Selasa, 28 Juli 2015

Menikah Karena Tidak Mau Pacaran

Awal Ramadan Jomblo, Setelah Ramadan Menikah Kuncinya? Fokus Ibadah

Ramadan tahun 2013 menjadi Ramadan paling mengesankan di hati saya. Awal Ramadan saya berkenalan dengan seorang lelaki tanpa ada niat ataupun pikiran akan menikah, dan setelah Ramadan, kami melangsungkan pernikahan. Sebuah pencarian panjang, bertahun-tahun, dan pada akhirnya, proses menemukan jodoh terbaik tidak sampai 2 bulan.
 
Rencana Menikah yang Gagal

Awalnya, saya menetapkan untuk menikah di usia 23 tahun. Namun sayang, kekasih hati yang dekat dengan saya sejak usia 17 tahun memutuskan saya menjelang usia 22 tahun. Yang paling menyakitkan, saat saya membicarakan rencana menikah dengannya, dia mengaku belum siap dan memutuskan saya. Namun, tidak sampai setahun kemudian, dia justru menikah dengan wanita lain.

Tak cukup sampai di sana sakit hati saya. Entah mengapa, istrinya merasa cemburu pada saya. Ia sering menelepon saya, menghina dan memaki saya, juga mengejek dan menertawakan saya karena gagal menikah dengan lelaki tersebut. Saya pun semakin terpuruk, apalagi mantan saya tersebut tak menghentikan sikap istrinya yang meneror saya.

Kegagalan yang Beruntun

Sakit hati membuat saya susah move on. Sekitar 4 tahun saya sulit mencari lelaki lain. Hingga di usia 27 tahun, saya mulai tertarik dengan teman dekat. Kedekatan dan perhatiannya membuat saya berani berharap untuk segera menikah. Apalagi, adik dan kakak saya semua telah menikah. Namun saya lagi-lagi masih harus bersabar. Tiba-tiba saja sikapnya berubah.

Di pagi hari sikapnya masih hangat, namun di malam hari, ia menjauhi saya. Saya berusaha menanyakan alasannya, namun ia hanya meminta saya untuk tidak terlalu mendekatinya. Belakangan, saya mendengar kabar ia dicomblangin dengan teman sekantornya dan mereka akan menikah. Saya juga mendengar selentingan bahwa ia menjauhi saya karena sahabatnya menyukai saya.

Seiring waktu, saya pun dekat dengan pria lain. Namun lagi-lagi, setelah kedekatan kami yang saya sangka akan segera berakhir di pelaminan, lelaki ini juga tiba-tiba menjauhi saya. Saya pun mendengar selentingan yang sama, ia menjauh karena "dihasut" sahabat teman saya dulu, yang kabarnya menyukai saya (belakangan ia pun mengakui kebenaran kabar tersebut).

Frustasi karena gagal terus dengan alasan yang sama, saya mencoba berbicara dengan sahabat teman saya tersebut. Ia terus terang mengaku menyukai saya dan ingin menikahi saya. Karena memang saya sangat ingin menikah, maka saya katakan bahwa saya bersedia dan ia sebaiknya segera menjumpai orang tua saya, apa jawabannya?

"Wah, kamu pikir saya serius? Saya cuma bercanda kali."

Sakit hati yang teramat dalam pun saya rasakan. Bukan karena merasa patah hati, tapi merasa dipermainkan. Namun saya tak ingin menyerah. Saya ingin menikah! Maka segala cara pun saya tempuh. Dijodohkan orang tua, gagal. Dijodohkan teman, gagal juga. Mencari sendiri, cowoknya nggak maju-maju. Ia masih punya rencana yang ingin diwujudkan sebelum menikah. Saya tak mau menunggunya terlalu lama, dan ragu melihat kesiapannya.

Berhenti Berharap, dan Fokus Ibadah

Harapan itu pun mulai padam. Saya mulai lelah. Apalagi usia sudah hampir kepala tiga. Melihat kekalutan saya, orang tua bahkan sampai berpesan agar saya fokus ibadah saja. Gambarannya, dengan usia rata-rata manusia hanya 60 tahun, maka saya hanya punya sisa waktu 31 tahun lagi jatah hidup. Daripada sibuk cari jodoh, cari saja berkah untuk akhirat. Di tengah keputus asaan saya, saran ini pun saya terima. Saya putuskan berhenti mencari jodoh, fokus saja pada ibadah.

Tak disangka, saat saya sudah berhenti berharap, Allah justru mempertemukan saya dengan lelaki yang kini menjadi suami saya. Dengan cara yang mudah dan tak disangka-sangka. Mungkin benar kata orang kalau tak dicari-cari, biasanya apa yang kita harapkan justru akan datang sendiri. Atau juga seperti kata yang lain, yakni dekatkan diri pada Allah, maka Ia akan memenuhi kebutuhan dan harapan kita tanpa kita ucapkan langsung. Banyak juga yang sering ungkapkan bahwa berharaplah hanya pada Allah, jangan pernah berharap pada manusia, sebab Allahlah yang menggerakkan hati dan langkah manusia.

Awal Ramadan Masih Jomblo, Selesai Ramadan Bersanding di Pelaminan

Seminggu menjelang Ramadan 2013, saya berkenalan dengan seorang pria yang menjadi panitia pada kegiatan kantor untuk menyambut Ramadan. Dalam tempo tiga minggu saja, ia telah mengenalkan saya pada keluarganya dan mengajak saya menikah setelah Ramadan. Tentu saja saya terkejut. Sebab, awal perkenalan kami, saya tidak berharap terlalu banyak padanya. Alasannya, ia lebih muda 3 tahun dari saya. Kami pun tak pernah membicarakan masa depan. Mengapa ia tiba-tiba melamar saya?

Saat saya tanyakan pada orang tua, rupanya mereka langsung setuju, bahkan menyukai kesiapan dan keberanian lelaki ini walau belum bertemu dengannya langsung. Akhirnya, selesai Lebaran, dalam tempo 2 minggu, kami siapkan pernikahan kami. Alhamdulillah, banyak yang turut senang dan ikut membantu, sehingga walau mendadak dan dalam tempo sangat singkat, kami dapat menggelar resepsi dengan cukup meriah.

Banyak sahabat yang menyatakan bahwa pernikahan saya ini adalah berkah Ramadan. Awal Ramadan belum terlihat tanda-tanda akan menikah, namun setelah Ramadan, saya telah bersanding di pelaminan. Yang pasti, dari perbincangan kami setelah menikah, saat memutuskan menikah, kami belum saling mencintai. Kami menikah karena dari obrolan diketahui bahwa kami sama-sama tidak mau pacaran, sama-sama ingin menikah dengan mudah tanpa banyak syarat, dan sama-sama ingin fokus pada ibadah.

Inilah dasar kesepakatan kami untuk menikah, yang kami yakin menjadi pondasi kuat untuk membangun cinta kami yang berkah setelah berumah tangga. Amin..

Dan di Ramadan berikutnya, Ramadan 2014, tak hanya bersama suami, saya pun telah menjalaninya bersama putri kami tercinta. Alhamdulillah..



 

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Press Release Distribution