Membayar Zakat Fitrah Harus dengan Bahan Makanan atau Boleh Uang?
Sahabat Ummi, jika ditilik dari pendapat jumhur ulama, bisa
didapatkan bahwa tidak boleh berzakat fitrah dengan uang. Namun di masa
sekarang masih banyak pertanyaan cara Membayar Zakat Fitrah Harus dengan Bahan Makanan atau Boleh Uang? Mari kita lihat pendapat para fuqaha mengenai hal ini.
1. Pendapat yang tidak membolehkan bayar zakat fitrah dengan uang
Sahabat Ummi, Mazhab Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan
Al-Hanabilah yang merupakan tiga mazhab besar atau yang bisa kita sebut
sebagai jumhur ulama. Semuanya sepakat mengatakan bahwa zakat fitrah itu
harus dikeluarkan sebagaimana aslinya, yaitu dalam bantuk makanan pokok
yang masih mentah.
Apabila hanya diberikan dalam bentuk uang yang senilai, maka
dalam pandangan mereka, zakat itu belum sah ditunaikan. Istilah yang
digunakan adalah lam yujzi’uhu.
Al-Imam Ahmad rahimahullah memandang bahwa hal itu menyalahi sunnah Rasulullah SAW. Suatu ketika pernah ditanyakan kepada beliau tentang masalah ini,
yaitu bolehkah zakat al-fithr diganti dengan uang saja, maka beliau pun
menjawab,”Aku khawatir zakatnya belum ditunaikan, lantaran menyalahi
sunnah Rasulullah SAW”.
Orang yang bertanya itu penasaran dan balik bertanya,”Orang-orang
bilang bahwa Umar bin Abdul Aziz membolehkan bayar zakat fitrah dengan
uang yang senilai”.
Al-Imam Ahmad pun menjawab,”Apakah mereka meninggalkan perkataan
Rasulullah SAW dan mengambil perkataan si fulan?”. Beliau pun membacakan
hadits Ibnu Umar tentang zakat fitrah.
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW
memfardhukan zakat fithr bulan Ramadhan kepada manusia sebesar satu
shaa' kurma atau sya'ir, yaitu kepada setiap orang merdeka, budak,
laki-laki dan perempuan dari orang-orang muslim. (HR. Jamaah kecuali Ibnu Majah dari hadits Ibnu Umar)
Imam Al-Haramain Al-Juwaini Asy-Syafi’i mengatakan, “Bagi mazhab
kami, sandaran yang dipahami bersama dalam masalah dalil, bahwa zakat
termasuk bentuk ibadah kepada Allah. Pelaksanaan semua perkara yang
merupakan bentuk ibadah itu mengikuti perintah Allah.”
Kemudian beliau membuat permisalan, “Andaikan ada orang yang
mengatakan kepada utusannya (wakilnya), ‘Beli pakaian!’ sementara utusan
ini tahu bahwa tujuan majikannya adalah berdagang, kemudian utusan ini
melihat ada barang yang lebih manfaat bagi majikannya (daripada
pakaian), maka sang utusan ini tidak berhak menyelisihi perintah
majikannya. Meskipun dia melihat hal itu lebih bermanfaat daripada
perintah majikannya. (Jika dalam masalah semacam ini saja wajib
ditunaikan sebagaimana amanah yang diberikan, pent.) maka perkara yang Allah wajibkan melalui perintah-Nya tentu lebih layak untuk diikuti.”
Dengan demikian, jumhur ulama berpendapat bahwa zakat fitrah tidak sah jika dibayarkan dalam bentuk uang.
2. Pendapat yang membolehkan membayar zakat fitrah dengan uang
Berbeda dengan pendapat ke-3 mazhab lainnya, Mazhab Al-Hanafiyah
memperbolehkan membayar zakat fitrah dengan uang senilai bahan makanan
pokok yang wajib dibayarkan. Selain mazhab Al-Hanafiyah secara resmi, di antara para ulama
yang sering disebut-sebut membolehkan penggunaan uang untuk pembayaran
zakat fitrah antara lain Abu Tsaur, Umar bin Abdul Aziz dan Al-Hasan
Al-Bashri, Abu Ishak, Atha’.
Abu Yusuf, salah satu pentolan ulama di kalangan mazhab ini
menyatakan,"Saya lebih senang berzakat fitrah dengan uang dari pada
dengan bahan makanan, karena yang demikian itu lebih tepat mengenai
kebutuhan miskin".
Ulama fiqih modern banyak yang telah menyetujui diperbolehkannya
menggunakan uang untuk pembayaran zakat fitrah dan juga menganalisa
perbedaan antara kondisi di zaman Rasulullah dulu dengan di masa kini.
Dr. Yusuf Al-Qaradawi mengasumsikan kenapa dahulu Rasulullah SAW membayar zakat dengan makanan, yaitu karena dua hal:
Pertama, karena uang di masa itu agak kurang
banyak beredar bila dibandingkan dengan makanan. Maka membayar zakat
langsung dalam bentuk makanan justru merupakan kemudahan. Sebaliknya, di
masa itu membayar zakat dengan uang malah merepotkan. Pihak muzakki malah direpotkan karena yang dia miliki justru
makanan, kalau makanan itu harus diuangkan terlebih dahulu, berarti dia
harus menjualnya di pasar. Pihak mustahiq pun juga akan direpotkan kalau
dibayar dengan uang, karena uang itu tidak bisa langsung dimakan.
Jika Sahabat Ummi mengetahui bagaimana kondisi dokter atau para
guru dan ustad di pedalaman, banyak penduduk yang memberikan bayaran
mereka dalam bentuk bahan makanan, dari mulai buah-buahan, beras, dan
lain sebagainya, tentu kita akan paham bahwa banyak daerah yang justru
lebih mudah membayar dan menerima pemberian dalam bentuk bahan makanan
daripada dalam bentuk uang yang memang tidak banyak beredar di sana.
Kedua, karena nilai uang di masa Rasulullah SAW
tidak stabil, selalu berubah tiap pergantian zaman. Hal itu berbeda bila
dibandingkan dengan nilai makanan, yang jauh lebih stabil meski zaman
terus berganti.
Demikianlah, semoga informasi ini bermanfaat bagi Sahabat Ummi
yang akan menunaikan zakat fitrah, telah mengetahui sedikit banyak
mengenai hukum fiqihnya melalui pendapat para fuqaha.
0 komentar:
Posting Komentar