Rabu, 08 Juni 2016

Beratnya Mati Meninggalkan Hutang

Betapa Beratnya Orang yang Mati Meninggalkan Hutang

Setiap orang memiliki kebutuhannya masing-masing. Terlebih bagi orang tua, mereka memiliki kebutuhan yang lebih besar karena terdapat tanggungan untuk anaknya. Oleh karena itu, ketika mereka tidak dapat memenuhi kebutuhannya maka mereka memilih untuk berhutang.


Manusia memiliki kebutuhan untuk kelangsungan hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, mereka harus mengorbankan sesuatu, seperti uang. Ketika mereka memerlukan makan maka mereka harus mengorbankan uangnya untuk membeli beras. Kebutuhan itu tidak akan pernah habis. Bahkan setiap harinya akan bertambah. Terlebih jika orang tua memiliki anak yang banyak dan hasil pekerjaannya tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup.

Oleh karena itu, mau tidak mau, mereka berhutang dengan orang lain agar kebutuhannya terpenuhi. Lalu bagaimana hukum mati meninggalkan hutang? Ketika kita memutuskan untuk berhutang, maka kita harus membayarnya. Meskipun yang memberi hutang tidak menagih tapi utang itu sudah menjadi kewajiban yang harus dibayarkan. Karena hutang tersebut adalah hak orang yang menghutangi kita. Padahal, banyak orang yang menganggap remeh hutang. Mereka mengulur-ulur waktu meskipun sudah ada kelonggaran rezeki. Padahal kita tidak tahu, sampai kapan usia kita. Sebuah dalil menjelaskan bahwa hutang dapat memberatkan kita ketika di alam kubur.
Seperti yang kita tahu bahwa pahala orang yang berada di jalan Allah sangatlah besar. Bahkan sebuah dalil menjelaskan bahwa ketika seorang sabilillah meninggal, maka segala dosanya akan dihapuskan kecuali hutang. Sekecil apapun hutang kita dapat menghalangi kita untuk masuk ke surga, inilah azab mati meninggalkan hutang.
Rasulullah menjelaskan bahwa ketika beliau berhutang unta maka beliau mengambalikannya dengan unta yang lebih baik. Hadits ini menunjukkan bahwa ketika kita berhutang akan lebih baik jika kita mengembalikannya dengan lebih baik. Sebagai contohnya adalah ketika kita berhutang uang Rp 100.000, maka membayar lebih dari itu akan lebih baik. Tapi hal ini bukanlah kewajiban yang harus dilakukan. Kita dapat melakukannya apabila terdapat sisa harta atau kelonggaran rezeki.
Beberapa orang menyalahgunakan dalil ini untuk memberikan hutang kepada orang lain untuk mendapatkan bunga atau untung yang lebih banyak. Orang yang seperti ini disebut sebagai rentenir. Mereka sengaja memberikan pinjaman kepada mereka yang membutuhkan tetapi dengan bunga yang cukup besar. Hal ini dilarang oleh Allah karena dapat memberatkan orang lain.
Pengembalian hutang menjadi lebih baik adalah keikhlasan hati yang ada pada peminjam. Kita harus sadar bahwa orang tersbeut telah membantu kita dalam memenuhi kewajiban dan memberikan kelonggaran dalam membayar hutang.
Sebagai seorang muslim, kita harus sadari akan hal ini. Apabila kita telah berhutang dan kelonggaran rezeki sudah ada, maka segeralah membayarnya. Jangan suka untuk menunda-nunda pembayaran hutang karena kita tidak pernah tahu sampai kapan kita bisa hidup dan membayar kewajiban kita tersebut. Namun, apabila hingga beberapa lama kita belum ada kelonggaran rezeki maka katakanlah pada orang yang meminjamkan hutang agar mereka juga ikhlas untuk menunggu rezeki kita datang. 
Selain itu, katakanlah atau bicarakan hutang kita pada keluarga, baik orang tua, suami, istri, atau anak. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi jika meninggal meninggalkan hutang. Apabila kita meninggal dunia sebelum membayar hutang, maka keluarga atau ahli warislah yang harus membayarkan hutang-hutang kita selama hidup. Hal pertama yang harus dilakukan terhadap harta warisan adalah membiayai pemakaman dan membayar hutang jika ada.
Demikian penjelasan mengenai betapa beratnya mati meninggalkan hutang yang belum dilunasi.



0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution