Prilaku Benar, Jujur dan Menepati Janji
Sabda Rasulullah SAW: "Barang-siapa yang
diangkat oleh Allah sebagai penguasa dan menjabat suatu jabatan yang
berkaitan dengan kepentingan kaum muslimin, kemudian ia menutup diri dan
menjauh dari kebutuhan para kaum kafir, maka Allah pun akan menutup apa
yang menjadi kepentingan, keperluan dan juga kebutuhannnya di hari
kiamat kelak.
"
Pertama kali Rasulullah SAW
yang mulia memulai ajarannya dengan menyadarkan diri kita, bahwa kita
semua adalah seorang pemimpin. Kita semua, merata bagi segenap insan,
setiap orang yang memangku jabatan dan semuanya yang menjadi
pemeliharaan bagi kepentingan manusia banyak, seperti disampaikan dalam
sabda Rasulullah SAW: "Kalian semua adalah pemimpin dan setiap pemimpin
bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya."Kalian semua adalah pemimpin dan setiap kalian bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Tidak satu kalimat pun yang mampu mendudukkan seorang insan pada tempat yang sebenarnya, sebagaimana yang terkandung dalam kalimat/hadis tersebut di atas. Bukankah seorang pemimpin itu hanya bertugas memerintah dan melarang? Akan tetapi, lebih dari itu, ia adalah penggembala yang sepenuhnya bertanggung jawab atas gembalaannya, terlebih lagi, jika ia seorang pejabat pemerintah, maka ia tidak luput dari perhitungan yang amat teliti.
Kita telah sama-sama maklum, bahwa jabatan apa pun tidak akan lepas dari tanggung jawab dan setiap tanggung jawab yang diemban mengharuskan bagi adanya pemeliharaan secara seksama, sebagaimana dijelaskan di dalam sabda Nabi SAW: "Tiada seorang hamba yang diangkat oleh Allah menjadi pengawas suatu persoalan yang bersangkutan dengan kepentingan rakyat, lalu mengkhianatinya kecuali Allah akan mengharamkan baginya surga". Hadis ini menitik beratkan kepada kepemimpinan dan pejabat adalah pengawas yang ia bertanggung jawab atas tugas jabatannya dan kelak akan diperhitungkan mengenai pertanggung jawabannya. Sabda Rasulullah SAW: "Sejahat-jahat manusia (penguasa) adalah mereka yang memakan/menindas hak masyarakat dan merusak kehidupan rakyat", dan sabda beliau lagi: "Sejahat-jahat penguasa adalah siapa yang melalap harta yang bukan haknya". Sebab, ia membuat rusaknya tata cara dan menjadi penyebab penderitaan, seluasnya kesulitan serta meratanya kesusahan, jangan sampai mereka menyimpang dari jalan kebenaran, mengikut bisikan iblis atau menyerah kepada kebanggaan jabatannya. Hadis Rasulullah SAW: "Celakalah bagi penguasa. Celaka pula bagi kepada suku yang menjadi pemimpin bangsa dan golongan. Celaka pula bagi pengemban amanah, juga para pemimpin organisasi masyarakat. Dan kelak pada hari kiamat ada orang yang ujung rambutnya digantung di atas binatang, dimana ia meronta-ronta di antara langit dan bumi, sedang ia tidak berhasil atau usaha melepaskan dirinya dari siksa."
Prilaku Benar, Jujur dan Tepati Janji
Mengapa ketiga sifat tersebut perlu mendapat perhatian khusus? Sebab, sudah menjadi gejala umum, kalau ketiga sifat yang mulia tersebut semakin banyak dilecehkan orang, padahal bila kita sendiri dibohongi orang lain terasa bukan main sakitnya hati kita, begitu juga, jika seseorang berjanji, tapi kemudian tidak menepatinya, sungguh kita akan merasa sangat kesal, apalagi bila amanat yang kita berikan kepada seseorang dikhianati.
Begitulah mudahnya orang-orang di kalangan kita saling membohongi dan mengingkari janji. Padahal kepercayaan, menurut kalangan bisnis, adalah modal utama, yang tentunya harus dimulai dari diri sendiri, bahkan jika dikaji lebih jauh, dusta, ingkar dan khianat merupakan sifaf-sifat tercela/takhalli dan termasuk ciri kemunafikan. Sebab, di dalamnya terdapat unsur meremehkan orang lain, sifat yang tentunya harus dihindari oleh umat Islam. RasuluIIah SAW bersabda: "Tanda orang munafik itu tiga, walaupun ia puasa dan shalat serta mengaku dirinya muslim, yaitu, jika ia berbicara ia berdusta, jika berjanji ia menyalahi dan jika dipercaya ia khianat". (HR. Muslim).
Hindari Sifat-sifat Takhalli
Sekarang apa yang harus kita lakukan untuk menghindari sifat-sifat takhalli tersebut, tentunya, karena ini mencakup masalah pembinaan moral umat, maka salah satu usaha konkritnya ialah dengan memasyarakatkan budaya malu, kemudian masyarakat kita ajak untuk membudayakan rasa bangga dan penghormatan kepada orang-orang yang memiliki sifat-sifat siddiq, konsisten pada janji dan amanah.
Sifat siddiq artinya benar, lawannya bohong atau dusta, ini merupakan sifat utama yang wajib diamalkan oleh semua orang Islam.
Menepati janji, Allah SWT berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah janji-janji itu". (Q.S. Al-Maidah: 1). Dalam hukum Islam, janji adalah hutang, yang berarti harus dibayar. Ajaran ini telah sejalan dengan nilai-nilai kedisiplinan yang semakin dituntut bagi perkembangan zaman, lebih-lebih dalam konteks kehidupan modern, dimana masyarakatnya sangat memerlukan sikap hidup dengan disiplin tinggi, teguh pada janji serta menghormati peraturan dan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan global.
Sifat amanah, artinya terpercaya atau jujur, lawannya khianat, diajarkan dalam Islam meliputi banyak hal, antara lain, barang-barang yang dititipkan atau uang yang kita pinjam, wajib dikembalikan kepada pemiliknya, kalau tidak maka khianat namanya. Di samping itu, ilmu, harta, yang harus dipelihara dan diamalkan sebaik-baiknya sesuai tuntunan Allah dan RasulNya.
Akhirnya mari kita renungkan, bahwa sifat siddiq, konsisten pada janji dan amanah apabila benar-benar telah diamalkan oleh kaum muslimin maka citra Islam pasti akan lebih harum daripada kenyataan selama ini, sebaliknya citra Islam akan pudar, apabila lawan dari sifat-sifat tersebut, yaitu bohong, ingkar janji, dan khianat, semakin membudaya di kalangan umatnya. Sabda Rasulullah SAW: "Tiadalah beriman orang yang tidak amanah dan tiada beragama orang yang tidak menepati janji". (HR. Ahmad, al-Bazzar, Thabrani, dan Ibnu Hibban).
Oleh : Drs. H. Hasan Maksum Nasution, S.H., S.Pd.I, M.A.
Penulis adalah Dosen STAl Sumatera, PTl Al-Hikmah dan STAI RA Batang Kuis.
0 komentar:
Posting Komentar