lalu juha turun dari keledainya dan menyuruh anaknya naik keledai.
Mereka melewati sekelompok orang tua duduk di bawah terik matahari.
Salah seorang di antara mereka menepukkan kedua telapak tangannya.
Pandangan orang-orang lainnya mengarah kepada ‘laki-laki bodoh’ yang
berjalan kaki dan membiarkan anaknya naik kendaraan. Dia mencaci maki
lelaki tersebut dengan ucapan, “Wahai laki-laki! Kamu berjalan kaki
padahal kamu orang tua sementara kamu biarkan kendaraan untuk anak ini.
Setelah itu kamu ingin mengajarinya malu dan tatakrama.”
Juha berkata kepada anaknya, “Apa kamu dengar itu? Kalau begitu mari kita naiki keledai ini bersama-sama.”
Mereka berdua pun naik keledai dan lewat di jalanan. Keduanya
berpapasan dengan sekelompok orang yang dapat disebut anggota
‘organisasi penyayang binatang’. Mereka berteriak kepada Juha dan
anaknya, “Apa kalian berdua tidak bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
terkait dengan binatang kurus ini? Apa kalian tega menungganginya
bersama-sama padahal timbangan kalian berdua lebih berat dari pada
timabangan keledai?”
Juha dan anaknya pun turun dari keledai.
Juha berkata, “Kamu
dengarkan? Kalau begitu, ayo kita berdua berjalan kaki bersama dan kita
biarkan keledai ini berjalan sendiri di depan kita agar kita terhindar
dari omongan miring kaum lelaki, perempuan, dan pecinta binatang.”
Mereka berdua pun berjalan kaki sedangkan keledai berjalan sendiri di
depan mereka. Lantas mereka berdua berpapasan dengan sekelompok orang
buruk dan pandai. Mereka menjadikan Juha dan anaknya sebagai obyek
gurauan dan ejekan.
Mereka berkata, “Demi Allah, sepantasnya keledai ini menaiki kalian berdua untuk mengistirahatkannya dari kelelahan di jalan.”
Selanjutnya Juha mendengar perkataan orang-orang ini, lalu dia dan
anaknya menuju suatu pohon di jalan. Mereka berdua memotong dahan yang
kuat dan mengikatkan keledai tersebut padanya. Kemudian Juha memikul
salah satu ujung dahan sedangkan anaknya memikul ujung yang lainnya.
Ketika mereka belum sampai berjalan beberapa langkah, ternyata di
belakang mereka terdapat sekelompok orang tertawa karena melihat
pemandangan yang tiada duanya ini yaitu ketika seseorang menggiring
Juha, anaknya, dan keledainya ke tempat orang-orang gila (rumah sakit
jiwa).
Ketika Juha sampai di rumah sakit jiwa, maka dia harus menjelaskan
kepada anaknya inti dari uji coba yang telah sampai pada puncaknya ini.
Lalu dia menoleh kepada anaknya seraya berkata,
“Wahai anakku! Inilah
akibat dari mendengar omongan orang dan melakukan sesuatu untuk mencari
ridha semua orang.”
Hal ini menjadi pelajaran yang dipetik oleh anak Juha dan menjadi sejarah buat kita.
Sumber: Hiburan Orang-orang Shalih, 101 Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah Cetakan 1
0 komentar:
Posting Komentar