Menikah Tak Mesti Menunggu Sarjana
Sebagian pemuda yang sudah mampu menikah dan sudah punya kemampuan
finansial, namun sengaja menunda nikah. Padahal menikah tak melihat pada
umur. Menikah tak juga menunggu sampai dapat gelar, tak mesti menunggu
hingga diwisuda sarjana.
Coba perhatikan saja di kalangan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
ada ‘Amr bin Al ‘Ash dan anaknya, ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash. Kalau
dilihat ternyata umur keduanya antara bapak dan anak hanya terpaut
sepuluh atau sebelas tahun. Bayangkan di usia berapa ‘Amr itu menikah?
Sangat-sangat belia.
Dari situ Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin menyatakan, “Untuk
zaman ini, tidak mungkin seseorang menikah di bawah dua puluh tahun,
biasanya di atas umur tersebut.
Bahkan yang menikah dini di bawah dua
puluh tahun malah jadi ‘aib. Ini jelas anggapan keliru.
Karena
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengaitkan menikah dengan umur. Beliau hanya mengatakan,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ
“Wahai para pemuda, barangsiapa yang memiliki baa-ah (kemampuan untuk menikah), maka menikahlah.”
(HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400).
Sehingga pemahaman yang ada
pada kalangan muda bahwa menikah haruslah menunggu hingga selesai
sekolah, keliru besar. Pemahaman ini harus diluruskan.
Karena anggapan
seperti itu bertentangan dengan dalil yang menyatakan bahwa siapa yang
sudah punya kemampuan, maka menikahlah.
Sekali lagi, menikah tidaklah mesti menunggu hingga selesai kuliah.
Pemahaman seperti itu adalah pemahaman keliru.
Nikah sama sekali tidak
menghalangi orang untuk kuliah. Bahkan ada yang dengan menikah, barulah
ia bisa merampungkan kuliahnya.” (Fathu Dzil Jalali wal Ikram, 4: 229).
Jadi bagi Anda yang sudah mampu menikah, jangan tunda-tunda. Apalagi sudah dapat restu orang tua. Semoga Allah mudahkan. Bagi yang belum mampu dari sisi finansial, harap bersabar dan banyak puasa sunnah.
Referensi:
Fathu Dzil Jalali wal Ikram bi Syarh Bulughil Maram, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, terbitan Madarul Wathon, cetakan pertama, tahun 1429 H.
—
0 komentar:
Posting Komentar